Ceramah Master Cheng Yen: Membentangkan Jalan Cinta Kasih ke Seluruh Dunia

Saya sangat gembira melihat relawan Tzu Chi dari enam negara berkumpul bersama. Setiap orang memiliki satu arah yang sama. Kalian dan saya memiliki satu tujuan yang sama, yakni hati Buddha dan tekad Guru. Ya, hati Buddha. Setelah mencapai pencerahan, hati Buddha menjadi sangat lapang. Tadi, ada seseorang bertanya kepada saya, “Sejauh mana kita harus bersikap penuh pengertian dan berlapang dada?” Saya menjawab, “Lakukan semaksimal mungkin. Semaksimal mungkin kita berlapang dada dan bersikap penuh pengertian.” Prinsip kebenaran tidak berwujud dan tidak berbentuk. Sikap penuh pengertian merupakan salah satu cara untuk mendalami prinsip kebenaran.

Sikap penuh pengertian termasuk salah satu ajaran. Begitu pula dengan berlapang dada. Semua itu merupakan cara untuk berinteraksi dengan orang ataupun menangani suatu masalah. Dengan bersikap penuh pengertian, secara alami hubungan antarmanusia akan harmonis. Tidak mungkin semua berjalan sesuai harapan kita. Sering dikatakan bahwa di antara 10 hal dalam hidup, ada 8 atau 9 berjalan tak sesuai harapan kita.

Sungguh, mungkin hal-hal yang dilakukan oleh orang banyak yang tak sesuai dengan harapan kita. Namun, saya ingin memberi tahu kalian bahwa saya sangat setuju dengan tekad yang kalian bangkitkan karena setiap orang dari kalian memiliki hati Buddha. Hati Buddha adalah penuh cinta kasih dan welas asih. Setiap orang dari kalian telah memiliki cinta kasih dan welas asih. Namun, untuk meneladani kebijaksanaan yang dimiliki Buddha, itu sedikit sulit. Untuk memiliki kebijaksanaan seperti Buddha, kita harus membuka hati. Dalam menghadapi manusia, hal, dan benda, kita harus mengembangkan kebijaksanaan untuk bersikap penuh pengertian. Kita juga harus memiliki hati Buddha untuk merangkul segala sesuatu. Berbagai masalah yang terjadi di dunia membuat pikiran manusia menjadi sangat rumit. Bagaimana agar segala sesuatu dapat berjalan sesuai dengan harapan kita? Sangat sulit. Karena itu, kita harus bersungguh hati. Kita harus lebih bersungguh hati untuk berpengertian dan berlapang dada. Dari mana berkah berasal? Dari sumbangsih kita. Dengan bersumbangsih, baru kita dapat merasakan kebenaran.

Lu Yang Da, relawan Tzu Chi berkisah, “Sejak usia 14 tahun, saya belajar banyak kebiasaan buruk seperti mengonsumsi alkohol dan merokok. saat ayah saya menjalani operasi di rumah sakit, saya keluar untuk minum minuman keras. Saat istri saya akan melahirkan putri saya, saya juga keluar untuk minum minuman keras. Di dalam hati saya, minum minuman keras lebih penting dari apa pun. Ibu saya sangat khawatir. Beliau selalu menangis dan meminta saya agar berhenti minum minuman keras. Beliau selalu menangis dan meminta saya agar berhenti minum minuman keras. Bahkan ibu saya pernah berkata, ‘Nak, asal kamu berhenti minum minuman keras, Ibu rela mati untukmu’.”

Dahulu dia hidup dalam ketersesatan. Kini, dia telah berubah menjadi pribadi yang positif. ”Saya mengikuti pelatihan pada tahun 2012. Saya berpartisipasi dalam kegiatan daur ulang, kunjungan kasih, dan kunjungan ke rumah sakit. Setelah berkunjung ke rumah sakit, saya baru paham apa yang disebut menyadari berkah setelah melihat penderitaan. Di bulan Juli tahun itu, saya berhenti mengonsumsi alkohol dan berhenti merokok. Ibu saya merasa sangat tenang. suatu hari, beliau berkata kepada saya, “Nak, saya harus secara langsung pergi ke Taiwan untuk berterima kasih kepada Master Cheng Yen. Tzu Chi telah membuatmu berubah. Saya tidak berhasil menasihatimu meski sudah 30 tahun’,” kata Lu Yang Da mengenang kata-kata ibunya.

Namun, ibunya telah meninggal dunia. Dia berkata bahwa dia merasa bersalah kepada ibunya. Saya berkata padanya,  “Ibunya sudah merasa sangat gembira karena kamu telah memperbaiki diri dan bergabung dengan Tzu Chi. Ibumu tahu kini kamu datang untuk dilantik. Karena itu, beliau pergi dengan tenang.” Dia telah memperbaiki diri sehingga ibunya meninggal tanpa ada penyesalan. Ini sungguh kisah yang menyentuh hati.

Jing Na, relawan Tzu Chi yang baru dilantik komite ini juga bercerita tentang mimpinya pada belasan tahun lalu. Dia bermimpi tentang sekelompok biksu-biksuni yang sedang mendaki gunung. “Kami sedang mendaki gunung. lalu, saya melihat Master Cheng Yen berdiri di sana. Saya melihat beliau berdiri di puncak gunung. Saya tidak tahu bagaimana melukiskan perasaan saya. Di dalam hati saya, saya sudah lama mengenal Tzu Chi. Inilah pertanyaan saya. Mengapa Master Cheng Yen ada di sini,” kata Jing Na.

Benih Tzu Chi sudah ada di dalam hatinya. Saat jalinan jodoh matang, dia mulai bergabung dengan Tzu Chi dan berpartisipasi dalam kegiatan daur ulang. Saat melakukan kegiatan daur ulang, ada relawan lain mengundangnya untuk mengikuti pelatihan. Sejak saat itu, dia berharap dapat kembali ke Taiwan untuk bertemu dengan saya. Dia juga bertekad untuk menolong orang yang kurang mampu dan menderita. Setiap hari, dia menyisihkan satu dolar ke dalam celengan bambu. Dari satu dolar itu, 50 sen dia gunakan untuk melakukan amal dan 50 sen lainnya dia sisihkan untuk membeli tiket pulang ke Taiwan. Dia menyisihkan 50 sen setiap hari untuk membeli tiket pulang pergi. Ini sungguh tidak mudah. Hidupnya tidaklah berada. Namun, dia menyisihkan uang setiap hari demi memenuhi harapannya.

 

Bodhisatwa sekalian, kekuatan cinta kasih haruslah dipupuk setiap hari. Selain itu, kita harus membangkitkan ketulusan dari dalam hati dan membentangkan jalan cinta kasih ke seluruh dunia. Semoga kita dapat mengantarkan cinta kasih ke seluruh dunia. Di mana pun ada penderitaan, selain memberi bantuan materi, di saat yang bersamaan, kita juga dengan ketulusan penuh cinta kasih membimbing warga untuk melakukan praktik nyata guna menciptakan masyarakat yang penuh berkah. Kita mencurahkan cinta kasih universal untuk mereka.

Inilah arah tujuan kita dari tahun lalu dan harus terus kita emban di tahun ini. Kita juga harus memperpanjang jalinan kasih sayang hingga selamanya. Tzu Chi sudah 50 tahun. Meski 50 tahun sudah berlalu, tetapi baik pada masa kini maupun masa depan, kita harus selamanya membentangkan jalan cinta kasih ke seluruh dunia. Kita juga harus memiliki ketulusan jalinan kasih sayang agar dapat membawa kebaikan bagi dunia. kita juga harus melakukan praktik nyata untuk menciptakan masyarakat yang penuh berkah. Saya berharap tak peduli berapa lama waktu berlalu, setiap orang dapat terus membentangkan jalan penuh cinta kasih dan memperpanjang jalinan kasih sayang. Ini adalah kewajiban kita bersama. Dengan hati Buddha dan tekad Guru, kita memikul tanggung jawab atas dunia ini. Setiap relawan Tzu Chi berikrar untuk menyelamatkan semua makhluk yang tak terhitung. Kita harus mempraktikkan Empat Sifat Mulia untuk bersumbangsih bagi semua makhluk di dunia.

Bersikap penuh pengertian, berlapang dada, dan membuka hati

Berikrar dan bertekad untuk menolong orang yang menderita

Membentangkan jalan cinta kasih ke seluruh dunia

Memikul tanggung jawab atas dunia ini

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 22 November 2015

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 20 November 2015

Kebahagiaan berasal dari kegembiraan yang dirasakan oleh hati, bukan dari kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -