Merawat Anak Spesial Bernama Aini

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Mindarti (He Qi Pusat), Videografer: Clarissa R.

Hidup menjadi ringan apabila seseorang menjalaninya dengan tulus dan ikhlas. Itulah pelajaran dari Sri Mulyani, ibu dari Aini, anak umur delapan tahun yang lahir dengan spinal muscular atrophy type 2 sekaligus pneumonia akut.

Spinal muscular atrophy type 2 merupakan kelainan otot saraf genetik yang memengaruhi sel saraf yang mengontrol kerja otot atau neuron motorik (sel-sel saraf yang mengirimkan sinyal output listrik ke otot, yang memengaruhi kemampuan otot untuk berfungsi). Sedangkan pneumonia adalah radang atau infeksi paru-paru. Kedua penyakit itulah yang diderita oleh Aini dan baru diketahui dengan pasti oleh sang ibu, ketika usianya 5 tahun.

Aini dan Penyakit Langka


Mindarti Susilo (kanan) dan Beti Susanti (kiri) relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pusat mengunjungi Aini dan keluarganya di rumahnya di Pondok Bambu, Jakarta Timur, 2 September 2020.

Aini dilahirkan kembar, namun saudara kembarnya meninggal beberapa saat setelah dilahirkan. Ia lalu tumbuh seperti bayi normal hingga usianya 8 bulan. Setelah itu pertumbuhannya seperti terhenti. Pertama ditandai dengan Aini yang susah buang air besar (BAB) hingga tekstur kotoran yang tidak pernah normal, sehingga harus selalu dibantu dengan obat pencahar. Selain itu Aini juga kerap sesak napas.

Dokter yang dikunjungi oleh Sri Mulyani mendiagnosis anak yang saat itu berusia delapan bulan tersebut dengan pneumonia. Tapi Sri curiga Aini menderita penyakit yang lain. Untuk tahu penyakit anaknya secara pasti, ia berganti tujuh rumah sakit selama lima tahun, juga melakukan pengobatan alternatif. Sampai pada akhirnya ia datang ke RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Di sana barulah ia tahu penyebab kondisi anaknya yang tidak normal.

“Saya syok banget, berarti selama ini yang saya lakukan di rumah sakit lain, nggak ada hasil,” ungkap Sri Mulyani. “Dari situ saya belajar ikhlas karena memang semua itu benar. Apa yang dibilang dokter di Cipto (RSCM), dari A sampai Z itu benar. Dengan semua ciri-ciri yang Aini rasain itu, semua benar. Dokter bilang ini penyakit langka,” lanjut Sri belajar menerima walaupun sangat berat. Apalagi memikirkan biaya yang harus ia tanggung mengingat Sri Mulyani adalah ibu rumah tangga, sedangkan sang suami adalah seorang petugas keamanan (Satpam) perumahan.


Kehadiran relawan disambut hangat Sri Mulyani, ibu Aini di rumahnya.

Penyakit langka itu menyebabkan otot-otot Aini tidak mampu bekerja. Semua lemas. Itulah sebabnya Aini tidak bisa BAB dengan normal karena ototnya tidak mempunyai kekuatan untuk mendorong. Aini tidak mampu mengejan. Untuk makan pun, otot-otot di tenggorokannya juga tidak memiliki kekuatan sehingga ia kerap tersedak. Pertumbuhan organ dalamnya juga mandek. Kelumpuhan itu ia derita dari leher sampai kaki.

Mengatasi masalah susahnya BAB, dokter membuat anus baru namun ternyata tidak bisa berfungsi. Akhirnya jalan lain adalah dengan membuat lubang di perut Aini sehingga ia harus mengenakan kantong kolostomi seumur hidupnya. Sedangkan mengatasi masalah sulitnya menelan, Aini harus menggunakan selang nasogastrik sehingga ia hanya boleh makan dengan tekstur yang sangat halus, yakni susu.

Sri Mulyani tak mempunyai pilihan karena mau tak mau ia harus menerima. Dokter pun tak pernah memberikan harapan yang tinggi kepada ibu dua anak itu. “Aini ya selamanya akan begini, nggak bisa sembuh,” tutur Sri mengingat perkataan dokter.

Iman, Sandaran Keluarga


Kondisi Aini ketika relawan pertama kali melakukan survei dua tahun lalu. Saat itu Aini masih berstatus gizi buruk.

Terus mencoba untuk ikhlas, itulah yang dilakukan Sri Mulyani. Pun sebagai Muslim yang taat, ia semakin mendekatkan diri kepada Allah. Ia sadar bahwa anak adalah karunia. Dan Ainilah yang nantinya akan menuntunnya ke surga.

“Satu, saya salat wajib. Dua, saya sama Aini puasa sunnah – Senin Kamis. Saya ajak Aini puasa sejak bulan Maret. Saya bilang ke Aini, ‘Dek puasa Sunnah yuk, Dek. Biar Aini sehat terus, biar Allah ngasih rezeki yang terus mengalir buat Aini’,” cerita Sri Mulyani.

Aini menyambut ajakan ibunya dengan senang hati. Bahkan ia kerap menangis ketika tidak bisa ikut berpuasa saat kondisi kesehatannya sedang menurun. Anak kedua itu juga selalu menjadi pengingat orang tuanya untuk melakukan salat.

“Saya sangat bangga sama dia (Aini) itu, ketika waktunya salat, dia selalu ingatkan saya, karena kalau salat kan saya doain dia. Pokoknya dia selalu ingatkan saya. Itu yang bikin saya semangat ngurus dia. Allah sudah kasih yang terbaik ini (Aini) buat saya,” jelas Sri Mulyani.

Dukungan dari Tzu Chi


Sri Mulyani telaten merawat Aini dengan melakukan terapi tengkurap dan terapi duduk setiap harinya untuk melatih pernapasan juga meningkatkan kekuatan otot.

Tzu Chi menjadi salah satu yang mendukung Sri Mulyani dan keluarganya melalui relawan komunitas He Qi Pusat. Sejak dua tahun lalu, tahun 2018, Aini menerima bantuan dari Tzu Chi berupa susu, popok, dan biaya laboratorium yang tidak ditanggung BPJS. Bantuan itu membuat Aini yang dulunya berstatus gizi buruk, kini menjadi gizi baik.

“Itu saya benar-benar bersyukur banget ya Allah, kalau nggak dapet bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi, mungkin Aini nggak bisa seperti sekarang,” tutur Sri Mulyani, “sekarang Alhamdulilah setelah ada bantuan dari yayasan, statusnya jadi gizi baik.”

Relawan Tzu Chi yang berkunjung pada 2 September 2020 kemarin juga merasa bahagia bisa melihat kondisi Aini yang jauh berkembang dengan badan yang berisi dan wajah yang segar. Ditambah mendengarkan cerita dari Sri Mulyani yang begitu teliti merawat anaknya, relawan seperti mendapatkan pengingat tentang besarnya kasih seorang ibu.

“Ibunya ini merawat Aini sangat telaten sekali dan tidak mengenal lelah atau bosan. Ibu Aini juga merasakan bahwa Aini adalah karunia dari Tuhan yang harus dia jaga. Apapun yang terjadi mereka tetap pasrah, tapi terus berusaha,” kata Mindarti Susilo, relawan pendamping keluarga Aini terkesan.

“Dari Mama Aini saya melihat bahwa keikhlasan yang besar dari seorang ibu dalam merawat anaknya yang benar-benar memerlukan perhatian ekstra,” imbuh Beti Susanti.


Relawan menyerahkan bantuan sembako kepada Sri Mulyani dan keluarga mengingat kondisi Covid-19 juga berdampak pada keluarganya.

Pernah mendampingi di titik terendah sebuah keluarga, relawan Tzu Chi tak akan begitu saja melepaskan hubungan dengan para keluarga penerima bantuan. Sebaliknya, jalinan jodoh yang terpaut akan terus menjadi ikatan untuk saling menguatkan dan memberikan dukungan. Keduanya pun berharap bisa terus bisa mendampingi keluarga Aini seraya berdoa bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, termasuk kesembuhan Aini.

“Tetaplah beryukur kepada Tuhan, merawat Aini dengan penuh kasih dengan berserah dan biarlah Tuhan yang bertindak,” pesan Mindarti untuk Sri Mulyani yang disambut senyuman hangat dan ungkapan terima kasih yang menandakan kekuatan hati seorang ibu.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -