Mewariskan Generasi yang Bermoralitas

Jurnalis : Elin Juwita (Tzu Chi Tebing Tinggi), Fotografer : Erik Wardi (Tzu Chi Tebing Tinggi)

doc tzu chi indonesia

Kelas budi pekerti Tzu Chi Tebing Tinggi yang diadakan pada Minggu, 28 Januari 2018 merupakan kelas pertama. Anak-anak mengikuti kelas tersebut dengan penuh semangat.

Minggu, 28 Januari 2018 terlihat beberapa Bodhisatwa cilik dengan mengenakan seragam Tzu You dan wajah tersenyum bahagia datang ke Kantor Penghubung Tzu Chi Tebing Tinggi. Hari itu merupakan hari pertama mereka mengikuti kelas bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi di Tebing Tinggi. Semangat dan sukacita terlukis pada wajah para bodhisatwa cilik saat mengantri untuk melakukan pendaftaran sebelum memasuki kelas.

Pembukaan kelas baru bimbingan budi pekerti diikuti oleh 50 siswa dan didampingi orang tua. Mereka merasakan kegembiraan dari awal hingga akhir acara. Para Daai mama dan daai papa membantu dan membimbing anak-anak dalam mempersiapkan segala perlengkapan mulai dari memperhatikan kerapian rambut, seragam, persiapan alat makan, dan pengisian buku komunikasi sebelum memasuki kelas.

Memasuki sesi berikutnya, para Bodhisatwa cilik dibimbing bagaimana menjalin jodoh yang baik dengan orang, mengucapkan kata-kata yang baik setiap hari, menjalin keharmonisan dalam kelompok melalui permainan memegang koin dengan saling menempel ibu jari sambil memperkenalkan diri dan mengucapkan doa dengan teman di sampingnya dan kemudian dilanjutkan ke teman berikutnya. Para orang tua juga diajak ikut serta dalam permainan tersebut.

doc tzu chi indonesia

Daai Mama dan Daai Papa membimbing Bodhisatwa cilik dalam mempersiapkan segala kelengkapan seperti alat-alat makan, dan menjelaskan bagaimana memegang kantung makanan yang benar.

doc tzu chi indonesia

Sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung, para Bodhisatwa juga diajak untuk menenangkan batin (relaksasi) selama 2 menit.

Kemudian dalam sesi permainan “Naik Kereta Api” para Bodhisatwa cilik mencari pasangan bergandengan tangan dari pasangan 2, 3, 4 hingga menjadi gandengan lingkaran besar membentuk rangkaian kereta api. Dalam permainan ini mengandung makna bahwa para insan Tzu Chi saling bergandengan tangan, bahu membahu mengikuti langkah master. Langkah harus sama agar tidak berbenturan, sehingga barisan Tzu Chi semakin panjang dan bisa bergerak seirama, harmonis, dan indah.

Dalam sesi kesepakatan, para Bodhisatwa cilik dijelaskan tentang tata krama dan budaya humanis Tzu Chi. Tujuannya agar mereka bisa disiplin, menjalankan sila, tahu bersyukur menghormati orang tua dan guru, saling mengasihi, agar bisa menumbuhkan sifat welas asih dan jiwa kebijaksanaan. Para Bodhisatwa cilik dibimbing untuk belajar mengerti bersyukur karena orang yang memiliki rasa syukur barulah merupakan orang yang memiliki cinta kasih. Mereka juga dibimbing untuk belajar menjalani hidup, bagaimana memperlakukan orang, belajar bagaimana menerima dan belajar menunjukkan rasa syukur. Bentuk konkrit dari cara hidup adalah cara berpakaian, makan, bertempat tinggal, dan berperilaku. Berpakaian harus rapi, makan harus sesuai aturan, berperilaku dan berjalan harus sesuai dengan norma, dan tempat tinggal harus dijaga kebersihannya. Inilah kualitas sebagai manusia.

doc tzu chi indonesia

Usai kegiatankelas budi pekerti, anak-anak melakukan doa bersama.

doc tzu chi indonesia

Anak-anak juga diajarkan untuk mandiri. Dalam hal ini mereka mencuci alat makan sendiri usai makan siang.

Sesi istirahat siang, para Bodhisatwa cilik masuk ke ruang makan dengan tertib dan mempraktikkan tata krama makan yang baru diajarkan di kelas. Sesi ini diawali dengan doa bersama-sama. Daai mama dan daai papa mendampingi mereka sambil memperhatikan tata krama mereka. Selesai makan, mereka diarahkan untuk mengantri dan mencuci alat makan sendiri.

Perasaan suka cita dan bersyukur tergambar dari wajah setiap Bodhisatwa cilik, Daai Mama dan Daai Papa, juga orang tua yang turut hadir selama pembelajaran berlangsung. “Selama kelas budi pekerti ini, saya telah mempelajari banyak pelajaran seperti tata karma, sopan santun, menghormati orang tua, 10 sila dari Tzu Chi, dan saya juga mempelajari isyarat tangan dari shigu dan shibo. Saya merasa bahagia, bersyukur, dan banyak berterima kasih,” ucap Elbert Hutady  usai megikuti pembukaan kelas budi pekerti.

Editor: Yuliati


Artikel Terkait

Inspirasi dari Budi Pekerti

Inspirasi dari Budi Pekerti

28 April 2016

Minggu, 24 April 2016, bertempat di Jing Si Books & Café Pluit berlangsung Kelas Budi Pekerti Tzu Chi tingkat Qing Zi Ban (usia 5 – 8 tahun). Sebanyak 18 siswa hadir berbaris teratur di kelompoknya masing-masing. Mengangkat tema Mencari Harta Karun, kelas budi pekerti dikemas sederhana dengan tujuan untuk menanamkan budi pekerti bagi siswa.

Mengenalkan Mengasihi dan Menghargai Kehidupan Sejak Dini

Mengenalkan Mengasihi dan Menghargai Kehidupan Sejak Dini

26 Juni 2019

Kelas bimbingan budi pekerti He Qi Pusat kembali diadakan pada Minggu, 16 Juni 2019 yang berlangsung di ITC Mangga Dua lantai 6, Jakarta Utara dengan tema “Saling Mengasihi, Welas Asih, Menghargai Kehidupan.” Kelas dihadiri oleh 36 orang relawan Tzu Chi, 14 orang murid, 25 orang murid Qin Zi Ban (B) dan 23 orang murid Tzu Shao Ban.

Menyederhanakan Kehidupan Melalui Pola Asuh Berkesadaran

Menyederhanakan Kehidupan Melalui Pola Asuh Berkesadaran

28 November 2023

Sebagai bagian dari Kelas Budi Pekerti, komunitas relawan Tzu Chi di He Qi Barat 1 dan Barat 2 mengadakan Kelas Orang Tua di Gedung Sekolah Cinta Kasih, Cengkareng, Jakarta Barat, pada hari Minggu, 12 November 2023.

Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -