Karunia Terbesar dari Tuhan

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul Khotimah, Videografer: Chandra S.

“Biar bagaimanapun yang namanya anak itu kan jiwa. Ini dari Tuhan, jadi kita harus benar-benar sabar. Apapun kondisinya kita harus terima dengan ikhlas, dengan semangat.”

Kalimat itu diungkapkan Paulus Tjoei Ho (54) mengenai anak semata wayangnya Jenny Ho, yang sebentar lagi genap berusia enam tahun. Kehadiran Jenny didamba Paulus dan istrinya, Tini selama 16 tahun. Namun Jenny terlahir istimewa dengan down syndrom-nya, ditambah pneumonia, laringomalasia, belum dapat berjalan, belum bisa mendengar dan berbicara.


Anak merupakan karunia terbesar dari Tuhan. Karena itu dalam keadaan bagaimanapun anak harus dirawat dengan baik. Begitu juga Paulus dan Tini merawat anak semata wayang mereka, Jenny.

Saat hamil 7 bulan 2 pekan, Tini, ibu Jenny mengalami eklampsia atau komplikasi kehamilan. Bahkan Tini hampir buta karenanya. Oleh dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Jenny harus dilahirkan melalui meja operasi. Lahirlah Jenny dengan berat hanya 1 kilo 3 ons.

Dari kondisi Jenny saat itu, Jenny diperkirakan mengidap down syndrome. Namun untuk mengetahuinya dengan pasti, bisa dilakukan cek kromosom. Namun biayanya mencapai dua juta rupiah, jumlah yang tak sedikit bagi Paulus yang saat itu sudah tak bekerja.

Syukurlah ada dokter baik hati yang mau membantu biaya cek kromosom ini. Ternyata betul, Jenny mengidap down syndrome.

Jenny Kecil yang Kuat


Sejak usia tiga tahun hingga saat ini, Jenny menjalani terapi di RSCM, antara lain terapi berjalan dan bicara.

Jika bayi ataupun Balita banyak tidur, tak demikian dengan Jenny. Dari umur satu hingga tiga tahun, Jenny kesulitan tidur yang ternyata dia mengidap pneumonia (peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi) sekaligus laringomalasia (kondisi bawaan berupa lemahnya jaringan laring di atas pita suara). Tidur telentang tak bisa, tengkurap pun tak bisa. Dengan posisi miring, barulah Jenny bisa terlelap.

Jenny lalu kembali dibawa ke RSCM Jakarta. Dokter menyatakan Jenny harus menggunakan tabung oksigen. Lagi-lagi tabung oksigen tidaklah murah bagi keluarga ini. Bersyukur sekali lagi ada dokter baik hati yang membelikan Jenny tabung oksigen untuk dibawa pulang.

Namun karena tabung oksigen hanya satu, pontang-panting juga Paulus jika tabung tersebut habis. Menempuh perjalanan jauh agar tabung kembali terisi dan Jenny tak mesti menunggu lama.

“Akhirnya kami dapat sumbangan dari jemaat. Kami kan hidupnya pelayanan dari gereja. Diberi oksigen, jadi ada dua. Ini habis, saya harus isi, sebaliknya ini habis, ini yang harus diisi,” kata Paulus yang merupakan seorang penginjil ini. 

Selama 24 jam, Paulus dan Tini menjaga Jenny bergantian. Pengobatan serta perawatan yang sudah diberikan untuk Jenny tak terhitung lagi. Sebagai manusia biasa, tentu mereka juga kadang dihampiri stres. Namun mereka sadar sekali bahwa Jenny punya keingian besar untuk hidup.

“Setelah dibawa ke dokter spesialis THT, pemeriksaan endoskopi, ternyata ada yang mengganjal, itu dioperasi, jadi dia punya dagingnya (dalam tenggorokan) itu dioperasi, baru di situ dia bisa tidur. Terlentang bisa, tengkurap bisa,” kata Paulus menyunggingkan senyum.

Paulus dan Tini baru bisa sedikit lega saat Jenny berusia 4-5 tahun karena Jenny sudah bisa bernapas dengan normal. Tapi sebenarnya tak benar-benar lega juga karena ada fakta terbaru bahwa Jenny ternyata tak bisa berbicara karena ada masalah pendengaran. Dari penjelasan dokter, kata Paulus, gendang telinga Jenny kurang terbuka.

Ngomong Mama-Papa masih bisa (meski tak jelas). Tahu begitu waktu umur 1 atau 2 tahun dites telinga yang namanya BERA. Saya enggak test tuh. Kenapa baru sekarang? Baru ketahuan nih telinga dua-duanya bermasalah. Macam gendang telinganya kurang begitu terbuka,” katanya.

Selain itu hingga kini Jenny masih belum bisa berjalan dan masih harus pakai troli. Padahal beratnya juga makin bertambah.

“Lima tahun ini masa-masa mulai kita ada sedikit semangat karena anak ini mulai banyak perubahan. Saya semangat sama anak ini, saya yakin suatu saat dia pasti bisa jalan,” katanya.

Ekonomi Keluarga


Pemasukan keluarga Paulus kini didapat dari upah membantu adiknya berjualan bubur dan dari makanan gorengan yang dibuat istri.

Saat ini Paulus, Tini, dan Jenny kembali tinggal di Semper, Jakarta Utara. Rumah di Semper ini adalah rumah peninggalan orang tua yang ditinggali dua saudara Paulus yang masing-masing sudah berkeluarga. Jadi saat ini ada tiga keluarga yang tinggal di rumah ini.

Saat Jenny berusia 1 tahun, keluarga kecil ini pindah ke Sentul, Bogor, menumpang di rumah iparnya agar Jenny dapat menghirup udara di Sentul yang masih segar supaya pneumonia Jenny membaik. Setelah Jenny berumur 5 tahun, barulah mereka kembali ke Semper supaya lebih dekat ke RSCM Jakarta.

Sebelumnya, Paulus bekerja sebagai salesman di perusahaan minuman teh ternama. Paulus bahkan pernah dinobatkan menjadi salesman terbaik hingga akhirnya menjadi supervisor. Namun cobaan datang, Paulus menderita saraf kejepit selama dua tahun yang sangat mengganggu kinerjanya di kantor.

Saat itu Paulus bernazar atau berjanji, jika dirinya sembuh, ia akan lebih mendalami Al-Kitab. Dan tak lama, ia pun sembuh. Karena sudah tak nyaman bekerja dan juga telah bernazar untuk mendalami Al-Kitab, Paulus pun mengundurkan diri, meski saat itu tinggal lima tahun lagi masuk masa pensiun.

Setelah mengundurkan diri, Paulus sekolah Al-Kitab selama dua tahun, sampai ia menjadi penginjil. Paulus kadang diminta memberikan khutbah di gereja, namun tidak begitu sering. Dan tak lama, sang istri hamil. Paulus tak menyangka apalagi saat itu sang istri berusia 45 tahun.

Hingga saat ini Paulus belum mendapatkan pekerjaan lagi. Faktor usia juga yang membuatnya tak diterima bekerja hingga kini sudah delapan tahun lamanya. Ia mendapatkan pemasukan dari adiknya yang berjualan bubur. Paulus membantu mengaduk bubur saat dimasak. Untuk menambah pemasukan, sang istri membuat bakwan dan tahu goreng yang dititipkan di warung bubur adiknya tersebut.

Pemasukan tersebut tentunya masih sangat kurang untuk membiayai segala pengobatan dan perawatan Jenny. Ditambah lagi Jenny belum bisa makan makanan yang kasar, harus minum susu dan mpasi saja.

Seperti Jalan Tuhan


Paulus saat mengambil jatah bantuan bulanannya di Kantor He Qi Timur.

Seperti Jalan Tuhan, begitulah Paulus memaknai pertemuannya dengan relawan Tzu Chi. Mulanya sang istri bercerita ke teman yang juga memiliki anak down syndrome yang juga sama-sama mengikutkan anaknya terapi di RSCM Jakarta. Sang istri menceritakan kesulitan hidupnya, terutama tentang biaya hidup supaya bisa memberikan yang lebih baik bagi Jenny. Teman tersebut langsung memberitahunya tentang Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. 

Paulus langsung mengajukan bantuan ke Kantor Komunitas Relawan Tzu Chi He Qi Pusat di ITC Mangga Dua Jakarta. Karena lokasi rumahnya yang masuk wilayah He Qi Timur, ia pun direkomendasikan mengajukan bantuan langsung ke He Qi Timur. Seakan jalinan jodoh yang saat itu belum terjalin kuat, Paulus belum juga dihubungi relawan. Namun Paulus yang tak patah semangat kembali mendatangi Kantor He Qi Timur.

Singkat cerita, Jenny pun sudah enam bulan ini dibantu berupa dua kaleng susu setiap bulannya. Lalu sejak bulan Juli 2020 ditambah lagi dengan bantuan biaya hidup setiap bulan. Bantuan ini bak sebuah penghiburan atas tahun-tahun yang tak mudah yang telah keluarga ini jalani.

“Kalau enggak dibantu Tzu Chi, terpaksa saya harus cari susu murah, cuma resiko anak ini buang airnya bermasalah. Anaknya juga enggak doyan, baru setengah botol sudah dilepas. Jadi dengan bantuan yayasan Tzu Chi ini sangat-sangat membantu. Dan saya yakin ini jalannya Tuhan. Tuhan beri jalan,” katanya.

Menyemangati Para Gan En Hu


Hari itu, Paulus juga kembali mendapatkan bantuan paket sembako dari Tzu Chi. 

Pagi itu, Minggu 6 September 2020, Paulus dengan mengendarai motornya melaju menuju Kantor He Qi Timur di Mall of Indonesia  Lantai 3, Kelapa Gading untuk mengambil jatah bantuannya. Sambil menunggu namanya dipanggil, ia dipersilahkan duduk dahulu di kursi yang disediakan. Pengambilan bantuan ini sendiri tentunya dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat.

Johan Kohar, relawan Tzu Chi di komunitas He Qi Timur menyapanya dan berbincang-bincang sebentar dengan Paulus. Johan sangat salut dengan kegigihan Paulus dan istrinya mengupayakan kesembuhan Jenny.

“Tentu bapak ini sangat mengharapkan suatu hari nanti Jenny bisa menjadi anak yang sehat. Nah kita juga menunjang dalam hal ini, mendampingi dia seperti yang Master Cheng Yen arahkan kepada kita sebagai relawan. Pendampingan itu sangat penting bagi para Gan En Hu (penerima bantuan jangka panjang),” tutur Johan.

Usai mendapat jatah bantuan bulanannya berupa dua kaleng susu dan biaya hidup, Paulus bergegas pulang.

“Jenny belum minum susu pagi ini,” katanya.


Tini membuatkan susu bagi Jenny.

Setengah jam kemudian, ia tiba di rumahnya lagi. Sang Istri, Tini bergegas mengambil termos air panas dan dot yang sudah bersih untuk susu Jenny. Tini lalu menggendong Jenny dan mendudukkannya di Troli. Sebelum menyuguhkan dot tersebut, Paulus dan ibunya memintanya berdoa terlebih dulu.

Meski belum bisa berbicara, bahkan bertatap mata, bahasa tubuh Jenny hari itu seolah mengatakan bahwa ia senang.

“Saya percaya Tuhan itu kan yang menciptakan manusia, pasti suatu saat Tuhan akan sempurnakan. Apakah nanti dia besar akan menjadi berkat, apakah dia bisa punya kepintaran pribadi, saya yakin. Makanya bapak ibu yang punya anak (istimewa) jangan sekali-kali putus asa atau mengabaikan mereka,” pungkas Paulus.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -