HUT Tzu Chi ke-25: Rasa Sebagai Satu Keluarga

Jurnalis : Erli Tan, Hadi Pranoto, Marianie (He Qi Utara 1), Stefanny Doddy, Yuliawati (He Qi Barat 2), Fotografer : Anand Yahya, Erli Tan, Hadi Pranoto, Marianie (He Qi Utara 1)

Santriwati dari Pondok Pesantren Nurul Iman turut memeriahkan acara HUT Tzu Chi Indonesia yang ke-25 dengan membawakan lagu isyarat tangan Satu Keluarga. Siti Hamidah (tengah) berupaya memberikan penampilan terbaik dengan giat berlatih sebelumnya.

Para santriwati Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, murid-murid Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, dan relawan Tzu Chi dari Pademangan (lokasi Program Bebenah Kampung Tzu Chi) ikut serta mengisi kegiatan HUT Tzu Chi Indonesia ke-25 dengan memperagakan isyarat tangan Satu keluarga yang dinyanyikan oleh Sastani Dewantara, diiringi Twilite Orchestra. Kesungguhan hati para santriwati dari Pondok Pesantren Nurul Iman ini sangat terlihat dalam memperagakan salah satu budaya humanis Tzu Chi ini. Mereka giat berlatih jauh-jauh hari sebelumnya agar tidak lupa gerakan-gerakan tersebut dan tidak kaku dalam memperagakannya. Mereka merasa harus bisa tampil maksimal dalam setiap acara Tzu Chi. Seperti disampaikan Siti Hamidah, salah satu santriwati, "Saya terharu dan bahagia bisa ikut bernyanyi dan memperagakan isyarat tangan Satu keluarga karena terasa hangat ketemu sama relawan Tzu Chi. Lagu ini juga mengajarkan saya bahwa tidak ada perbedaan ras, suku, dan agama antar kita sesama manusia.”

Di Ulang Tahun Tzu Chi ini, Hamidah berharap Tzu Chi Indonesia bisa terus maju dan berkembang, serta  perhatian terhadap Pondok Pesantren Nurul Iman bisa terus terjalin. “Baksos kesehatan Tzu Chi sangat membantu sekali kami para santri, dan juga kelas pendidikan bahasa Mandarin yang sangat bermanfaat bagi kami,” kata Hamidah.

Ria (tengah) relawan Tzu Chi dari Pademangan merasa bahagia bisa bergabung dalam barisan relawan Tzu Chi Indonesia.

Hal yang sama disampaikan Ria, relawan Tzu Chi dari wilayah Pademangan, Jakarta Utara. “Saya merasa sangat bahagia bisa bergabung dalam barisan relawan Tzu Chi. Semoga Tzu Chi Indonesia selalu berkembang sehingga relawan bertambah banyak dan jaya terus Tzu Chi Indonesia dalam mengembangkan misi dan visi yang diajarkan Oleh Master Cheng Yen,“ ungkap Ria.

Lagu-Lagu Kemanusiaan

Setelah DAAi Night di tahun 2014, ini kali kedua Sastrani Dewantara tampil di acara Tzu Chi. Ia merasa sangat kagum dan juga menikmati suasana humanis di lingkungan Tzu Chi. “Ambience (suasana) yang saya dapat di Tzu Chi ini sangat positif, sangat penuh welas asih, dan kita nyaman karena orang-orangnya baik dan ramah. Saya juga senang banget karena di sini hal-hal yang detail juga sangat diperhatikan,” kata penyanyi asal Pulau Dewata, Bali ini. Menurutnya, apapun yang kita perbuat semuanya berawal dari yang kecil-kecil. Jika hal-hal kecil saja tidak beres maka hal besar tidak mungkin dapat dilakukan dengan baik. “Jadi di sini itu care pada hal-hal yang kecil, apalagi hal yang besar. Nah hal-hal kecil itu nggak pernah luput di sini (di Tzu Chi), itu yang saya senang banget. Jadi enggak heran bisa banyak relawan karena ajaran beliau (Master Cheng Yen) memang sangat bagus sekali,” ungkapnya.

Sastrani Dewantara tengah berlatih bersama santriwati dari Pondok Pesantren Nurul Iman.

Suara merdu Sastrani memukau hadirin melalui enam lagu yang dinyanyikannya. Lagu yang paling disenanginya adalah Satu Keluarga. “Lagu ini bagus banget, semua lirik di dalamnya saya suka. Jadi, kita satu keluarga butuh saling percaya, memang manusia kan makhluk sosial bukan sendiri-sendiri,” ungkapnya.

Suara merdu Sastrani memukau hadirin melalui enam lagu yang dinyanyikannya. Lagu yang paling disenanginya adalah Satu Keluarga. “Lagu ini bagus banget, semua lirik di dalamnya saya suka, dari Kugembira bila dengar tawamu, itu kan kemanusiaan ya, kebersamaan, empati, welas asih, itu di situ semua. Jadi Kita satu keluarga saling butuh saling percaya, memang manusia kan makhluk sosial bukan sendiri-sendiri. Itu liriknya bagus banget buat saya dan aransemennya juga enak, jadi nyanyinya juga enak,” katanya. Sastrani melihat banyak keragaman di Tzu Chi, bukan hanya mereka yang beragama Buddha saja, tetapi dari berbagai agama,suku, maupun golongan bisa bersatu menjadi barisan insan Tzu Chi. “Saya senang, banyak yang saya pelajari di sini,” tutur Sastrani yang keyakinannya Hindu.

Senada dengan sang penyanyi, Addie MS, pimpinan Twilite Orchestra merasakan nuansa kekeluargaan yang kental di Tzu Chi. “Saya nggak melihat ada yang raut mukanya sedih, suram, semua mukanya friendly, ramah, jadi saya suka culture-nya, sopan, memancarkan cinta kasih. Itu yang saya suka,” kata Addie. Awalnya Addie mengira jika kegiatan Tzu Chi ini semata-mata hanya kegiatan umat Buddha saja. “Tapi begitu melihat ini, banyak hal yang mengejutkan, lebih, tidak sekadar dibatasi kegamaan, tetapi pada intinya adalah menebar cinta kasih dan menolong sesama mereka yang kesulitan, tanpa memandang mereka agamanya apa? Sukunya apa? Maupun rasnya apa? Ini yang saya suka, apalagi, setelah mengenal lebih dekat budaya Tzu Chi,” kata Addie.

Addie MS, pimpinan Twilite Orchestra merasakan nuansa kekeluargaan yang kental di Tzu Chi. “Saya nggak melihat ada yang raut mukanya sedih, suram, semua mukanya friendly, ramah, jadi saya suka culture-nya, sopan, memancarkan cinta kasih. Itu yang saya suka,” kata Addie.

Di era zaman media sosial, dimana orang cenderung bisa saling mencaci dan berkomentar negatif sehingga menimbulkan banyak ketidakharmonisan di masyarakat, Addie berharap Tzu Chi bisa menjadi filter hal-hal negatif ini.

Dukungan Insan Tzu Chi Luar Kota

Perayaan HUT Tzu Chi Indonesia ke-25 ini juga dihadiri oleh para relawan Tzu Chi dari luar Jakarta, seperti Bandung, Biak, Pekanbaru, Batam, dan lainnya. John Andrew atau yang akrab disapa Hong Thay, Ketua Tzu Chi Pekanbaru hadir bersama wakilnya, Tisye. “Secara pribadi, ikatan saya dengan Tzu Chi-lah yang membuat saya bersemangat untuk datang dari Pekanbaru mengikuti acara ini, dan tentunya yang terpenting adalah 25 tahun perjalanan Tzu Chi hingga sekarang,” kata Hong Thay.

Menurut Hong Thay, Ketua Tzu Chi Pekanbaru, perjalanan 25 Tahun Tzu Chi Indonesia ini tidaklah singkat, banyak yang bisa dipelajari dari sejarah Tzu Chi Indonesia untuk meningkatkan inspirasi dan motivasi, khususnya bagi relawan Tzu Chi di Pekanbaru.

Menurut Hong Thay, perjalanan ini tidaklah singkat, banyak yang bisa dipelajari dari sejarah Tzu Chi Indonesia untuk meningkatkan inspirasi dan motivasi, khususnya bagi relawan Tzu Chi di Pekanbaru. Sebagai insan Tzu Chi, tentu ini menimbulkan kebanggaan tersendiri ketika mengingat kembali perkembangan Tzu Chi dari awal hingga sekarang. “Namun, tentu saja saya berharap Tzu Chi bisa terus berkembang di masa depan. Dengan kerja sama kita semua sebagai insan Tzu Chi, kita bisa membangun Tzu Chi menjadi yang lebih baik lagi dan melangkah bersama di jalan Bodhisatwa, membangun kebijaksanaan di setiap diri kita serta semakin berkontribusi di dalam masyarakat,” harapnya.”

Di hari bahagia ini Herman Widjaja (tengah), Ketua Tzu Chi Bandung berharap relawan Tzu Chi semakin bertambah agar jalinan kasih Tzu Chi bisa terus menyebar ke seluruh penjuru nusantara.

Ketua Tzu Chi Bandung, Herman Widjaja juga hadir bersama 15 relawan Tzu Chi Bandung lainnya. “Waktu sungguh berjalan dengan cepat. Tanpa sadar, sudah 25 tahun Tzu Chi berdiri dan untuk yang di Bandung sendiri sudah 14 tahun. Saya sungguh merasa bangga dengan perkembangan Tzu Chi, terutama dengan kontribusi yang kita berikan sangat bermanfaat bagi masyarakat,” kata Herman. Di hari bahagia ini Herman berharap relawan Tzu Chi semakin bertambah agar jalinan kasih Tzu Chi bisa terus menyebar ke seluruh penjuru nusantara.

Dari wilayah timur Indonesia, relawan Tzu Chi Biak, Papua juga hadir untuk memberikan dukungan terhadap Tzu Chi Indonesia. Bersama dengan 10 relawan Tzu Chi Biak lainnya, Yenny The datang ke Jakarta untuk ikut memeriahkan acara HUT 25 tahun Tzu Chi. Wajah beliau terlihat antusias dan senang bisa merayakan perjalanan Tzu Chi hingga sekarang bersama dengan relawan-relawan lainnya.

Yenny The, relawan Tzu Chi Biak merasa bangga menjadi bagian dari insan Tzu Chi Indonesia. Yenny datang bersama 15 relawan Tzu Chi Biak lainnya.

“Saya sangat bangga dan bersyukur bisa ikut dalam komunitas Tzu Chi. Dengan kerja sama seluruh insan Tzu Chi, saya bisa melihat dunia menjadi lebih baik. Namun, masih banyak yang harus kita pelajari lagi dan perkembangan ini harus terus dilanjutkan, terutama di Papua dengan lokasinya yang cukup jauh. Kita harus terus menebarkan cinta kasih di dalam masyarakat,” kata Yenny The, mewakili Ketua Tzu Chi Biak, “saya juga berharap di kemudian hari semakin banyak generasi-generasi muda yang ikut ke dalam komunitas Tzu Chi sehingga cinta kasih ini bisa terus berlanjut, menjalar ke seluruh pelosok Indonesia.”

 

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

HUT Tzu Chi ke-25: Mengenalkan Sejarah Perjalanan Tzu Chi Indonesia

HUT Tzu Chi ke-25: Mengenalkan Sejarah Perjalanan Tzu Chi Indonesia

10 September 2018
Dalam rangka memperingati ulang tahun Tzu Chi yang ke-25, banyak kegiatan yang dilakukan relawan Tzu Chi. Tak ketinggalan pameran budaya humanis 25 tahun Tzu Chi Indonesia yang memperlihatkan sejarah perjalanan Tzu Chi Indonesia.
HUT Tzu Chi ke-25: Rasa Sebagai Satu Keluarga

HUT Tzu Chi ke-25: Rasa Sebagai Satu Keluarga

12 September 2018
Rasa satu keluarga ditunjukkan para santriwati Pondok Pesantren Nurul Iman yang ikut memperagakan lagu isyarat tangan Satu Keluarga. Mereka berlatih serius agar dapat menampilkan pertunjukan yang sempurna dalam perayaan HUT Tzu Chi Indonesia ke-25 pada 8 dan 9 September 2018 di Aula Jing Si, PIK, Jakarta Utara.
HUT Tzu Chi ke-25: Perjalanan Penuh Rasa Syukur

HUT Tzu Chi ke-25: Perjalanan Penuh Rasa Syukur

09 September 2018
Rasa syukur, bahagia, dan penuh sukacita sangat terasa dalam peringatan 25 Tahun Tzu Chi Indonesia. Kegiatan yang diadakan pada Sabtu, 8 September 2018 ini dihadiri oleh 2.296 orang.
Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -