Saling Belajar, Saling Berbagi

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Anand Yahya, Metta Wulandari, Teddy Lianto, Yuliati

doc tzu chi

Sebanyak 80 pengusaha dari Tzu Chi Malaysia menyaksikan penampilan isyarat tangan dari anak-anak SD Cinta Kasih Tzu Chi dalam kunjungannya di Tzu Chi Indonesia selama tiga hari, tanggal 13-15 Januari 2017.

Saling berbagi kisah-kisah inspiratif dan pengalaman hidup adalah salah satu cara yang dilakukan relawan Tzu Chi untuk menginspirasi orang lain. Kali ini, selama tiga hari, sejak tanggal 13-15 Januari 2017 Tzu Chi Indonesia menerima kunjungan para pengusaha dari Tzu Chi Malaysia untuk mengetahui bagaimana para pengusaha di Indonesia menjalankan misi Tzu Chi dalam perusahaan mereka dan mengenal lebih dekat jalinan jodoh baik Tzu Chi Indonesia dengan masyarakat setempat.

Dalam kunjungannya, 80 pengusaha dari Tzu Chi Malaysia diajak untuk menyaksikan secara langsung kondisi kehidupan masyarakat bantaran Kali Angke yang sudah lebih dari 10 tahun tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, warga binaan Tzu Chi di Pademangan, dan Pesantren Nurul Iman, Parung-Bogor.

Tidak hanya melihat kegiatan yang sudah berhasil dilakukan Tzu Chi Indonesia selama menjalankan misi-misinya, melainkan juga mendengarkan sharing sukacita dari pengusaha Indonesia selama bersumbangsih di Tzu Chi. Salah satunya Liliawaty Rahardjo Sutjipto yang membangun budaya humanis Tzu Chi di dalam perusahaannya, PT. Summarecon. Li Ying (Liliawaty Rahardjo Sutjipto) menggalang hati seluruh karyawan untuk berbagi kepada orang lain melalui celengan bambu Tzu Chi yang pengumpulan koin cinta kasihnya diadakan setiap dua bulan sekali di pusat pembelanjaan Summarecon. Dengan demikian banyak para Bodhisatwa yang melihat kegiatan ini pun tergerak hati dan ikut bersumbangsih.

doc tzu chi

Tong Siew Bee (kanan kacamata) didampingi Ketua Tzu Chi Indonesia, Liu Sumei pada sesi sharing yang diberikan para pengusaha dari Tzu Chi Indonesia.

doc tzu chi

Liliawaty Rahardjo Sutjipto memberikan sharing tentang bagaimana ia menggalang dana melaui celengan bambu dan membangun budaya humanis Tzu Chi di dalam perusahaannya, PT. Summarecon.

Para pengusaha Tzu Chi Malaysia juga turut menyaksikan sumbangsih para Bodhisatwa yang melakukan penuangan celengan di Summarecon Mall Serpong yang diikuti banyak orang dari berbagai kalangan. Hal ini dianggap sebagai keberhasilan yang dilakukan Li Ying. Salah satu pengusaha dari Malaysia, Tong Siew Bee menaruh perhatian lebih dari kegiatan ini. “Karyawannya sangat bersatu hati dan sangat berbudaya humanis untuk menyambut kita, semuanya orang Indonesia. Jadi merasa sangat tersentuh bisa membimbing para karyawan dengan baik,” ungkap Tong Siew Bee. Ia juga merasa masih banyak hal yang ingin dipelajari dari pimpinan perusahaan Summarecon ini. “Kami bilang ke Li Ying ingin datang lagi, masih ada banyak hal yang ingin kita pelajari dan kita lihat,” tukas Ketua Perekrutan Pengusaha Tzu Chi Malaysia ini. Maka ia berharap bisa berjodoh kembali dengan para pengusaha Tzu Chi Indonesia.

Bagi Tong Siew Bee apa yang dilakukan Tzu Chi sudah sangat baik dalam menjalin jodoh dengan masyarakat. “Tzu Chi Indonesia bisa melihat semua upaya diberbagai aspek, semua sangat berusaha, juga bisa melihat di bagian budaya humanis juga sangat berkembang,” ujarnya. Apa yang dilakukan relawan Tzu Chi Indonesia juga sama dengan yang dilakukan insan Tzu Chi Malaysia. Namun menurutnya Dharma juga sangat penting untuk dipahami dalam bekerja di Tzu Chi seperti yang relawan Tzu Chi Malaysia lakukan. “Yang paling penting itu harus Xun Fa Xiang, relawan setelah menyerap Dharma baru tahu bagaimana bisa melatih diri, dengan begitu seluruh tim baru bisa bersama-sama melangkah ke depan,” tuturnya.


Jessie (kanan) menyapa anak-anak TK Cinta Kasih Tzu Chi saat tur untuk mengenal Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng.


Para pengusaha juga diajak untuk melihat langsung aktivitas para santri di Pesantren Nurul Iman, parung Bogor.

Satu Keluarga Tzu Chi

Salah satu pengusaha yang turut dalam kunjungan kali ini adalah Lee Kuan Eng bersama sepuluh keluarganya. Wanita yang akrab disapa Jessie ini menjadi orang pertama dalam keluarganya yang menjalin jodoh dengan Tzu Chi. Tidak ingin hanya sendiri dalam menggarap ladang berkah, ia pun mengajak saudara-saudaranya untuk ikut bersumbangsih di Tzu Chi. September 2014 menjadi titik awal Jessie mengajak keluarganya untuk mengikuti kegiatan Tzu Chi. Ia bersama kakak perempuannya mengikuti kamp Tzu Chi. “Dari sana kami merasa sangat tersentuh, setiap proses di Tzu Chi, kebijaksanaan Master, semua hal yang dilakukan di dunia buat kami sangat tersentuh. Jadi waktu pulang kami bilang, jika ada kesempatan harus ajak keluarga ikut kegiatan seperti kamp ini,” ujar Jessie.

Gayung pun bersambut, setahun kemudian saat Tzu Chi Malaysia mengadakan pertunjukan ‘Pertobatan Air Samadhi Penuh Welas Asih’ ia mengajak 39 anggota keluarganya untuk ikut menjadi bagian dari pertunjukan tersebut. “Setelah penampilan tersebut, kami lebih berharap bisa membawa keluarga pulang ke Hualien. Kami berharap keluarga kami juga bisa merasakan kebahagiaan di dalam Dharma,” ungkapnya. Apa yang diharapkan Jessie pun terwujud, sebanyak 16 keluarganya pulang ke Hualien bersamanya.Hingga saat ini 23 orang keluarganya merapatkan diri ke dalam barisan Tzu Chi. Dan pada kesempatan ini pun Jessie bersama 10 anggota keluarganya bisa berjodoh baik dengan Tzu Chi Indonesia.

Pada hari pertama kunjungan, para pengusaha dari Tzu Chi Malaysia diajak untuk mengunjungi rumah warga binaan Tzu Chi di Pademangan, Jakarta Utara.


Selain mendengarkan sharing, para pengusaha juga diajak untuk mengenal lebih dekat Tzu Chi Indonesia dalam menjalankan misi-misinya.

Menurut Jessie, kunjungan ini adalah pertama kalinya ia dan keluarganya dengan jumlah yang besar bisa mengikuti kegiatan kunjungan bersama-sama.“Gan en (Tzu Chi Malaysia) telah memberi keluarga saya banyak kesempatan untuk bisa ikut kegiatan kali ini, bisa belajar di Indonesia untuk belajar dari tekad yang dibuat oleh orang Indonesia, dalam waktu sesingkat ini bisa seperti Tzu Chi Taiwan,” kata Jessie. “Jadi kami 11 orang kesini sangat terkesan,setiap orang bisa mendapatkan apa yang memang mereka bisa pelajari, bukan saya sendiri yang bahagia, tapi semuanya juga bahagia,” tambahnya.

Sementara itu sang kakak, Lee Peng Sian merasa senang mendapatkan kesempatan berkunjung ke Tzu Chi Indonesia. “Tujuan saya datang kesini memang untuk belajar entrepreneur yang saya dengar selama ini entrepreneur dari Indonesia memang amat rajin, tekun dalam Tzu Chi,” ujar Peng Lee, sapaanya. Menurutnya kondisi Indonesia memiliki kemiripan dengan negaranya yang mayoritas beragama Islam. Peng Lee menilai Tzu Chi Indonesia telah banyak merangkul dan membantu mereka. “Saya merasa di Indonesia sudah maju ke depan banyak langkah berbanding di Malaysia, sebab dengan aktivitas-aktivitas Tzu Chi di Indonesia banyak membantu umat muslim. Ini bisa dilihat dari great love tiada batasan di Indonesia yang sudah banyak membuktikan prinsip ini,” jelasnya.

Apa yang disampaikan Peng Lee pun diiyakan oleh adik iparnya, Yip Sau Chuen. Ia melihat betapa sekat-sekat perbedaan di Indonesia telah terpatahkan, terutama hal ini ia peroleh ketika melakukan kunjungan ke Pesantren Nurul Iman, Parung Bogor. “Waktu meninggalkan tempat itu (Pesantren), di masjid ada ustad yang beranjali dan bilang gan en, saat itu saya sangat terkesan, karena sudah mengatasi kerenggangan antara umat beragama. Cinta yang universal membuat perbedaan suku bangsa bisa menjadi satu,” ungkapnya. Pria yang akrab disapa Jepri ini juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan Tzu Chi Indonesia untuk warga bantaran Kali Angke telah memberikan kehidupan yang baik bagi warga untuk bangkit dari kemiskinan, menyediakan lingkungan yang baik, dan meningkatkan pendidikan. Baginya ini adalah kesempatan yang baik untuk belajar. “Saya rasa ini sangat pantas untuk kita renungkan, jadi saya akan pikirkan bagaimana caranya menyampaikan ini dengan baik ketika saya pulang nanti,” ujarnya.

 Yip Sau Chuen (tengah kacamata) mendengarkan arahan dari relawan Tzu Chi Tangerang dalam kunjungannya di Pesantren Nurul Iman, Parung Bogor.


Lee Peng Sian (kiri belakang) bersama sepuluh keluarganya mengikuti kunjungan di Indonesia untuk mengetahui bagaimana para pengusaha di Indonesia menjalankan misi Tzu Chi dalam perusahaan mereka.

Jessie dan keluarganya adalah salah satu keluarga Tzu Chi yang sangat harmonis. Mereka berkegiatan Tzu Chi bersama di satu tempat. “Kegiatan besar menjadi tempat bertemu kami, kehangatan keluarga dirasakan di sana,” ungkap wanita yang bisnis di bidang pertanian ini. Sebelum mengenal Tzu Chi, keluarga ini sangat jarang berkumpul bersama, namun setelah bekerja di Tzu Chi hubungan keluarga pun makin dekat. “Sekarang sama-sama melakukan Tzu Chi, perasaan itu sangat berbeda. Ketika sedang duduk bareng pasti ngomongin Tzu Chi, topik tidak jauh-jauh dari Tzu Chi. Jadi sebenarnya bukan Tzu Chi yang butuh kita tapi kita yang butuh Tzu Chi,” katanya. “Gan en Master sudah mendirikan Tzu Chi,” sambungnya.

Tidak hanya perubahan pada keharmonisan keluarganya tetapi juga perubahan diri dalam setiap anggota keluarga. Seperti yang dialami Jepri. Jepri yang dulu seorang pribadi yang mudah emosi, pemarah, dan sering berkata-kata kasar. Namun tanpa disadari kegiatan-kegiatan Tzu Chi yang diikutinya telah membentuk karakternya menjadi lebih baik. “Karena kegiatan yang diikuti banyak ada Dharma yang membuat amarah saya mereda, ini adalah hasil terbesar yang saya dapat dari Tzu Chi. Sekeluarga juga ada kesempatan masuk Tzu Chi, kehidupan kita telah banyak berubah,” ungkap pengusaha yang bergerak di bidang distribusi audio visual ini. Melalui kunjungan ini semua insan Tzu Chi dapat mengetahui berkah, menghargai berkah, dan menciptakan berkah kembali.


Artikel Terkait

Saling Belajar, Saling Berbagi

Saling Belajar, Saling Berbagi

17 Januari 2017

Tzu Chi Indonesia menerima kunjungan 80 pengusaha dari Tzu Chi Malaysia untuk mengetahui bagaimana para pengusaha di Indonesia menjalankan misi Tzu Chi dalam perusahaan mereka dan mengenal lebih dekat jalinan jodoh baik Tzu Chi Indonesia dengan masyarakat setempat selama tiga hari pada tanggal 13-15 Januari 2017.

Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -