Gempa Nepal: Kekuatan Sebuah Kertas

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

Relawan Tzu Chi mengajak anak-anak yang tinggal di tenda Tzu Chi untuk membuat karya origami berupa gajah dengan harapan mereka mempunyai semangat dan kekuatan seperti gajah.

Puluhan tenda di Lapangan Maheswori, Bhaktapur, Nepal masih berdiri kokoh tiga minggu pascagempa mengguncang Nepal. Para orang tua sudah mulai melakukan rutinitasnya seperti biasa, membuat kondisi tenda agak sepi di siang hari. Sementara anak-anak menghabiskan waktu dengan bermain bola, berkejaran, atau sekadar bersantai di dalam tenda. Relawan Tzu Chi juga selalu datang berkunjung setiap harinya. Ada kalanya mereka membuka klinik pengobatan dan ada kalanya juga mereka datang berkunjung dari tenda ke tenda untuk melakukan penghiburan dan bertanya mengenai kondisi dari masing-masing keluarga. Semua hal itu disambut positif oleh warga pengungsi di Maheswori.

Di satu siang, 19 Mei 2015 lalu, relawan Tzu Chi melakukan hal yang sama. Mereka dibagi menjadi beberapa tim untuk melakukan penghiburan dari tenda ke tenda. Dalam kesempatan itu, Rudi Suryana Shixiong memberikan kertas ungkapan cinta kasih yang dibuat langsung oleh siswa-siswi SMA Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Berbagai macam dukungan dari teman-teman seusia mereka tertuang dalam kertas warna-warni. Terharu rasanya mendengar anak-anak di tenda membaca isi dari kertas tersebut dan berterima kasih atas dukungan dari teman-teman sebayanya.

Mengajak anak-anak bermain juga merupakan rutinitas yang dilakukan oleh relawan Tzu Chi di Lapangan Maheswori.

Suasana dalam tenda saat anak-anak bersama bermain dan bernyanyi.

Salah satu anak, Swastika Ju Shrestha, langsung membaca kertas yang ia terima dengan suara pelan. Ia yang sepenuhnya mengerti makna tulisan dalam kertas itu langsung mengucapkan terima kasih dan tersenyum. “Terima kasih kakak-kakak di Indonesia,” ucapnya dengan mata berbinar. Alih-alih menyimpan kertas ungkapan kasih sayang tersebut, anak-anak di tenda meminta bantuan orang tua dan relawan untuk menempelkan kertas tersebut di sela-sela kabel penghubung lampu. “Agar teman-teman yang lain bisa melihat dan membaca tanda cinta kasih dari relawan dan kakak-kakak semuanya,” ungkap Swastika.

Sebelum Tim Tanggap Darurat dan Tim Medis Tzu Chi Indonesia kloter kedua bertolak ke Nepal pada 15 Mei 2015 lalu, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng meminta para siswanya untuk membuat berbagai ucapan dalam kertas warna-warni. Tulisan tersebut berisikan kata-kata yang merupakan dukungan, semangat, dan wujud empati dari para siswa. Diah Widawati Ruyoto, Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng menuturkan bahwa anak-anak sekolah juga ingin memberikan andil mereka dalam membantu korban gempa Nepal. “Mungkin memang tidak bisa membantu tenaga, namun dengan ungkapan dukungan ini para anak-anak di sana bisa merasakan bahwa banyak teman-teman mereka memberikan dukungan dan semangat untuk mereka,” ucap Diah saat dihubungi melalui telepon. Melalui kertas-kertas ini, Diah berharap dapat memberikan sedikit kegembiraan bagi anak-anak di tenda pengungsian.

“Mereka sesama anak-anak juga ikut merasakan kesusahan yang ada di sini dan memberikan dukungan semangat dan rasa empati. Saya rasa ini bagus sekali dan bisa dijadikan teladan bahwa anak-anak sedari dini sudah mulai belajar untuk berempati kepada sesama,” tambah Rudi Shixiong seraya membagikan kertas.

Jadilah Kuat Seperti Gajah

Dalam waktu yang sama, Rudi Suryana dan Hoklay Shixiong juga mengajak anak-anak bermain, berkarya, dan bernyanyi bersama. Mereka membagikan kertas origami dan meminta anak-anak membuat satu karya. “Ternyata mereka banyak yang bisa bikin origami. Yang jelas mereka menyukai itu dan mereka pajang hasilnya,” jelas Rudi Shixiong. Selain membuat karyanya sendiri, Rudi juga mengajari anak-anak untuk membuat origami gajah. “Gajah itu hewan yang kuat kan? Ya.., agar mereka juga sekuat gajah,” ujarnya.

Relawan Tzu Chi membantu anak-anak memasang kertas berisikan dukungan, semangat, dan ungkapan cinta kasih yang dibuat langsung oleh siswa SMA Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat.

Kondisi rumah di sekitar tenda di Lapangan Maheswori, Bakhtapur, Nepal.

Rudi mengaku sedih ketika melihat anak-anak tinggal di tenda dengan kecemasan dan kekhawatiran akan bencana yang belum usai. “Mereka perlu dijaga psikologis, kesehatan, makanan, dan juga pendidikannya. Jadi kalau di tenda dengan kondisi seadanya, saya merasa sedih karena saya juga orang tua yang punya anak,” ucapnya. Ia berusaha mencurahkan kemampuannya dalam menghibur para anak-anak di tenda dan memposisikan mereka sebagai anak-anaknya sendiri. “Apa yang bisa saya lakukan, ya saya lakukan,” ucapnya. Tak berbeda dengan Rudi, Hoklay juga merasakan hal yang sama. “Sedih memikirkan bagaimana nasib mereka. Apalagi sebentar lagi musim hujan datang,” terang Hoklay.

Warga di wilayah gempa yang mayoritas merupakan warga kurang mampu akan susah untuk memperbaiki rumah mereka usai bencana. Namun atas dukungan dari Tzu Chi dan pemerintah setempat diharapkan dapat dengan cepat tanggap menghadapi pergantian musim. “Semoga mereka bisa kuat seperti gajah,” ulang Rudi.


Artikel Terkait

Gempa Nepal : Dari Tzu Chi untuk Pengungsi Maheswori

Gempa Nepal : Dari Tzu Chi untuk Pengungsi Maheswori

05 Mei 2015
Meski penyaluran bantuan hari itu cukup melelahkan, sepuluh relawan setempat mengaku bahagia dapat membantu dan bertekad membantu lagi keesokan harinya. Sedangkan para pengungsi juga menyambut baik bantuan dari Tzu Chi.
Gempa Nepal: Kekuatan Sebuah Kertas

Gempa Nepal: Kekuatan Sebuah Kertas

25 Mei 2015 Rudi Suryana Shixiong memberikan kertas ungkapan cinta kasih yang dibuat langsung oleh siswa-siswi SMA Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Berbagai macam dukungan dari teman-teman seusia mereka tertuang dalam kertas warna-warni.
Gempa Nepal : 26 Jam Menuju Nepal

Gempa Nepal : 26 Jam Menuju Nepal

02 Mei 2015 Perjalanan dari Jakarta menuju Kathmandu memakan waktu sekitar 26 jam. Hal ini dikarenakan pesawat  harus mengalami beberapa kali transit karena prosedur operasional penerbangan para kru dan pesawat dibatasi selama 8 jam setiap harinya. Transit dilakukan antara lain di Medan, Bangkok, dan Dhaka (Bhangladesh) sebelum akhirnya mencapai Kathmandu pada 2 Mei 2015 pukul 8 pagi waktu setempat. gelombang pertama bantuan tzu chi indonesia untuk gempa nepal dalam waktu 26 jam telah tiba di Kathmandu.
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -