Waisak 2017: Memaknai Waisak, Membangkitkan Welas Asih

Jurnalis : Yuliati, Hadi Pranoto, Fotografer : Arimami SA, Hadi Pranoto, Markus, James Yip (He Qi Barat), Yusniaty (He Qi Utara)

doc tzu chi

Sebanyak 3.310 orang mengikuti ritual pemandian Rupang Buddha dengan penuh ketenangan dan khidmat pada sesi dua yang digelar tanggal 14 Mei 2017.

Ribuan orang memadati Jiang Jing Tang, Lt. 4 Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk Jakarta untuk mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha membentuk formasi barisan genderang dan genta. Tidak hanya aula lantai 4 Jing Si Tang saja yang penuh, namun ruangan Fu Hui Ting di lantai 2 dan Guo Yi Ting di lantai 3 juga dipadati warga. Ritual Hari Waisak yang dirangkai dengan peringatan Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia ini digelar selama dua sesi (pagi dan sore) pada tanggal 14 Mei 2017.

Tabuhan genderang Hymne Ajaran Jing Si dan lantunan Gatha Pendupaan membuka prosesi pemandian Rupang Buddha (Yi Fo). Sebanyak 3.310 orang mengikuti ritual dengan penuh ketenangan dan khidmat pada sesi dua ini. Di antara ribuan orang yang datang, hadir pula 56 para pemuka agama dan tokoh masyarakat.

Salah satunya Brother Phap Kham, seorang anggota monastik dari Plum Village, Perancis. Mengikuti perayaan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia merupakan pengalaman pertama baginya. Meski demikian prosesi pemandian Rupang Buddha dapat diikutinya dengan sangat tenang. “Ketika kita berbicara Hari ibu, kita berbicara tentang cinta kasih dan welas asih. Tzu Chi adalah yayasan kemanusiaan dan membantu melenyapkan penderitaan, ini juga welas asih,” ujarnya.

Brother Phap Kham (tengah depan), seorang anggota monastik dari Plum Village, Perancis juga hadir dalam Perayaan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia yang diadakan di Aula Jing Si lantai 4.


Di antara ribuan orang yang datang, hadir pula 56 para pemuka agama dan tokoh masyarakat.

Brother Phap Kham mengatakan bahwa dalam memperingati kelahiran Buddha akan melihat adanya cinta kasih. “Waisak itu menemukan welas asih dalam diri kita,” ucapnya. Ia juga melihat kekhidmatan dalam mengikuti ritual pemandian Buddha Rupang ini. “Saya cukup terkejut dan tersentuh, karena dengan jumlah sebesar ini (acara) masih dapat berlangsung dengan sangat khidmat dan tenang,” ungkap murid Master Thich Nhat Hanh ini.

Yayasan Buddha Tzu Chi bukanlah istilah asing bagi Brother Phap Kham meski baru pertama kali mengikuti ritual Waisaknya. Sebelumnya pada tahun 2008, ia pernah berkunjung ke Taiwan dan berjodoh dengan Tzu Chi di Taipei yang memberikan kesan tersendiri baginya. “Saya melihat kegiatan sosial yang dilakukan Tzu Chi. Ketika membicarakan yayasan kemanusiaan, semua pekerjaan yang melenyapkan penderitaan adalah hal yang baik dan perlu dicontoh,” ucap Brother Phap Kham. Ia berpesan agar tidak terlalu memikirkan masa depan namun terus menggenggam saat ini. “Jangan mengkhawatirkan masa depan. Kita jaga masa ini dengan baik, maka masa depan akan baik juga,” tukasnya.

Kebersamaan Dalam Kebhinnekaan


Plt. Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si (kiri) berharap agar Waisak membawa keberkahan tidak hanya bagi umat Buddha tapi umat beragama sekaligus memberikan toleransi yang lebih baik.

Pengalaman pertama mengikuti perayaan Waisak di Tzu Chi juga dirasakan oleh Plt. Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI, Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si. Ia pun memiliki kesan tersendiri pada ritual pemandian Buddha Rupang ini. “Acara (Waisak Tzu Chi) luar biasa karena upacara keagamaan ini tidak hanya diikuti oleh umat Buddha, Bhikku Sangha tapi diikuti oleh penganut agama lain,” ujarnya usai mengikuti ritual Waisak.

Kebhinnekaan yang ada di Indonesia bukan menjadi penghalang dalam memahami kebersamaan. Bagi Nur Syam acara ini memiliki peran yang baik dalam rangka membangun kerukunan beragama. “Acara ini bisa menyadarkan kita semua tentang pentingnya kerukunan umat beragama, maka ini sesuatu yang sangat membahagiakan,” ungkapnya. Ia juga berharap berkah Waisak bisa membawa kedamaian bagi semua. “Melalui upacara suci yang dilakukan hari ini membawa berkah dan keagungan tidak hanya bagi umat Buddha tapi umat beragama sekaligus memberikan toleransi yang lebih baik di tengah-tengah berbagai hal yang kita hadapi sekarang ini,” ujar Nur Syam berharap.

Romo Prof. Dr. Mudji Sutrisno S.J (nomor tiga) melihat pentingnya memahami makna Waisak yang tidak hanya sekedar melakukan ritual Buddhis.

Sementara itu Romo Prof. Dr. Mudji Sutrisno S.J yang merupakan salah satu pemuka agama Katolik memiliki kesan mendalam tentang perayaan Waisak di Tzu Chi ini. “Peringatan Waisak di Tzu Chi membuat kita kembali ke oasis, kembali ke minum,” ujar Romo Mudji, sapaannya. Romo Mudji juga melihat pentingnya memahami makna Waisak yang tidak hanya sekadar melakukan ritual Buddhis.

“Peringatan Waisak tidak hanya mensyukuri sang pembawa kebenaran di bawah pohon Bodhi dan menjadi Bodhisatwa, tetapi proses menjadi Bodhisatwa. Dan pada dasarnya proses menjadi Bodhisatwa itu proses yang setiap orang bisa menekuninya,” tukas Budayawan Guru Besar STF Driyarkara & Dosen Pasca Univ. Indonesia ini. Romo Mudji juga mengajak setiap agama untuk memberikan nilai terbaiknya yakni welas asih dan kebijaksanaan.

 


Robert bersama istri dan ketiga anaknya turut hadir mengikuti kegiatan Perayaan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia pada sesi kedua.

Terus Menggenggam Kesempatan

Kompak berseragam batik, penampilan Robert (46) beserta istri, Silvi (42), dan ketiga anaknya: Rico (12), Welly (10), dan Ardi (4) cukup menarik perhatian dalam acara perayaan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Bagi Robert, ini kedua kalinya ia mengajak keluarganya untuk mengikuti perayaan Waisak Tzu Chi di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. “Sebagai umat Buddha, kita turut merayakan Waisak ini. Sebelumnya, saat Waisak (tanggal 11 Mei) saya juga merayakannya di wihara,” kata Robert yang tinggal di daerah Senen, Jakarta Pusat.

Mengetahui acara ini dari temannya, Robert sendiri merasa senang dengan acara Waisak di Tzu Chi ini. “Iya. Rapi dan sangat tertib,” ujarnya. Namun, Robert mengaku lebih suka perayaan Waisak Tzu Chi saat diadakan di tempat terbuka (Stadion Sekolah Tzu Chi Indonesia) seperti tahun lalu. “Iya, bisa lebih dekat dengan biksu dan biksuninya,” kata Robert. Di hari Waisak ini, Robert berdoa dan berharap agar masyarakat Indonesia bisa hidup aman, tenteram, dan damai.

 Editor: Metta Wulandari


Artikel Terkait

Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -