Menjadi Guru Humanis

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati

Pelatihan pendidikan guru humanis yang diadakan di Aula Jing Si Lantai 2, Tzu Chi diikuti sebanyak 118 peserta dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng dan sekolah-sekolah dibawah koordinasi BKPBI pada 04 Juli 2015.

Bertempat di Fu Hui Ting Lantai 2 Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, ratusan pahlawan tanpa tanda jasa berkumpul bersama. Selama dua hari, yaitu 4 – 5 Juli 2015 mereka berkumpul untuk mengikuti “Pelatihan Pendidikan Guru Humanis” bersama enam guru dari Taiwan mengenai bagaimana mendidik murid dengan cinta kasih. Sebanyak 118 peserta dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng dan sekolah-sekolah yang tergabung dalam BKPBI (Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis Indonesia), seperti Sekolah Triratna, Ehipassiko School, Sekolah Buddhis Silaparamita, dan Sekolah Maha Bodhi Vidya hadir dalam pelatihan ini.

Then Song Sie yang kali ini memandu acara mengatakan bahwa pelatihan pendidikan guru humanis kali ini lebih mengarah pada sharing pengalaman, baik guru di Indonesia maupun di Taiwan. “Dalam pelatihan ini saya merasa kali ini lebih kepada sharing dibanding pemberian materi. Guru-guru sekolah Tzu Chi di Indonesia memberikan sharing sehingga ada pertukaran pengetahuan bagaimana melakukan pengajaran tersebut. Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang lebih hanya satu arah,” ujar guru Bahasa Mandarin di SMP Cinta Kasih Tzu Chi ini.


Then Song Sie memandu acara pelatihan kali ini. Ia mengatakan bahwa pelatihan pendidikan guru humanis kali ini lebih mengarah pada sharing pengalaman baik guru di Indonesia maupun di Taiwan. 
Para peserta mendengarkan sharing dari guru-guru Taiwan dengan penuh perhatian.

Mengajar dengan Bersungguh Hati

Dalam pelatihan hari pertama (4/7) ini memang lebih mendalami bagaimana mengelola kelas saat mengajar tanpa meninggalkan prinsip mendidik dengan cinta kasih. Salah satu trainer dari Taiwan, Zhang Pei Feng, memberikan sharingnya tentang cara mengelola kelas dan menyebarkan cinta kasih kepada anak didik. Menurutnya cinta kasih sangat penting dalam pendidikan yang diterapkan dalam  kehidupan sehari-hari dan di sekolah.

“Saya merasa perasaan yang paling penting, jika anak merasakan cinta kasih sayang, maka dia akan bersedia (bekerja sama). Setelah dia merasakan, di kehidupan sehari-hari dapat dilaksanakan juga,” tutur Zhang Pei Feng. Ia juga melihat perkembangan pendidikan Tzu Chi di Indonesia yang cukup baik. “Dua belas tahun yang lalu saya melihat anak-anak begitu lemah lembut memperlihatkan budaya humanis Tzu Chi, sekarang dua belas tahun kemudian, saya melihat bagaimana guru-guru mengajar anak-anak dan mendengar sharing dari guru, saya menyadari bahwa semua guru mengajar dengan sungguh hati,” ungkapnya, “Dengan demikian anak-anak memiliki budi pekerti yang baik,” tambahnya.

Zhang Pei Feng juga berbagi bagaimana cara pengelolaan kelas dan mendidik anak melalui Kata Perenungan Master Cheng Yen. Menurutnya, kata perenungan bisa dijadikan sebagai alat untuk mengelola kelas, menyemangati anak.  “Saya sendiri merasakan manfaat penggunaan kata perenungan Jing Si dalam pengajaran. Setelah memahaminya dan dapat merasakan sendiri maka akan dapat mendesain satu pelajaran berdasarkan kata perenungan itu,” ujar guru yang sudah 16 tahun mengajar di sekolah Tzu Chi ini. “Melihat guru sekolah Tzu Chi di Indonesia, saya sangat kagum. Saya yakin dengan adanya guru-gurunya yang sesungguh hati dan mempunyai banyak cara mengajar pasti dapat menjadi kekuatan besar baru untuk pendidikan di Indonesia,” ucapnya.

Zhang Pei Feng memberikan sharingnya tentang cara mengelola kelas-menyebarkan cinta kasih kepada anak didik.

Disela-sela sharing materi, para guru diajak bersama-sama untuk merelaksasi tubuh dengan gerakan isyarat tangan yang diajarkan guru dari Taiwan.

Pentingnya Budaya Humanis

Kepala Sekolah Dasar Cinta Kasih Tzu Chi, Freddy mengaku pentingnya penerapan budaya humanis dalam sekolah. Dan pada pelatihan kali ini banyak pelajaran yang diperolehnya. “Tidak ada anak yang tidak bisa dididik melainkan caranya yang belum tahu,” ungkapnya, “Di sini saya diingatkan lagi bukan salah si anak tetapi guru yang belum menemukan cara untuk menangani, bahkan guru memberikan contoh bahwa from nothing to something, from zero to hero.”

Bagi Freddy, budaya humanis merupakan dasar dari seluruh pelajaran-pelajaran lain. “Jika ada kendala di pelajaran lain akan diselesaikan dengan budaya humanis,” ujarnya. Sehingga ia pun mengatakan bahwa dengan ditekankannya budaya humanis, seorang guru juga belajar memanusiakan manusia, memanusiakan murid-muridnya.

Freddy (nomor dua) mengaku bahwa budaya humanis sangat penting diterapkan di sekolah dalam mendidik siswa-siswinya.

Roch Aksiadi tidak melewatkan kesempatan untuk mencatat poin-poin penting pada saat materi. Ia mengaku banyak sharing dan materi yang dapat diserapnya dari pelatihan kali.

Senada dengan Freddy, Roch Aksiadi, perwakilan dari Ehipassiko School Tangerang juga mengaku banyak sharing dan materi yang dapat diserapnya dari pelatihan kali ini. “Bagus, karena ini (pelatihan) suatu budaya humanis yang harus dilakukan di sekolah-sekolah di Indonesia, khususnya sekolah yang dibawah BKPBI,” ucap kepala sekolah Ehipassiko ini. Bahkan setelah kepulanganya dari pelatihan ini, ia akan berbagi ilmu yang didapatkannya agar bisa menerapkan budaya humanis Tzu Chi di sekolahnya.

“Saya akan berkomunikasi pada rekan-rekan guru Ehipassiko School,” kata pria yang sudah 12 tahun bergelut di dunia pendidikan ini. Lebih lanjut ia mengatakan, “Bagusnya menerapkan budaya humanis ini memang dari level TK, jika setiap anak sudah memiliki budaya humanis dari kecil maka sekolah akan damai tidak ada kekerasan, tidak ada permusuhan, yang ada hanyalah cinta kasih dan kedamaian,” ucapnya. Roch pun mengaku bahwa terdapat kata yang selalu diingatnya bahwa setiap orang memiliki potensi yang tak terhingga, “Siapapun muridnya apapun masalahnya jangan dikucilkan karena ia butuh ilmu dan ilmu itu tak terhingga nilainya,” tukasnya.

Mendidik anak dengan cinta kasih memang sangat diperlukan dalam pengajaran agar setiap anak dengan karakter yang berbeda-beda memiliki kesamaan dalam budi pekerti yang baik. Hal ini dapat dicapai oleh seorang pendidik yang memiliki cinta kasih pula sehingga menjadi guru yang humanis.


Artikel Terkait

Menjadi Guru Humanis

Menjadi Guru Humanis

06 Juli 2015

Selama dua hari, yaitu 4 – 5 Juli 2015 mereka berkumpul untuk mengikuti “Pelatihan Pendidikan Guru Humanis” bersama enam guru dari Taiwan mengenai bagaimana mendidik murid dengan cinta kasih. Sebanyak 118 peserta dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng dan sekolah-sekolah yang tergabung dalam BKPBI (Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis Indonesia), seperti Sekolah Triratna, Ehipassiko School, Sekolah Buddhis Silaparamita, dan Sekolah Maha Bodhi Vidya hadir dalam pelatihan ini.

Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -