Waisak 2017: Khidmatnya Upacara Waisak di TK Tzu Chi

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari


Siswa-siswi TK Sekolah Tzu Chi Indonesia merayakan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia dengan Khidmat di lobby TK, 17 Mei 2017. 

Merayakan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia dengan khidmat dan penuh sukacita ternyata tidak hanya dilakukan oleh para relawan Tzu Chi. Siswa-siswi TK Tzu Chi Indonesia pun melakukan hal yang sama, mereka mengadakan perayaan tiga hari besar ini di lobby TK, 17 Mei 2017. Ada dua sesi perayaan yang dilaksanakan untuk mendukung terciptanya suasana yang khidmat.

Di usia mereka yang masih tergolong dini, siswa-siswi TK ini dengan lancar mengikuti setiap aba-aba saat prosesi dilakukan. Mereka berdiri dengan rapi sesuai barisan. Tangan mereka pun tertangkup, bersikap anjali. Bahkan mereka turut membacakan sutra atau pun lagu dengan suara lantang.

“Kami sudah belajar prosesi Waisak ini sekitar dua sampai tiga minggu di kelas budi pekerti,” ucap You Qiao Wan, Koordinator perayaan Waisak. Ia menambahkah bahwa dalam kelas budi pekerti tersebut setiap guru menjelaskan kepada siswa tentang kisah Buddha dan makna Waisak. “Para guru juga mengajari mereka menyanyikan lagu Zan Fo Ji dan Jing Ji Qing Cheng,” imbuhnya.


Siswa-siswi TK ini dengan lancar mengikuti setiap aba-aba saat prosesi dilakukan. Mereka berdiri dengan rapi sesuai barisan. Tangan mereka pun tertangkup, bersikap anjali.

Wei Ju Lie, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 2 pun tidak ragu memberikan acungan jempol kepada guru dan siswa TK Tzu Chi Indonesia. Dirinya yang turut dalam prosesi mengaku bangga. “Siswa-siswi ini dengan lancar bisa ikut berdoa, ini membuat saya terharu. Pasti orang tua mereka lebih bangga lagi karena anak kecil mereka telah berlatih untuk berbuat sesuatu yang besar,” kata Ju Lie.

Setelah dua tahun aktif sebagai relawan Tzu Chi dan Daai Mama (relawan pendamping pendidikan), Ju Lie mengaku ingin sekali menyekolahkan cucu-cucunya ke Sekolah Tzu Chi. “Tapi rumahnya terlalu jauh,” jelasnya. Ia merasa siswa-siswi ini adalah anak-anak yang sangat beruntung karena telah menerima pengajaran budi pekerti yang baik sejak dini. Ia pun begitu menikmati proses kerelawanannya karena setiap waktu bisa ikut andil dalam perkembangan anak-anak. “Seperti bermain sama cucu saja,” ujarnya bahagia.

Ju Lie yang sepanjang prosesi ikut mengatur kerapian siswa-siswi ini merasa senang karena mempunyai kesempatan ikut dalam perayaan Waisak. “Semoga nanti mereka bisa lebih mandiri dan bisa mengajarkan hal-hal baik yang telah mereka terima ke lebih banyak orang lagi,” doanya.

Siswa-siswi melakukan pemandian Rupang Buddha dalam prosesi Waisak.


Wei Ju Lie (seragam abu-abu), relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 2 membantu mengatur kerapian siswa-siswi sepanjang prosesi pemandian Rupang Buddha berlangsung.

Seperti doa Ju Lie, Suryawati Japarto pun mengucapkan doa yang tidak jauh berbeda. “Semoga mereka bisa menjadi anak-anak yang baik, mandiri, dan terus melatih diri untuk berbuat lebih banyak,” tuturnya. Suryawati juga mengaku tidak kalah terharu dan bahagia dari Ju Lie karena melihat anak-anak melafalkan doa dengan penuh semangat. “Di tambah di tengah-tengan sana ada cucu saya, saya makin terharu,” ucapnya.

Untuk membuat prosesi yang khidmat, Amy, panggilan akrab You Qiao Wan, mengaku tidak mudah membuat siswa di TK ini mengerti dan memahami prosesi Waisak. Ditambah dengan keberagaman yang ada di Sekolah Tzu Chi Indonesia. Namun tidak ada hal yang tidak mungkin.

“Kami mengajarkan secara perlahan tentang hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang Buddha, kami juga membangkitkan rasa ingin tahu mereka.” Ia sendiri berharap anak-anak bisa mengerti bahwa Buddha adalah sosok guru yang harus dihormati, “Sama seperti Master Cheng Yen yang juga adalah guru kami semua.”

Di akhir kegiatan, Amy menyisipkan doa semoga siswa-siswinya mampu belajar lebih banyak lagi tentang baik dan buruk, salah dan benar, sehingga bisa mengubah kebiasaan buruk. “Semoga mereka juga bisa menjadi seorang anak yang lebih baik, yang bisa belajar dari kesalahan,” pungkasnya.


Artikel Terkait

Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -