Menjadi Remaja yang Keren di Kamp Pendewasaan Remaja Tzu Chi

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul Khotimah

doc tzu chi

Sebanyak 168 remaja Tzu Chi mengikuti kamp pendewasaan pada 8-9 April 2017. Tak hanya dari Jakarta, mereka juga datang dari Tangerang, Batam, Medan, Pekanbaru, dan Sukabumi.

Siapa yang tak ingin menjadi pribadi yang lebih baik? Remaja-remaja Tzu Chi ingin menjadi anak yang tak hanya pintar di sekolah namun juga berwelas asih dan bijaksana. Itu juga yang memotivasi mereka saat mengikuti Kamp Pendewasaan Remaja Tzu Chi Tzu Shao Ban yang berlangsung pada 8-9 April 2017 kemarin di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk Jakarta.

Kamp pendewasaan ini sudah menjadi agenda tahunan. Namun tahun ini lebih istimewa dengan ikut sertanya remaja-remaja Tzu Chi yang merupakan anak-anak kelas budi pekerti dari Medan, Pekanbaru, Batam, dan Tangerang. Ada pula beberapa remaja dari Sukabumi. Para relawan dari Misi Pendidikan Tzu Chi Indonesia merancang semua materi dengan sungguh-sungguh. Baik materi budi pekerti, games, cara berinteraksi dengan orang lain, dan tentang kedispilinan.

Donny Wijaya (17) dari Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Medan misalnya mengaku tidak rugi sudah datang dari jauh karena mendapatkan banyak materi dan ilmu. Seperti tentang kekuatan impian dari motivator Tung Desem Waringin.

“Motivasinya mengajarkan untuk tidak menyerah, terus berjuang menggapai impian. Saya ingin jadi leader coach agar bisa memotivasi orang lain,” kata Donny.

Siswa SMA 2 Cinta Budaya Medan ini juga berencana membagikan ilmu yang didapat kepada teman-temannya di kelas budi pekerti yang kebetulan tidak bisa datang ke Jakarta. Selain mendapat banyak ilmu, Donny juga mendapatkan banyak teman baru dari berbagai daerah.

Sementara Alfred Yang (16) dari Pekanbaru terutama belajar tentang bersabar. “Setiap orang punya sifat yang berbeda-beda. Dan saya memang orangnya emosian. Di sini ditahan-tahan. Kita harus menahan, karena tidak boleh menyakiti makhluk lain,” kata Alfred.

Tak cuma belajar bagaimana mengelola emosi, Alfred juga bertekad untuk mengembangkan diri. “Sejauh ini prestasi saya di basket dan fotografi, juga jadi MC. Saya ingin lebih mengambangkan ketiganya,” kata Alfred yang juga bersekolah di SMA Dharma Loka Pekanbaru.

Materi yang diberikan menambah wawasan para remaja ini bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Selain itu di kamp ini, anak-anak menginap satu malam sehingga mereka belajar mandiri.


Kamp diselingi games yang mendidik. Games membuat rumah mengajak anak-anak bahwa dengan kerjasama dan kekompakan, tujuan yang baik seberat apapun akan bisa diwujudkan.

Dalam sesi tentang hubungan diri dengan orang lain, anak-anak kelas budi pekerti ini diminta untuk menuliskan sebanyak-banyaknya apa yang mereka syukuri. Anak-anak juga diminta untuk menuliskan tiga hal yang akan mulai mereka lakukan. Dalam waktu singkat, Gerry dari Batam menulis 21 hal yang ia syukuri.

“Punya tempat tinggal yang layak. Bisa makan tiga kali sehari. Ada teman yang membantu. Bisa sekolah, punya sepatu, memiliki keluarga, bisa jalan, bisa bicara,” kata Gerry.

Sementara tiga hal yang akan Gerry lakukan adalah tidak boros, menghargai orang yang lebih tua, dan lebih bijak dalam pemakaian air.

Anak-anak juga dipersilakan untuk mengungkapkan perasaan mereka saat dimarahi dengan suara keras dan bagaimana sikap mereka saat merespon. Juga bagaimana jika mereka diingatkan dengan kata-kata lembut.

Relawan Deasy dan Kimsry menjelaskan bahwa sikap dan temperamen adalah cerminan dari dalam hati orang tersebut. Karena itu hendaklah seseorang bertutur kata secara halus dan mengekspresikan dengan wajah yang lembut.

“Selain itu mengucapkan perkataan yang baik, berbicara dengan baik, membina hubungan yang baik dengan orang lain sehingga tidak akan timbul kebencian atau pun dendam di hati orang lain yang nantinya akan menjadi rintangan bagi sesama,” kata Relawan Deasy.

Anak-anak tampak senang dan menikmati semua sesi. Apalagi di sesi games. Dalam games membangun rumah, anak-anak hanya diberikan bahan beberapa lembar koran dan lakban. Waktu menyelesaikan tantangan ini sangat terbatas.

Anak-anak saling bertukar ide bentuk rumah seperti apa yang akan mereka buat. Setelah sepakat, mereka langsung berbagi tugas. Ada yang memilin koran untuk membuat tiang, ada yang menyiapkan atap. Meski cukup sulit, karena kerjasama, mereka bisa menyelesaikan tantangan tersebut. Games ini juga menunjukkan bahwa dalam berbuat kebaikan kadang tak selalu mulus. Seseorang juga akan menemui kesulitan. Namun karena sudah ada niat baik, seseorang tetap dapat menyalurkan cinta kasihnya.

Menjelang siang, anak-anak dibuat bersemangat dengan materi dari motivator Analgin Ginting. Suaranya yang menggelegar, membuat anak-anak tidak bisa tidak memperhatikannya. Ia berbicara tentang bagaimana menjadi orang yang berguna bagi banyak orang. Ia mengawali materi dengan mengutip perkataan ilmuan Albert Einstein bahwa hidup akan berguna kalau kita berguna bagi orang lain. Untuk menjadi berguna lima hal yang harus dimiliki oleh setiap orang dan menguraikannya secara gamblang. 

“Seseorang itu harus berdisiplin, yang kedua dia itu mengutamakan sepanjang hidupnya kejujuran. Yang ketiga dia mempunyai yang namanya daya juang. Yang keempat dia harus mempunyai creativity. Dan yang terakhir adalah mandiri,” kata Motivator Analgin Ginting.

Murid-murid kelas Tzu Shao Batam saat sharing dengan pendamping masing-masing tentang kesan mereka selama mengikuti kamp juga masukan untuk kegiatan di kelas budi pekerti setibanya di Batam. 

Koordinator kamp, Christine Kunadi Hioe sangat senang melihat semangat anak-anak kelas budi pekerti, terutama dari luar Jakarta yang sudah jauh-jauh datang untuk belajar.

“Tema tahun ini lebih tentang keakraban supaya satu sama lain bisa menjalin kasih lebih akrab. Baik antara anak dengan anak, anak dengan pendamping baik Duifu Mama dan juga dengen Gege dan Jiejie yang mendampingi mereka di kelas. Kita juga mengundang motivator-motivator dari luar yang memang sudah pakarnya,” kata Christine Kunadi Hioe.

Mariany Heriko, relawan tim pendidikan dari Tzu Chi Pekanbaru mengakui kegiatan kamp ini memiliki nilai sangat positif yang bermanfaat dan penting bagi anak-anak yang ia bawa ke Jakarta. Apalagi mengingat usia remaja yang masih labil. Dalam waktu yang sama pengaruh lingkungan mereka juga besar.

“Kita ingin anak-anak ini berkembang, disiplin, bertanggung jawab, mandiri. Itu kan semua harus dilatih. Dan kebetulan ada kamp di Jakarta, ada dari daerah-daerah lain juga. Ini kan juga satu kesempatan buat mereka menambah wawasan, sahabat-sahabat mereka juga bertambah,” kata Mariany.  

Jumlah murid kelas budi pekerti Tzu Shao Ban sendiri di Pekanbaru yang aktif sekitar 50 anak. Yang dibawa kali ini ada tujuh anak, ada yang kelas 3 SMA.

Sementara itu Tzu Chi Batam membawa 20 anak-anak kelas budi pekerti dari kelas Tzu Shao. Relawan Tzu Chi Batam, Megawati ingin melalui pelatihan ini anak-anak makin terbuka wawasannya terutama tentang kedisiplinan.

“Saya ingin anak-anak tahu bahwa kedisiplinan itu sangat penting untuk mereka sendiri. Dan mereka harus belajar mandiri. Suatu hari nanti mereka mau tidak mau harus mandiri. Jadi ini suatu permulaan bagi mereka, agar mereka tidak kaget,” ujar relawan Megawati.  

Selain anak-anak, Tzu Chi Batam juga membawa tujuh orang pendamping atau Daai Mama untuk meniru bagaimana mengkoordinir murid-murid secara efektif. Ini untuk mendukung perbaikan dan perkembangan kelas budi pekerti di Batam.

Editor : Yuliati


Artikel Terkait

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -