Waisak 2019: Mengagungkan Kebesaran Buddha dengan Tindakan Nyata

Jurnalis : Agus Lee (Tzu Chi Batam), Fotografer : Roberto, Aliman, Salim, Jenny Agusri, Jimmy Alimando (Tzu Chi Batam)


Minggu, 12 Mei 2019, Upacara Pemandian Rupang Buddha Tzu Chi Batam dihadiri oleh sebanyak 677 peserta.

Minggu kedua di bulan Mei setiap tahunnya, insan Tzu Chi di seluruh dunia merayakan Hari Raya Waisak, Hari Ibu Internasional dan juga Hari Tzu Chi Sedunia. Tentunya tidak terkecuali bagi insan Tzu Chi di Batam, pulau berbentuk kepiting yang sangat dekat dengan Singapura ini. Ini juga merupakan perayaan pertama kalinya setelah Aula Jing Si Batam diresmikan pada tanggal 18 Agustus 2018 yang lalu.

Auditorium Pembabaran Sutra yang ada di lantai 5 kembali dijadikan lokasi pemandian rupang Buddha pada tanggal 12 Mei 2019 ini. Agar bisa memberikan kesan indah dan khidmat bagi para tamu hadirin, relawan sangat bersungguh hati mendekorasi dan menata seminggu sebelum acara dimulai. Ketua dekorasi tahun ini, Soehartieny mengungkapkan dulu dekorasinya tidak ada menggunakan tema dekorasi, khusus tahun ini tim dekorasi menggunakan tema pohon Bodhi dengan Buddha bertapa di bawah pohon Bodhi.

“Sepintas lihat ini hanya dekorasi. Sebenarnya melalui dekor ini kita sedang mempersembahkan bunga, air, lilin untuk pelita hati kita untuk Buddha. Jadi setiap saat, kita harus bersikap sopan dan hormat kepada Buddha yang membina kita selama ini,” ujar Soehartieny yang kerap dipanggil Moi Moi.

Tiga anggota Sangha turut memukul lonceng Tzu Chi saat pementasan genderang dan lonceng.

Perayaan Waisak tahun ini turut dihadiri oleh delapan anggota Sangha dari berbagai Vihara. Apabila biasanya anggota Sangha hanya memimpin doa, kali ini insan Tzu Chi mengajak tiga anggota Sangha untuk turut memukul lonceng Tzu Chi saat pementasan genderang dan lonceng yang dibawakan bersama dengan 17 relawan Tzu Chi lainnya. Walaupun rutinitas di Vihara sangat padat, tetapi para Shifu tetap bekerjasama dengan Tzu Chi untuk melakukan latihan beberapa kali.

“Kami melihat keseriusan relawan Tzu Chi dalam mempersiapkan pemandian rupang Buddha ini. Terlihat dari relawan yang mengajak kita untuk mengikuti gladi dan memperlihatkan tayangan mengenai makna dan alur dari seluruh prosesi pemandian rupang Buddha ini. Benar-benar sangat serius dan menghormati perayaan hari besar ini,” kata De Jue Shifu.

De Jue Shifu dan anggota Sangha lainnya dengan khidmat meninggalkan lokasi kegiatan.

Mengenai makna dari pemandian rupang Buddha, De Jue Shifu berpendapat pada hakikatnya Buddha ada di dalam hati kita. “Jadi pertama-tama kita harus mensucikan hati kita. Saya merasa banyak orang bisa menjalin jodoh baik dengan Sang Buddha di perayaan ini. Terlihat di seluruh prosesi pemandian rupang Buddha ini, kuncinya di bagaimana kita menggunakan hati ini untuk menghormati dan mengagungkan Sang Buddha dan disertai dengan tindakan nyata,” lanjut Shifu.

Sebanyak 246 relawan dan 431 hadirin yang terdiri dari donatur dan masyarakat umum mengikuti prosesi pemandian rupang Buddha dengan khidmat dan teratur. Semuanya merasakan ketenteraman dan damai selama prosesi pemandian rupang Buddha walaupun harus berdiri sepanjang prosesi.

Salah satu masyarakat umum yang hadir adalah Suyadi. Suyadi datang bersama keluarganya dan merasakan suasana yang sangat nyaman dan melihat keluarga sangat menikmati seluruh jalannya prosesi.

Relawan dengan penuh rasa hormat mempersembahkan pelita, air, dan bunga.

“Melalui perayaan Waisak, kita bisa mengenang Buddha yang telah mengajarkan Dharma kepada kita. Semoga Dharma yang diajarkan kepada kita, kita bisa terapkan sehari-hari dan juga memberikan pengertian Dharma yang baik kepada orang-orang sekitar kita.”

Di hari yang sama, insan Tzu Chi Batam juga mengadakan perayaan hari Ibu setelah prosesi pemandian rupang Buddha berakhir. Chen Mei Lian, seorang ibu yang datang ke Aula Jing Si bersama anaknya menyempatkan diri untuk mengikuti prosesi Waisak terlebih dahulu. Walaupun kondisi kakinya yang kurang kuat berdiri karena penyakit kencing manis yang dideritanya, Chen Mei Lian tetap berusaha untuk tetap mengikuti perayaan Waisak dan berdiri sepanjang prosesi acara bersama hadirin lainnya.

Bagian panggung didekor dengan tema Buddha Bertapa Di Bawah Pohon Bodhi.

“Saya merasa sangat gembira bisa datang ke Aula Jing Si ini. Di sini saya melihat seluruh relawan Tzu Chi sangat mempunyai cinta kasih dan hendaknya kita harus mempelajarinya dan menolong seluruh makhluk hidup,” ujar Chen Mei Lian.

Di penghujung acara, seluruh hadirin berdoa kepada Buddha agar senantiasa memancarkan cahaya kebijaksanaannya agar hati manusia bisa tersucikan, selaras dengan hati Master Cheng Yen dan bersumbangsih kepada masyarakat di manapun berpijak. De Jue Shifu berharap semua hadirin bisa merasakan makna dari perayaan tiga hari besar ini.

“Semoga dunia damai dan bebas bencana. Saat ini terlalu banyak bencana di mana-mana, ada bencana yang disebabkan oleh air, angin, api bahkan ada juga akibat ulah manusia. Melalui perayaan Waisak ini kita berharap dapat berdoa agar dunia bebas dari bencana,” harap De Jue Shifu.

 

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Waisak 2019: Indahnya Formasi dan Makna Di dalamnya

Waisak 2019: Indahnya Formasi dan Makna Di dalamnya

13 Mei 2019

Ada yang selalu menarik dalam perayaan Waisak Tzu Chi Indonesia. Salah satunya keberadaan formasi, yang terbentuk melalui warna baju yang dikenakan para peserta. Pada perayaan Waisak yang digelar kemarin, Minggu 12 Mei 2019 di Aula Jing Si lantai 4, terdapat tiga formasi: logo pelestarian lingkungan, logo vegetarian, dan angka “53”, usia Tzu Chi Internasional.

Waisak 2019: Bersatu Hati Berdoa Bersama

Waisak 2019: Bersatu Hati Berdoa Bersama

20 Mei 2019

Bertempat di Lapangan Vihara Buddha Dharma Biak, Relawan Tzu Chi Biak melaksanakan Doa Jutaan Insan dalam rangka perayaan Hari Raya Tri Suci Waisak, Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia.

Waisak 2019: Menghormati Buddha dengan Hati Yang Tulus Melalui Perayaan Waisak

Waisak 2019: Menghormati Buddha dengan Hati Yang Tulus Melalui Perayaan Waisak

20 Mei 2019
Perayaan Waisak di Tzu Chi Tebing Tinggi dihadiri sekitar 95 relawan yang berasal dari beberapa daerah dan komunitas seperti Medan, Kisaran, Pematang Siantar dan juga relawan Komunitas Laut Tador. Sebanyak 335 tamu undangan juga hadir, yang berasal dari beberapa organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan masyarakat umum.
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -