Waisak 2017: Memperingati Waisak dengan Berbakti Kepada Orangtua

Jurnalis : Noorizkha (He Qi Barat), Fotografer : Noorizkha, Agus DS (He Qi Barat)

doc tzu chi

Tjhai Siau Tjhiang (kanan kedua) saat mengikuti Waisak di Tzu Chi Indonesia.


Memupuk berkah, di dalam sebutir beras terhimpun cinta kasih sepanjang masa;

Membina kebijaksanaan, dalam hal terkecil pun terkandung

Dharma yang mengubah kehidupan

-Kata Perenungan Master Cheng Yen-

Bulan Mei yang merupakan bulan istimewa bagi insan Tzu Chi telah tiba. Pada bulan ini insan Tzu Chi merayakan tiga hari penting sekaligus yakni Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Perayaan ini dilakukan setiap tahunnya di minggu kedua bulan Mei yang pada tahun ini jatuh pada Minggu, 14 Mei 2017.

Pada acara kali ini perayaan dilakukan di Aula Jing Si Tzu Chi Center, PIK, Jakarta dengan membentuk barisan genta dan genderang. Formasi genta dipilih sebagai simbol untuk menyadarkan setiap insan untuk kokoh mempertahankan nilai–nilai luhur dan bajik. Sedangkan genderang mengajak lebih banyak insan agar dapat mensucikan batin manusia sehingga banyak yang menjadi bodhisatwa sekaligus menghargai jasa-jasa Ibu.

Acara yang diikuti kurang lebih 1600 peserta ini agak berbeda dari tahun sebelumnya. Tahun ini untuk memperingati tiga hari besar tersebut selain dengan doa juga diisi dengan isyarat tangan, himne ajaran Jing Si dalam bentuk tabur genderang, dan juga Waisak, serta mengingat budi luhur orangtua. Ini dilakukan guna mendalami makna berbakti kepada orangtua dan agar makin bersyukur.

Setelah sembuh dari tumor, Tjhai Siau Tjhiang merasa tersentuh dan tidak lagi antipati terhadap Tzu Chi.

Pada kesempatan ini banyak peserta yang mengajak serta orangtua atau anaknya untuk ikut bepartisipasi. Salah satunya Lilyanti yang mengajak sang ibu, Tjhai Siau Tjhiang. Ibu yang berusia 80 tahun ini sebelumnya sempat melarang kedua anaknya, Lilyanti dan Widyanti yang adalah komite di Tzu Chi untuk ikut kegiatan. Merasa tidak diperhatikan oleh kedua anaknya karena sibuk datang ke Tzu Chi, Ibu Tjhai Siau Tjhiang kerap antipati terhadap kegiatan yang dilaksanakan Tzu Chi. Namun, semua pandangan Ibu yang memiliki empat anak ini berubah sejak mengidap tumor di jantungnya empat tahun lalu.

Saat menjalani masa pengobatan, guan huai dan doa dari insan Tzu Chi memohon kesembuhan untuknya terus mengalir tanpa henti. Insan Tzu Chi juga terus memberikan semangat kepada Lilyanti sekeluarga terutama saat sang ayah juga jatuh sakit dan meninggal. Kini setelah sembuh, Lilyanti mengaku bahwa ibu tercinta merasa tersentuh dan tidak lagi antipati terhadap Tzu Chi bahkan mau ikut kegiatan Tzu Chi seperti daur ulang dan membantu konsumsi.

Pandangan sang ibu pun berubah menjadi positif karena merasa ikut Tzu Chi adalah baik. Oleh karena itu saat mendengar Tzu Chi akan mengadakan acara Waisak, Ibu Tjhai Siau Tjhiang pun tertarik untuk mengikutinya.

”Acara ini sangat baik untuk mengingat budi luhur orang tua dan melatih diri. Ibu mengikuti acara dengan penuh sukacita dan tanpa hambatan. Walau tidak kuat berdiri lama karena kakinya kerap nyeri, namun dalam kondisi duduk, ibu merasa dapat melakukannya,” kata Lilyanti.

Kisah Tjhai Siau Tjhiang bersama anaknya Lilyanti membuktikan bahwa kasih sayang bisa mengubah pandangan seseorang ke arah yang positif.


Lilyanti (kiri kedua) bahagia dapat mengajak sang ibu, Tjhai Siau Tjhiang mengikuti waisak di Tzu Chi.

Tak hanya acara Waisak, prosesi tiga langkah satu sujud atau chao san yang dilakukan sebelumnya juga diikuti oleh Ibu Tjhai Siau Tjhiang bersama dengan sang anak. Kekompakan dan kasih sayang Lilyanti dan sang ibu selama acara pun terlihat jelas. Sebagai seorang anak, Lilyanti mengakui bahwa sosok ibu dimatanya adalah pribadi yang kuat dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Lilyanti pun memberikan tips untuk berbakti kepada orang tua

”Kita dengarkan apa kata orang tua, perhatikan orang tua, intinya kita kalau bisa membahagiakan orang tua,” ujarnya.

Semangat relawan dan peserta untuk ikut berdoa agar dunia bebas dari bencana dan cinta kasih dapat disebarluaskan ditandai dengan bentuk bakti kepada orang tua sebagai hal yang pertama dilakukan. Kisah Tjhai Siau Tjhiang bersama anaknya Lilyanti membuktikan bahwa kasih sayang dan perhatian dapat mengubah pandangan seseorang ke arah yang positif. Lilyanti dan Widyanti yang kerap aktif di jalan Tzu Chi kini dapat tenang karena sang ibunda tercinta kini mendukungnya bahkan terlibat aktif di dalamnya.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -