Kamp Humanis Karyawan: Aset yang Tak Ternilai

Jurnalis : Hadi Pranoto , Fotografer : Anand Yahya, Hadi Pranoto, Sumboko, Juliana Santy

Aset yang Tak Ternilai

Selama dua hari (14 – 15 Oktober 2016) diadakan Kamp Humanis Karyawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang diikuti oleh 153 orang dari berbagai Badan Misi Tzu Chi.

Bekerja bukan hanya sekadar cara untuk bertahan hidup, tetapi hiduplah untuk bekerja, karena dengan begitu kita akan memiliki “kecintaan” dan lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaan kita. Lebih bijaksana lagi jika kita bisa meningkatkan “value of life” dalam proses bekerja sehingga kita tidak hanya mendapatkan sesuatu yang bersifat materi, namun juga kebahagiaan dan nilai-nilai penting dalam kehidupan kita.

Hal inilah yang menjadi intisari dalam kegiatan Kamp Humanis Karyawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang diadakan dari tanggal 14 – 15 Oktober 2016 di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Selama dua hari itu, sebanyak 153 karyawan (116 peserta dan 37 panitia) di lingkungan unit dan Badan Misi Tzu Chi Indonesia (Yayasan, Sekolah, Rumah Sakit, dan Toko Buku Jing Si) mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai visi dan misi Tzu Chi, sekaligus seperti apa harapan dari pimpinan Tzu Chi Indonesia terhadap karyawan di Badan Misi Tzu Chi Indonesia ini.

Dalam sambutannya, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei menyampaikan harapannya agar setiap karyawan bisa lebih memahami tentang Tzu Chi dan turut berkontribusi mengembangkan Tzu Chi di seluruh Indonesia. “Karena kita bergabung dalam keluarga besar Tzu Chi Indonesia tentunya diharapkan kita juga bisa tahu apa saja yang telah dilakukan Tzu Chi Indonesia selama lebih dari 20 tahun ini,” kata Liu Su Mei, “bagi yang sudah lama mungkin sudah memahami dan ikut mengalami, dan bagi yang baru inilah kesempatan untuk bisa lebih mengenal Tzu Chi lebih dalam.” Sebagai organisasi sosial yang bersifat universal (tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, dan golongan), menurut Liu Su Mei semestinya setiap staf di Badan Misi Tzu Chi ini juga bisa bersama-sama insan Tzu Chi menebarkan kebajikan. “Tentu saya berharap kalian semua bisa ikut pelatihan (relawan) dan bisa bergabung bersama relawan Tzu Chi di komunitas masing-masing,” kata Liu Su Mei.

Aset yang Tak Ternilai

Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, didampingi Suriadi, Kepala Sekretariat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyampaikan harapannya agar para staf juga bisa lebih mengenal dan memahami Tzu Chi.

Para peserta juga diajarkan cara untuk memasang dan melepas seprei peralatan tidur yang berada di Mes Penginapan Tzu Chi Center.

Lebih Mengenal Satu Sama Lain

Selama dua hari para staf Badan Misi Tzu Chi ini mendapatkan berbagai materi yang dibawakan oleh penanggung jawab misi, relawan, maupun karyawan di bagian lain, seperti Mengenal Master Cheng Yen dan Kemandirian Master yang dibawakan oleh Livia Tjhin, Misi Amal (Wie Sioeng), Tzu Chi School (Sudino Lim), DAAI TV (Jasmine), Kisah Rusun (Zaenah Mawardi), Sekolah Cinta Kasih (Freddy Ong), RSKB Cinta kasih (Tonny Christianto), Misi Pelestarian lingkungan  (Johnny Chang), Budaya dan etos kerja  (Helena Himawan), dan Value of Life (Suriadi).

Helena Himawan, koordinator kegiatan kamp yang juga Kepala Departemen HRD Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini salah satunya adalah untuk bisa saling mengenal satu sama lain karyawan di setiap badan misi. “Kita ini adalah satu keluarga, dan sebagai keluarga tentu kita harus salin mengenal satu sama lain,” terangnya. Dalam kesempatan ini juga Helena menyampaikan budaya dan etos kerja yang diharapkan dapat diterapkan oleh setiap karyawan. “Setiap karyawan diharapkan dapat menerapkan budaya humanis Tzu Chi,” tegasnya. Budaya humanis itu melekat di dalam setiap bidang kerja masing-masing.

Sebagai bagian dari Yayasan Buddha Tzu Chi, Budaya dan Etos Kerja pun terkait dengan filosofi Tzu Chi, yaitu: Gan En (Bersyukur), Zun Zhong (Menghormati), Ai (Cinta Kasih). Bersyukur berkaitan erat dengan pemahaman bahwa bekerja adalah sebuah rahmat (bersyukur), aktualisasi diri (semangat), dan juga ibadah (serius dan kecintaan). Sementara Menghormati dengan makna bahwa bekerja adalah amanah (bertanggung jawab), seni (cerdas dan kreatif), dan juga sebuah kehormatan (tekun dan unggul). Dan yang terakhir, Cinta Kasih, yaitu bahwa kerja adalah sebuah panggilan jiwa (bekerja dengan tuntas dan penuh intergritas) dan juga pelayanan (rendah hati).

Untuk lebih mengenal dan merasakan Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi para peserta kamp juga diajak untuk memilah sampah di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Pusat.

Helena Himawan, Kepala Departemen HRD Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini salah satunya adalah untuk bisa saling mengenal satu sama lain karyawan di setiap badan misi.

Karyawan adalah aset tanpa penyusutan. Bukannya menurun nilainya setiap tahun, tetapi justru meningkat, bergantung bagaimana setiap karyawan mengasah kemampuannya, menjaga komitmen awalnya, dan menambah value dalam hidup mereka. Hal inilah yang diterapkan di lingkungan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sejak dua puluh dua tahun silam. Para karyawan ini juga terlibat dalam berbagai kegiatan kemanusiaan Tzu Chi sebagai relawan. Menurut Suriadi, Kepala Sekretariat Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, menjadi relawan di hari libur akan menambah nilai kehidupan dan juga manfaat bagi kita, seperti: Network (menambah jaringan pertemanan dengan masyarakat luas), memupuk dan menumbuhkan pila pikir dari berbagai sudaut pandang, menambah nilai plus pada diri kita, meningkatkan kesehatan, meningkatkan keterampilan, menjadi lebih peka terhadap lingkungan, dan menjadi orang yang selalu bersyukur. “Relawan tidak dibayar bukan karena tidak bernilai, melainkan karena tak ternilai,” kata Suriadi mengutip perkataan Anies Baswedan, mantan Menteri Pendidikan Nasional, “Senin sampai Jumat kita bekerja mungkin bisa dinilai, tetapi menggunakan waktu Sabtu dan Minggu untuk kegiatan relawan itu sesuatu yang tidak ternilai.”

Berlomba-lomba untuk Kebaikan

Kamp Humanis ini diikuti oleh semua karyawan, baik yang baru maupun lama. Salah satunya adalah Setio Wibowo, karyawan yang baru dua bulan bergabung sebagai Supervisor Electrical di Building Maintenance (BM) Tzu Chi Center ini. Meskipun sudah bekerja di tiga tempat sebelumnya, namun Setio mengaku baru pertama kali ini ia merasakan suasana kerja dan  training karyawan seperti ini. “Yang membedakan di Tzu Chi ini adalah ikatan kekeluargaan antar karyawan yang lebih erat,” ungkapnya.  Setio juga mengaku menjadi lebih mengetahui Yayasan Buddha Tzu Chi secara menyeluruh dan mengenal staf-staf di badan misi lainnya. “Saya juga merasa bangga bisa bekerja di yayasan kemanusiaan seperti ini, dimana kita bisa ikut membantu orang lain. Kalau bisa ikut kegiatan kerelawan tentu akan menjadi lebih senang,” katanya.

Setio Wibowo, karyawan di bagian Building Maintenance (BM) mengatakan, “Yang membedakan di Tzu Chi ini adalah ikatan kekeluargaan antar karyawan yang lebih erat,” ungkapnya. 

Hal senada disampaikan Khusnul Khotimah atau yang biasa disapa Nungky, staf di Departemen Zhen Shan Mei (bagian Media Cetak dan Online) yang sudah bergabung sejak lima bulan lalu. “Di sini kita melihat relawan-relawan Tzu Chi berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan. Jadi kalau pas saya lagi ngedit artikel (atau liputan –red), saya jadi seperti diingatkan sudah berapa banyak kebaikan yang kamu buat hari ini?” kata Nungky, “jadi dari ini (pekerjaan) saya, sebagai karyawan kita juga ikut berbuat kebajikan melalui Tzu Chi. Ini mengingatkan kita bahwa yang kerja di kantor juga nggak kalah dengan relawan yang di lapangan. Caranya dengan menjalankan misi-misi Tzu Chi ini.”

Sementara Sukirtam, yang sudah 12 tahun lebih bergabung di Tzu Chi (bagian logistik) merasa bahwa kamp ini sangat bermanfaat, baik bagi yang baru maupun lama. Ini juga bisa menjadi ajang saling mengenal satu sama lain. “Jadi tidak ada istilah junior atau senior, tetapi kita saling bekerja sama untuk menyukseskan Misi Tzu Chi ini,” kata Kirtam. Sukirtam yang mengetahui sejak awal bagaimana perjalanan Tzu Chi Indonesia merasa bersyukur Tzu Chi Indonesia bisa berkembang seperti sekarang. “Ini tentu tidak mudah dicapainya, terlebih oleh Ibu Su Mei (ketua Yayasan) dan relawan lainnya, karena itu kita perlu mendukung supaya Tzu Chi bisa berkembang lebih besar lagi di Indonesia,” tegasnya.

Hidup adalah keseimbangan antara bekerja dan bermain, keluarga, sahabat, dan waktu pribadi. Kita harus memutuskan bagaimana kita menyeimbangkan hidup ini. Jangan sia-siakan kehidupan, seimbangkan gaya hidup, dan nikmatilah kehidupan. Hidup jangan asal dijalani, tetapi harus memiliki arti. Jadi bukan hanya menjalani rutinitas kehidupan, tetapi buatlah makna dalam kehidupan.


Artikel Terkait

Kamp Humanis Karyawan: Aset yang Tak Ternilai

Kamp Humanis Karyawan: Aset yang Tak Ternilai

17 Oktober 2016

Bekerja bukan hanya sekadar cara untuk bertahan hidup, tetapi hiduplah untuk bekerja, karena dengan begitu kita akan memiliki “kecintaan” dan lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaan kita. Lebih bijaksana lagi jika kita bisa meningkatkan “value of life” dalam proses bekerja sehingga kita tidak hanya mendapatkan sesuatu yang bersifat materi, namun juga kebahagiaan dan nilai-nilai penting dalam kehidupan kita.

Bertambahnya satu orang baik di dalam masyarakat, akan menambah sebuah karma kebajikan di dunia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -