Menghimpun Kekuatan Niat Baik dan Berterima kasih pada Ibu

Jurnalis : Mettayani, Fanny Aprillia (Tzu Chi Pekanbaru), Fotografer : Fera, Junus, Kiho, Cindy Clara, Toni (Tzu Chi Pekanbaru)


Suasana doa bersama berlangsung dengan khusyuk. Para peserta berdoa semoga kekuatan doa jutaan insan Tzu Chi sedunia dapat menghapus ribuan bencana dan manusia dapat hidup damai dan bersahabat dengan alam.

Minggu kedua bulan Mei setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh seluruh insan Tzu Chi di dunia untuk melakukan Peringatan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Tahun ini peringatan jatuh pada tanggal 13 Mei 2018. Seluruh Insan Tzu Chi melakukan kegiataan doa Jutaan  Insan di berbagai belahan dunia di mana pun Tzu Chi berada.

Insan Tzu Chi Pekanbaru mengadakan kegiatan ini di SKA Co-Ex yang merupakan salah satu gedung yang cukup bergengsi di Kota Pekanbaru. Berkat jalinan jodoh baik, kegiatan dapat dilaksanakan di gedung ini pada 13 Mei 2018 pukul 15.00-17.00 WIB. Kapasitas kursi yang tersedia 1.300 kursi di mana angka 13 (bunyinya Yi San 一三 dekat dengan bunyi Yi Shan一善 dalam bahasa mandarin berarti satu niat baik).


Pengarah barisan juga melakukan pemandian rupang Buddha.

Master Cheng Yen mengatakan, ”Satu niat baik dapat menghapus ribuan bencana”, ungkap Wismina selaku PIC atau koordinator kegiatan ini. Bagi Wismina, menjadi PIC adalah berkah yang sangat besar.

“Awalnya hanya terpikir untuk melakukan saja dan kebetulan duduk bersebelahan dengan Yanti shijie dan kami berdua mengajukan diri menjadi PIC,” ungkap Wismina tertawa lepas.

“Dengan menjadi PIC saya bisa mengukur pembinaan diri saya sampai di mana, dalam hal ini kita berinteraksi dengan banyak orang dengan berbagai karakter. Dan setiap orang adalah guru dan ke depan kita bisa lebih bersatu hati dan dapat menggalang lebih banyak hati dan melakukan lebih besar lagi. Satu orang tidak akan bisa mengerjakan banyak,” tambah Wismina.


Pemuka agama dan tokoh masyarakat ikut hadir.

Yanti selaku wakil PIC juga mengungkapkan hal yang sama. “Semoga dalam berkegiatan kita bisa saling bekerjasama, saling mengerti, dan memahami,” ujarnya.

Peringatan tahun ini membentuk formasi dengan tulisan Tzu Chi 52 (simbol Tzu Chi Internasional sudah berusia 52 tahun) dan Tzu Chi 25 (Simbol Tzu Chi Indonesia yang berusia 25 tahun). Terbentuknya formasi ini membutuhkan sekitar 612 orang relawan. Valentina sebagai salah satu PIC barisan formasi Waisak merasa sangat bahagia dapat bersumbangsih.

“Kami melakukan sosialisai ke sekolah-sekolah, organisasi–organisasi, dan pasar untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam formasi Waisak. Harapan kita adalah agar Keindahan ajaran Buddha dan Budaya Humanis Tzu Chi bisa lebih dikenal oleh masyarakat,” ungkap Valentina.


Beberapa peserta mendapat pencerahan batin selama mengikuti peringatan tiga hari besar ini. 

Di antara tamu yang hadir, tampak Tri Suyatno, guru agama SMA Dharma Yudha yang mendampingi murid-murid mengikuti formasi barisan. Ini merupakan kedua kalinya guru muda ini mengikuti formasi barisan Tzu Chi.

“Saya merasa bangga dapat menghadiri kegiatan hari ini yang memperingati 3 peringatan sekaligus. Terlebih saat doa bersama, ada feeling gembira, tergugah, dan terharu. Ini membangkitkan semangat mengingat jasa Sang Buddha untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan semoga Indonesia tetap menjadi negara yang indah, damai dan sejahtera,” ungkap Tri.

Mengajak anak untuk ikut barisan Tzu Chi bagi Tri juga merupakan satu pelatihan diri bagi anak untuk belajar berkomitmen. Anak yang sudah mendaftakan diri ikut, terlebih dahulu harus mendapatkan izin orangtua, mengisi form dari Tzu Chi dan komitmen hadir meskipun harus berkejar-kejaran dengan waktu karena ada kegiatan lain. Guru akan melakukan absensi dan memberikan tambahan poin untuk nilai spiritual bagi anak yang ikut barisan. Ini salah satu cara yang memotivasi anak ikut berpartisipasi.


Para peserta menyuguhkan teh untuk ibu tercinta.

Selain sekolah, Alisa mewakili Keluarga Besar Buddhayana Indonesia mengungkapkan kekagumannya. “Sangat luar biasa, kami bisa belajar tentang barisan yang luar biasa dan lancar. Prosesi Waisak sangat bagus dan sakral,” Alisa terkesan.

Untuk melakukan pengaturan tamu yang hadir bukanlah tugas yang mudah karena harus berhadapan dengan berbagai kondisi dan karakter tamu yang berbeda-beda yang terkadang agak sulit untuk diarahkan.  Linda dan Ati yang ditugaskan mengatur tamu sempat kebingungan namun akhirnya semua bisa teratasi dengan baik.

“Awalnya bingung, acara mulai jam 3 tetapi jam 1 tamu sudah pada datang. Sempat panik juga, apalagi ketemu tamu yang tak mau diatur. Agak pusing juga ya, tapi akhirnya semua ok,” ungkap Linda.

Doa Jutaan Insan diawali dengan penampilan Qin Xing Song (Himne Ajaran Jing si) yang dikenal juga dengan penampilan Lonceng dan Gendang. Ini ditampilkan oleh remaja-remaja Tzu Chi yang mengundang decak kagum para tamu undangan. Master Cheng Yen yang pernah berceramah, ”Gendang tidak ditabuh takkan berbunyi! Genderang  mesti ditabuh orang, silsilah ajaran Jingsi juga harus diwariskan oleh orang. Inilah “Pewarisan Dharma dengan lonceng dan gendang” dari insan Tzu Chi melalui Himne Ajaran Jing Si.


Dokter Locie sedang menyuguhkan teh untuk sang ibu tercinta.

Peringatan Waisak berlangsung khimat dan tertib. Para peserta yang hadir berdoa semoga kekuatan doa jutaan insan Tzu Chi sedunia dapat menghapus ribuan bencana dan manusia dapat hidup damai dan bersahabat dengan alam.

Salah satu tamu undangan mendapat pencerahan batin selama mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha, Angelina (17). Ia mengatakan kegiatan yang diadakan oleh Tzu Chi selalu memiliki daya tariknya sendiri.

“Berbeda sekali dengan kegiatan perayaan Waisak yang pernah saya ikuti. Biasanya saya mengikuti pemandian Rupang Buddha dengan cara menuangkan air ke patung Buddha, seperti memandikan patung tersebut. Tetapi di Tzu Chi, pemandian Rupang Buddha dengan telapak tangan menyentuh air, kemudian mengambil sekuntum bunga,” ungkap Angelina. Dalam mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha, ia juga mengajak beberapa temannya.

Prosesi pemandian Rupang Buddha ada tiga aba-aba yaitu: Li Fo Zu, dengan hati paling tulus dan hormat membungkukkan badan 90 derajat. Dengan kedua telapak tangan menyentuh air, kita membersihkan kerisauan dalam hati. Saat ada aba-aba Jie Hua Xiang, badan dibungkukkan kembali dan mengambil sekuntum bunga. Sekuntum bunga yang kita ambil bermakna menerima keluhuran ajaran Buddha. Aba-aba terakhir adalah Zhu Fu Ji Xiang yaitu semoga diberkahi keberuntungan.

Terima Kasih Ibu


Keharuan yang terlihat di acara hari ibu.

“Sepasang tangan yang mendorong ayunan, juga telah mendorong maju seluruh dunia”, penggalan dari lagu Mu Qin de Shou (Tangan Ibunda) memberikan makna yang sangat dalam atas jasa seorang Ibu. Seorang ibu yang berusia 100 tahun masih akan mengkhawatirkan anaknya yang berusia 80 tahun. Itulah ungkapan kasih Ibu sepanjang hayat bagi anak-anaknya.

Seumur hidup, seorang anak tidak akan bisa membalas budi luhur yang telah diberikan oleh ibu yang rela mengorbankan segalanya demi anak-anaknya. Setelah Peringatan Hari Waisak, diadakan sesi Peringatan Hari Ibu Internasional dengan acara “Cuci Kaki” sekitar pukul 17.30 yang dipandu oleh Lutiana.

Liliana yang sudah tiga kali menjadi PIC hari Ibu merasa persiapan untuk kegiatan cuci kaki minim karena harus mendampingi dan mengurus ibunya yang sedang sakit. Baru dua minggu terakhir, persiapannya dikebut dan semua dapat berjalan lancar. Tahun ini pesertanya meningkat. Tahun ini ada sekitar 60an yang ikut.

“Kita harus berterima kasih kepada orangtua kita, karena saya sudah tidak punya papa, maka harus lebih sayang sama mama,” ungkap Liliana.

Berbagai perasaan muncul dalam sesi acara cuci kali. Ada rasa bahagia, ada rasa haru yang disertai tangisan kebahagiaan atas bakti yang ditunjukkan.

“Acara sesi cuci kaki ini terasa banget buat saya, teringat pada mama yang sudah tiada, sungguh terasa bangat tahun ini ngak ada mama,” kata Linda dengan nada suara tertahan. “Bagi yang masih punya mama, berbaktilah,, ungkap Linda yang didampingi oleh dua anaknya yang ikut dalam penampilan Qin Xing Song.

Di antara yang ikut acara cuci kaki, tampak dokter Locie, dokter TIMA yang berdomisili di Taluk Kuantan, khusus datang bersama keluarga. Ia berkesempatan membawa ibu tercinta yang tinggal di Jakarta ikut di acara Cuci Kaki. Bagi Dokter Locie, karena jarak yang memisahkan mereka membuatnya merasa kurang dapat memberikan perhatian kepada ibunya.

“Semoga mama tambah sehat dan bahagia serta rasa khawatirnya terhadap anak dapat berkurang,”, ungkap dokter Locie seraya memeluk mama tercinta.

“Cuci kaki hanyalah sebuah simbol kerendahan hati dan ini hanya bagian kecil saja dari tindakan kita. Bagian terbesar adalah lebih memperhatikan orangtua, jaga kesehatan mama agar dapat melakukan kegiatan dengan baik,” ungkap dokter yang ramah ini.

Bagi Ibunya, Lim Le Hong, ini merupakan kali pertama mengikuti acara cuci kaki. “Dokter anak yang berbakti, mama tidak selalu di sampingnya, mama di Jakarta,” ujar Ibu Lim dalam bahasa Hokkian.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Sikap jujur dan berterus terang tidak bisa dijadikan alasan untuk dapat berbicara dan berperilaku seenaknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -