Ceramah Master Cheng Yen: Memperluas cinta kasih sampai ke seluruh dunia
Sepanjang tahun 2020, hati setiap
orang tidak tenang. Tahun Baru Masehi sudah berlalu, Tahun Baru Imlek juga akan
segera tiba. Kita harus bersyukur atas hari-hari yang telah dilalui dengan
tenteram. Semoga tahun yang baru adalah tahun yang penuh kebaikan dan
kesejahteraan.
Namun, kebaikan harus dimulai dari
manusia. Pikiran manusia harus baik, manusia juga harus berbuat baik. Pikiran
dan perbuatan baiklah yang dapat membawa kebaikan bagi dunia tanpa adanya
malapetaka. Intinya, kita semua harus sangat bersungguh hati. Kehidupan tidaklah
kekal. Sungguh, ketidakkekalan terlihat dalam berbagai aspek.
Saat berbicara setiap harinya, saya
tak pernah lepas dari topik ketidakkekalan. Dunia yang tidak kekal terus
berproses secara halus. Ketidakkekalan ini terjadi pada diri kita tanpa kita
sadari. Segala sesuatu yang berkondisi ini terus berubah.
Saya sering membahas tentang
perubahan kondisi ini. Segala bentukan terus berubah tanpa kita sadari.
Semuanya terus berganti, menua, atau mengalami pelapukan. Berbagai hal berlalu
perlahan-lahan tanpa kita sadari.
Kita tak perlu melihat orang lain,
cukup lihat diri sendiri. Saat becermin, Anda mungkin tiba-tiba bertanya-tanya,
"Benarkah ini saya?" Sebaliknya, saat melihat-lihat foto-foto masa
muda, Anda juga bertanya-tanya, "Benarkah ini saya?" Rupa manusia
bisa berubah. Bagaimana rupa ini berubah? Waktulah yang membawa perubahan tanpa
kita sadari.
Foto yang kita lihat sekarang
diambil puluhan tahun lalu. Begitulah rupa saya saat itu. Lensa kamera
mengabadikan momen sekejap saat itu. Saat itu, di samping pohon-pohon itu
adalah Vihara Pu Ming. Saat itu kami hidup serba sulit di sana. Saat kami
sedang memasak bubur, seseorang berkata, "Master, pada kebaktian
Bhaisajyaguru tanggal 24 Imlek ini, sepertinya yang hadir lebih banyak. Kita
harus bagaimana?"
Kami tidak punya beras lagi. Karena
tidak ada beras, kami hanya bisa menambahkan air. Karena itu, di wajan besar
tersebut kita menambahkan air, bukan beras. Dengan air yang banyak dan beras
yang sedikit, saat melihat ke dalam wajan, bayangan pohon bisa terlihat.
Bayangan gunung juga terlihat. Terlihat pula langit biru dan awan putih. Jadi,
saya menggambarkan kondisi saat itu, "Di dalam wajan memasak gunung dan
sungai; sebutir beras mengandung matahari dan bulan."
Di kemudian hari, kita mulai
tinggal di Griya Jing Si. Perlahan-lahan kita mulai membangun Griya Jing Si.
Terima kasih kepada ibu saya yang membeli sebidang lahan. Di lahan itu kita
bercocok tanam selama lebih dari seratus hari setiap musimnya. Kita terus
menanti hasilnya setiap hari, seiring terbit dan terbenamnya matahari dan
bulan. Jadi, "Sebutir beras mengandung matahari dan bulan."
Namun, padi yang sudah dipanen
harus kita jual untuk menutupi biaya hidup. Yang kita sisihkan untuk keperluan
sendiri tetap terbatas. "Di dalam wajan memasak gunung dan sungai."
Beras yang sedikit itu hanya kita tambahkan air. Yang kita makan sendiri begitu
tidak berisi. Ia kosong bagaikan ilusi. Jadi, semangat pada masa-masa itu
berlanjut hingga sekarang, begitu pula di masa depan.
Para bhiksuni di Griya Jing Si amat
bersusah payah. Mengikuti saya, semua orang harus bekerja. Griya Jing Si
selamanya adalah sandaran bagi Tzu Chi. Di Griya Jing Si, kami pernah melakukan
dua sampai tiga puluh jenis pekerjaan. Begitulah kehidupan ini dilalui dengan
penuh ketahanan, kesabaran, dan keteguhan. Demikianlah perjalanan Tzu Chi
selama 50-an tahun hingga saat ini.
Saya berharap di tengah kondisi
stabil saat ini, arah kita tetap benar. Setiap orang harus memegang teguh arah
ini, jangan menyimpang sedikit pun. Saya berharap kita dapat melakukan
kebajikan besar. Jika tidak dapat melakukan kebajikan besar, paling tidak kita
turut berbahagia atas kebajikan orang lain. Turut berbahagia atas pahala orang
lain juga merupakan perbuatan baik.
Terlahir di dunia ini, meski
menerima berbagai buah karma, orang juga dapat memiliki jalinan jodoh untuk
terbantu. Jadi, saya sering berkata bahwa orang yang bertemu Tzu Chi termasuk
beruntung. Masih banyak orang yang juga hidup kekurangan, tetapi tidak berjodoh
untuk bertemu dengan Tzu Chi. Mereka masih terus menderita dan belum terbantu.
Jadi, kebajikan harus dilakukan meski sedikit.
Bodhisatwa sekalian, kita sungguh
harus selalu meningkatkan kewaspadaan. Dunia tidaklah kekal, waktu tidak kekal,
kehidupan juga tidak kekal. Belakangan ini, pandemi COVID-19 membuat saya
khawatir setiap hari dan setiap saat. Perubahan iklim juga membuat batin saya
tidak dapat merasa tenang. Setiap hari saya berkata bahwa hati saya selalu
memikirkan seluruh dunia.
Jadi, kita harus mengulurkan cinta
kasih untuk menolong orang-orang yang menderita. Saya terus mengatakan tentang
cinta kasih. Cinta kasih kita tidak bercelah atau terpotong-potong. Kita harus
memperluas cinta kasih dan memperpanjang jalinan kasih sayang. Semua ini harus
dijalankan secara nyata. Hati kita harus selalu melingkupi seluruh dunia.
Senantiasa memiliki
ketahanan, kesabaran, dan keteguhan Menciptakan berkah
dengan berbuat baik dan turut berbahagia atas kebajikan orang lain Senantiasa
mengingatkan diri atas ketidakkekalan dunia Memperluas cinta
kasih sampai ke seluruh dunia
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 10
Februari 2021 Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina Ditayangkan tanggal 12 Februari 2021
Artikel dibaca sebanyak : 98 kali
Kirim Komentar
Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.