Ceramah Master Cheng Yen: Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan Hati Buddha dan Tekad Guru

Saya terus membahas tentang waktu, ruang, dan hubungan antarsesama. Kita harus menerapkan ajaran Buddha pada setiap saat, di setiap tempat, dan dalam hubungan antarsesama. Ini sangat penting. Pewarisan Dharma juga sangat penting. Sungguh, selama sesuatu itu benar, maka lakukan saja. Yang kita khawatirkan adalah sebersit niat yang menyimpang. Pikiran yang menyimpang sedikit saja  dapat membuat kita jauh tersesat.

Kehidupan kita hanya puluhan tahun lamanya. Pola pikir yang menyimpang dapat menyebabkan kita bertindak ceroboh sehingga membawa masalah bagi keluarga, masyarakat, negara, bahkan seluruh dunia. Semua itu bersumber dari sebersit niat. Baik kekayaan maupun ketenaran, semuanya tidaklah abadi. Selama masih hidup, kita harus bersungguh hati untuk melakukan hal yang benar.

 

Saya melihat beberapa relawan Tzu Chi yang usianya tidak berbeda jauh dengan saya. Ada relawan yang usianya lebih lanjut dari saya, ada pula yang lebih muda dari saya. Mereka adalah relawan Tzu Chi yang sudah senior. Selama masih sanggup, mereka terus bersumbangsih. Bahkan saat menderita penyakit pun  mereka tetap menjadi nakhoda bagi orang lain.

Meski menderita penyakit, mereka tetap dapat menyeberangkan orang ke pantai kabahagiaan. Meski kondisi tubuh kurang sehat, mereka tetap berusaha membimbing orang untuk mencapai pencerahan.  Meski kondisi tubuh kurang sehat, mereka tetap menggenggam setiap hari untuk bersumbangsih. Mereka tidak berdiam diri di rumah untuk menunggu tua, menunggu makan, dan menunggu ajal menjemput. Mereka tetap bersumbangsih. Apa yang mereka lakukan? Mereka mencurahkan perhatian di komunitas dan melakukan daur ulang.  Melihat ketekunan dan semangat setiap orang, saya sangat terharu.

Sekitar 60 tahun yang lalu, di bawah jalinan jodoh yang baik, Guru saya berpesan enam kata kepada saya. Seperti yang diketahui semua relawan Tzu Chi, yakni berjuang demi ajaran Buddha dan semua makhluk. Enam kata yang sederhana itu terus saya ingat di dalam hati. Seumur hidup ini, saya tidak melakukan apa-apa. Saya hanya bekerja untuk mewariskan ajaran Buddha dan menjalankan tekad Guru.

Buddha datang ke dunia demi satu tujuan penting, yakni mengajarkan praktik Bodhisatwa. Beliau mengajarkan setiap orang untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Ini tujuan Buddha datang ke dunia. Setelah lebih dari 2.000 tahun berlalu, Guru saya juga membabarkan Dharma dan membuka sekolah Buddhis demi mewariskan Dharma kepada generasi penerus. Ini adalah harapan dan tekad Guru saya.

Karena itu, saya juga ingin berjuang untuk ajaran Buddha dan semua makhluk. Untuk mewariskan hati Buddha dan membangun tekad Guru, sudah tidak habis saya lakukan seumur hidup ini. Saat upacara pelantikan setiap tahun, saya selalu mengingatkan para relawan untuk menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan tekad Guru sebagai tekad sendiri.

Setiap orang harus membangun tekad luhur. Setelah menyatakan berlindung kepada Dharma, kita harus menapaki Jalan Bodhisatwa. Memiliki hati Buddha berarti turut merasakan penderitaan orang lain. Di dalam ajaran Buddha, kita sering mendengar tentang mengasihi semua makhluk tanpa mementingkan jalinan jodoh dan memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan.

Ini bukan hanya ucapan semata. Kita harus mempraktikkannya secara nyata. Banyak orang bisa melafalkan Sutra, tetapi apakah mereka bisa mempraktikkannya? Beberapa tahun lalu, saya berkata bahwa kita harus mempraktikkan Sutra. Sutra menunjukkan jalan, dan jalan harus dipraktikkan. Sutra mengandung kebenaran.

Orang yang membabarkan Sutra adalah orang yang berbagi kebenaran. Apakah kita hanya sekadar berbagi kebenaran? Kita harus mendukung mereka untuk mempraktikkannya secara nyata. Belakangan ini saya sering berkata bahwa kita harus membentangkan  Jalan Bodhisatwa yang lapang di dunia. Untuk membentangkan Jalan Bodhisatwa, kita harus membuka jalan yang rata di dunia.

Kalian semua adalah generasi pertama relawan Tzu Chi. Setelah mendengar ceramah saya, kalian harus menyimpannya di dalam hati dan mempraktikkannya secara nyata. Kita harus menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri. Ini bukan hanya slogan semata. Kita harus terjun ke tengah umat manusia dan menggenggam setiap detik yang ada untuk bersumbangsih.

Di mana pun terjadi bencana, kita harus bergerak untuk memberi bantuan. Di mana pun ada penderitaan, Bodhisattva Avalokitesvara selalu muncul untuk meringankan penderitaan. Di mana pun orang yang membutuhkan bantuan, kita harus menjadi Bodhisatwa yang bisa memberi bantuan layaknya Bodhisattva Avalokitesvara yang selalu muncul untuk membantu orang yang membutuhkan. Inilah yang harus kita lakukan.

Sebagai Bodhisatwa dunia, kita harus memanfaatkan waktu dan kehidupan dengan baik. Kita harus bisa menjadi penyelamat bagi orang lain. Ini sangatlah penting. Kita harus membantu orang yang membutuhkan dan menginspirasi mereka untuk melenyapkan noda batin. Dengan demikian, maka kehidupan mereka akan ikut berubah.

Jadi, kita harus memanfaatkan waktu dengan baik. Kita harus memanfaatkan tubuh ini dengan baik. Jika tubuh ini tidak digunakan dengan baik, maka fungsinya akan berkurang. Sama halnya dengan cinta kasih. Kita harus senantiasa mencurahkan cinta kasih. Jika selama beberapa hari kita tidak mencurahkan cinta kasih, maka kenangan kita tentang cinta kasih  akan memudar.

Sering dikatakan bahwa orang tua gampang lupa. Tidak apa-apa jika kita melupakan hal lain, tetapi janganlah melupakan kekuatan cinta kasih. Hingga kini kita masih menyosialisasikan semangat celengan bambu. Himpunan sedikit demi sedikit dapat menjadi banyak.  Pola pikir seperti ini sangatlah tepat. Tetesan air dapat membentuk sungai dan butiran padi dapat memenuhi lumbung. Inilah kekuatan cinta kasih. Jadi, untuk berjuang demi ajaran Buddha dan semua makhluk, kita harus menghimpun tetes demi tetes cinta kasih.


Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan Hati Buddha dan tekad Guru
Tekun dan bersemangat mewariskan ajaran Jing Si
Menghimpun cinta kasih dengan semangat celengan bambu
Terjun ke tengah masyarakat untuk membantu

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 12 April 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Lilie
Ditayangkan tanggal 14 April 2019

Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -