Pemberkahan Akhir Tahun 2017: Pembabaran Dharma Melalui Bahasa Isyarat Tangan

Jurnalis : Metta Wulandari, Teddy Lianto, Suyanti (He Qi Pusat), Fotografer : Arimami, Henry T, Joe S (He Qi Utara 2), Metta W, Ong Tjandra (He Qi Barat), Stephen Ang (He Qi Utara 2)


Sebanyak 96 relawan membawakan isyarat tangan Sutra Makna Tanpa Batas di hadapan para tamu pada Pemberkahan Akhir Tahun 2017 Tzu Chi Indonesia, Minggu, 28 Januari 2018.

Dalam rangka 25 tahun Tzu Chi Indonesia, sepanjang tahun 2018, insan Tzu Chi Indonesia tengah mendalami Sutra Makna Tanpa Batas yang selama ini menjadi pedoman Master Cheng Yen dalam memberikan arah kepada murid-muridnya. Pendalaman Sutra ini dilakukan dengan beragam cara: pelajaran isyarat tangan, bedah buku, dan juga menulis kaligrafi.

Dalam Pemberkahan Akhir Tahun 2017 Tzu Chi Indonesia kali ini, Isyarat tangan Sutra Makna Tanpa Batas ditampilkan secara khusus oleh 83 relawan peraga isyarat tangan dan 13 relawan penabuh genderang. Kesemua relawan itu dengan penuh keindahan, kelemah-lembutan, namun juga penuh semangat memeragakan setiap bagian dalam Sutra Makna Tanpa Batas.


Indari (berjilbab ungu) menyaksikan dengan seksama setiap penampilan maupun sharing yang dibawakan oleh relawan.

“Saya jadi pengen bisa (memeragakan) juga,” ucap Indari, satu tamu undangan yang datang bersama teman dan keluarganya. Sementara itu Hartono yang datang bersama Indari mengaku terkesan. “Selama pertunjukkan saya berusaha menyelami makna dari peragaan isyarat tangan. Semoga bisa mempraktikkannya dalam kehidupan sehari hari,” tutur Hartono yang sudah beberapa kali hadir dalam kegiatan-kegiatan Tzu Chi.

Makna Tiap Bagian dalam Penampilan Sutra Makna Tanpa Batas

Empat bagian yang ada dalam Sutra yang ditampilkan memiliki makna yang berbeda. Elvy Kurniawan, koordinator isyarat tangan menjelaskan makna dari setiap bagian dengan ringkas.

Bagian pertama berisi intisari Sutra Makna Tanpa Batas yang menjelaskan tentang kondisi batin yang tenang mendukung seseorang dapat menerima ajaran dengan baik sehingga pada akhirnya akan mendapatkan pencerahan.

Bagian kedua berisi tentang sifat seorang Bodhisatwa. Kapan ia dibutuhkan, di mana dibutuhkan, dan kebutuhannya seperti apa, ia akan muncul dalam berbagai wujud: guru, dokter, teman bajik, atau seperti tabib agung. Diharapkan sifat relawan Tzu Chi dapat mencerminkan bagaimana sifat Bodhisatwa. “Jadi Master Cheng Yen mengajarkan relawan untuk bisa berlaku demikian,” tandas Elvy.

Empat bagian yang ada dalam Sutra yang ditampilkan memiliki makna yang berbeda. Isi dari Sutra Makna Tanpa Batas yang selama ini menjadi pedoman Master Cheng Yen dalam memberikan arah kepada murid-muridnya. 

Pada bagian akhir, isyarat tangan Sutra Makna Tanpa Batas berpadu dengan tabuhan 13 genderang yang bertujuan untuk menyadarkan semua orang agar semakin tekun dan bersemangat mendalami Dharma

Bagian ketiga menjelaskan tentang Dharma (ajaran Buddha) bagaikan air. Baik air sumur, air laut, ataupun air kali mempunyai sifat yang sama. Asal usul boleh berbeda, wujud pun boleh berbeda, tapi sifatnya sama. Air bisa membersihkan noda, jadi Dharma itu bagaikan air yang bisa membersihkan noda batin.

Sementara itu bagian terakhir adalah kesimpulan dari Sutra. Bagian ini menceritakan bahwa Dharma berasal dari satu. Walaupun Buddha membabarkan ke banyak orang dengan cara yang berbeda-beda, namun dasar dari ajaran tersebut sama sehingga bisa diterima oleh banyak orang dan maknanya tanpa batas. “Pada bagian ini isyarat tangan berpadu dengan tabuhan 13 genderang yang bertujuan untuk menyadarkan semua orang agar semakin tekun dan bersemangat mendalami Dharma, serta bertekad membimbing semua makhluk ke arah yang lebih baik,” imbuh Andy Wang, koordinator penabuh genderang.

“Sutra Makna Tanpa Batas adalah pedoman Master Cheng Yen dalam memberikan arah kepada murid-muridnya. Maka dari itu kami berusaha dengan berbagai cara supaya relawan bisa mendalami atau membaca isi Sutra, mengerti, atau setidaknya familiar. Karena sebenarnya yang selama ini relawan lakukan di lapangan adalah perwujudan dari Sutra ini,” tutur Elvy.

Mengalahkan Keterbatasan

Bagi para peraga isyarat tangan, membuat penonton terpukau bukan merupakan tujuan utama dari pementasan mereka. Namun mengalahkan ego, adalah yang utama. Bekerja sama dengan 96 relawan memang bukan merupakan hal yang mudah. Apalagi harus menghafal gerakan sembari berganti posisi, harus berdiri, ataupun jongkok mengikuti irama musik. Liaw Swiefong merasakan susahnya menjadi penampil.


Liaw Swiefong (belakang – kiri) tetap giat berlatih dalam setiap kesempatan gladi. Walaupun kondisi kakinya tidak leluasa untuk berjongkok, namun ia belajar mengalahkan ego pribadinya dengan tetap semangat mengikuti setiap gerakan dalam peragaan isyarat tangan.


Liaw Swiefong (tengah) ingin memberikan penampilan terbaiknya dalam peragaan isyarat tangan. Ia membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan.

Relawan yang bergabung dengan Tzu Chi sejak tahun 2008 itu memang sudah tidak muda. Swiefong tahun ini berusia 59 tahun. Memang belum terlalu tua, katanya. Namun dirinya mengaku sudah susah untuk bergerak bebas karena masalah pada kakinya. “Sepuluh tahun lalu, ketika saya masih aktif ikut olahraga Taichi, saya pernah terjatuh, terpleset di tangga,” ucapnya. Kejadian itu tidak begitu saja menimbulkan akibat. Ia baru merasakan sakit yang begitu sering melanda sejak dua tahun ke belakang. “Setiap pagi dan malam selalu saya olesi minyak gosok, saya pijit-pijit. Saya juga ikut terapi biar lebih meringankan sakitnya,” kata Swiefong.

Dalam keadaan yang belum stabil itu, Swiefong tidak mau tinggal diam dan ingin terus aktif dalam berkegiatan Tzu Chi. Ia lalu menerima ajakan temannya untuk ikut dalam penampilan isyarat tangan Sutra Makna Tanpa Batas. Ia lalu mendapat bagian pertama dan kedua dimana bagian dua mengharuskannya untuk sesekali berdiri dan berjongkok. “Wah, ini kok susah tapi ini adalah tantangan saya. Saya tidak ingin begitu saja menyerah dan batal. Makanya ini cara saya mengikis ego saya,” ucapnya mantap seraya tersenyum.

Berlatih Menjadi Pribadi Lemah Lembut

Kendala lainnya juga dialami oleh peraga isyarat tangan lagu Gan En Zhun Zhong Ai yang dibawakan oleh 6 pasang suami-istri yang merupakan relawan Tzu Chi. Kelemah-lembutan isyarat tengan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para suami yang tidak terbiasa melakukan gerakan isyarat tangan. “Shixiong (panggilan untuk relawan laki-laki) saya sebelumnya menolak,” kata Lim Ai Ru. “Ini seperti pada umumnya pasti grogi karena belum pernah ikut isyarat tangan, tapi Shijie (panggilan untuk relawan perempuan) selalu menginpirasi saya,” sahut Hardiman.

Dengan penjelasan dan bimbingan dari sang istri, Hardiman pun memahami bahwa isyarat tangan bukan hanya dipentaskan saja, tetapi juga berguna untuk menginspirasi diri sendiri dan masyarakat. “Makanya saya tergugah untuk ikut. Lalu gerakan isyarat tangan itu sangat susah bagi saya, tetapi karena sudah setuju maka harus menampilkan yang terbaik,” ujar Hardiman yang sempat merasa risau.


Sebanyak enam pasang suami-istri yang merupakan relawan Tzu Chi memeragakan isyarat tangan lagu Gan En Zhun Zhong Ai. Kelemah-lembutan isyarat tengan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para suami yang tidak terbiasa melakukan gerakan isyarat tangan.

Sudarman Lim justru berbeda. Begitu diajak untuk isyarat tangan, ia langsung setuju dan ikut. Walaupun baru bergabung menjadi relawan, ia justru mengagetkan Caecilia sekaligus membuat istrinya itu bahagia karena bersedia berlatih lemah lembut. Sementara itu Sudarman merasa ia mendapatkan tanggung jawab yang besar sehingga ia terus berlatih, di rumah, di kantor, di depan kaca, bahkan di depan karyawannya. Istrinya juga membantu menerjemahkan lagu Mandarin itu ke dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan suaminya.

“Saya baru bergabung ke Tzu Chi di usia yang sudah tidak muda lagi, oleh karena itu merasa harus terus berlomba dengan waktu untuk terus aktif dan bersumbangsih untuk banyak orang. Kita tidak tahu berapa lama kita masih diberikan kesehatan dan kebaikan. Jadi harus menggenggam waktu dengan baik,” ujar Sudarman pasti.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Pemberkahan Akhir Tahun 2017: Pembabaran Dharma Melalui Bahasa Isyarat Tangan

Pemberkahan Akhir Tahun 2017: Pembabaran Dharma Melalui Bahasa Isyarat Tangan

28 Januari 2018
Sebanyak 96 relawan membawakan isyarat tangan Sutra Makna Tanpa Batas di hadapan para tamu pada Pemberkahan Akhir Tahun 2017 Tzu Chi Indonesia, Minggu, 28 Januari 2018. Sutra Makna Tanpa Batas selama ini menjadi pedoman Master Cheng Yen dalam memberikan arah kepada murid-muridnya.
Gunakanlah waktu dengan baik, karena ia terus berlalu tanpa kita sadari.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -