Ceramah Master Cheng Yen: Menapaki Jalan Bodhisatwa di Dunia

“Kami ditugaskan untuk mengiris mentimun dan jahe. Ketika kami baru mengiris sedikit, seorang bhiksuni datang dan berkata bahwa kami mengirisnya terlalu tebal, beliau tidak bisa menggunakannya. Lalu, beliau berkata pada kami untuk mengiris lebih halus sedikit. Kami pun dengan sungguh-sungguh mengirisnya dengan halus dan tipis, tetapi pada akhirnya irisan kami menjadi miring dan tebal. Terkadang, mungkin saat kami mengobrol sehingga tidak berfokus sehingga irisan kami menjadi tidak tepat dan miring,” tutur Zhou Zi-yun, Perawat RS Tzu Chi Dalin.

“Ketika ditugaskan untuk memasang tali kantong sepatu, saya berpikir itu sangat mudah. Itu lebih mudah dari mengetik catatan medis pasien.

Saya seharusnya sangat cepat bisa menguasainya. Kemudian, setelah saya mulai melakukannya, saya berkata pada Yi-zhen bahwa mengapa kami terus menemui kesulitan untuk memasukkan tali itu. Kemudian, saya pun berpikir, dalam melakukan hal apa pun, kita harus bersungguh hati. Bersumbangsih dengan hati yang tenang, barulah bisa bersama-sama mencapai suatu hal,” kata Guo Rui-min, Perawat RS Tzu Chi Dalin.


Saya sangat berterima kasih kepada para staf RS Tzu Chi yang tekun dan bersemangat. Mereka memanfaatkan hari libur untuk tinggal di Girya Jing Si selama 2-3 hari guna merasakan secara langsung kehidupan di Griya Jing Si.

“Bhiksuni De Quan yang membawa kami pergi melipat selimut. Beliau berkata bahwa pagi hari, saat bangun tidur, kita harus merapikan selimut terlebih dahulu, barulah pergi mendengar Dharma. Kita harus melatih diri dan mendengar Dharma untuk kehidupan mendatang yang lebih baik. Seperti inilah ajaran Buddha diterapkan dalam keseharian. Berhubung tidak memiliki begitu banyak kebijaksanaan, kita tidak dapat menanggapinya. Jadi, kita harus lebih banyak mendengar Dharma dan tidak melupakannya. Dengan demikian, barulah kita memiliki Dharma untuk dapat diterapkan dalam berbagai hal yang kita lakukan atau perkara di masyarakat. Pengalaman yang kita peroleh dipadukan dengan ajaran Buddha. Seperti inilah kita melatih diri serta memperbaiki tabiat buruk dan kegelapan batin kita,” ujar Huang Xiu-yue, Perawat RS Tzu Chi Dalin.

Ada beberapa orang yang berkata, "Kami belajar banyak dari para bhiksuni di Griya Jing Si." "Mereka mengajarkan Dharma lewat pekerjaan yang kami lakukan." "Kami semua dipenuhi sukacita dalam Dharma." "Kami melakukan banyak hal dan juga belajar banyak hal." Melihat semua yang mereka bagikan mengandung Dharma, saya juga dipenuhi sukacita.

 

Kemarin, Tang Mei-yun dan penulis skenario, Bapak Zhuang, kembali ke sini. Saya mendengar mereka berbagi pengalaman tentang "Kisah Para Guru". Mereka menulis skenario dengan sangat teliti dan bersungguh hati. Setiap seri "Kisah Para Guru" diteliti secara menyeluruh. Mendengar mereka berbagi dengan penuh semangat dan sangat menyeluruh, saya juga sangat gembira.

Anak muda ini, Bapak Zhuang Shi-hong, bertekad untuk menulis skenario guna membantu menyebarkan ajaran Buddha. Anak muda ini sangat berbakat,

memiliki kesungguhan hati, dan sangat profesional. Dia sangat luar biasa. Begitu pula Tang Mei-yun. Dalam waktu 2 bulan, demi pengambilan gambar "Kisah Para Guru", pada bulan pertama dia pergi ke Angkor Wat, Kamboja untuk pengambilan gambar "Kisah Mahabhiksu Paramartha" guna menelusuri kembali jalan yang pernah dilaluinya.

Dia berjalan di atas tanah yang sangat panas dan penuh kepingan batu tanpa alas kaki. Biasanya, dalam keseharian, kita memakai kaos kaki dan sepatu. Sampai di sana, mereka harus melepaskan sepatu dan kaos kaki serta berjalan di atas tanah yang penuh kepingan batu yang kasar.

Cuaca di sana sangat panas baik pagi maupun siang hari.

 

Lihatlah, di Angkor Wat, mereka harus menaiki anak tangga yang sangat terjal. Untuk menaiki anak tangga itu, dia harus dipapah oleh orang lain. Dia berkata bahwa dia telah merasakan kesusahan para praktisi dalam melatih diri. Perjalanan ini sangat tidak mudah.

Pada bulan kedua, dia harus memerankan "Kisah Mahabhiksu Saicho". Mahabhiksu Saicho adalah orang Jepang dari mazhab Tiantai. Seumur hidupnya, beliau mempelajari Sutra Bunga Teratai sesuai mazhab Tiantai.

Jadi, dia pergi ke vihara itu dan mengambil pemandangan salju di sana.

Di Jepang sangat dingin. Dalam proses pelatihan diri, Mahabhiksu Saicho pernah mengalami pingsan di tengah salju. Berhubung kedinginan akibat salju lebat, beliau pingsan di atas tumpukan salju. Tang Mei-yun pergi ke sana untuk mengambil adegan itu. Dia pingsan di atas salju. Dia juga memakan salju. Sungguh, ini juga merupakan pelatihan diri.

Dalam waktu dua bulan, tim produksi mengalami perbedaan suhu 40 derajat Celsius. Dia berbagi pengalaman tentang proses pengambilan gambar. Itu sungguh tidak mudah. Meski mereka berasal dari tim opera, tetapi selama pengambilan gambar "Kisah Para Guru", seluruh tim harus bervegetaris.

 

Berhubung "Kisah Para Guru" harus diproduksi dalam jangka panjang, maka anggota tim ini juga harus bervegetaris dalam jangka panjang. Mereka memproduksi "Kisah Para Guru" dengan sangat tulus. Saya juga sangat berterima kasih kepada relawan di Kamboja yang telah membuat pengaturan untuk akomodasi dan lain sebagainya. Saya bersyukur atas semua proses ini.

Saya berkata kepada para relawan kita bahwa saya sangat memandang penting hubungan saya dan murid-murid saya. Murid-murid saya sering mengungkapkan bahwa mereka mengasihi saya. Ke mana pun saya pergi, saya mendengar mereka berkata bahwa mereka mengasihi saya. Saya akan berkata kepada mereka, "Jika kalian mengasihi saya, kalian harus mengasihi orang-orang yang saya kasihi di dunia." Saya tidak hanya mengasihi orang-orang di dunia, tetapi juga mengasihi semua murid-murid saya dan menghargai jiwa kebijaksanaan mereka. Terlebih lagi, waktu terus berlalu, kita harus semakin menghargai waktu. Satu per satu relawan memasuki usia paruh baya dan usia lanjut sesuai hukum alam. Saya terus berharap jiwa kebijaksanaan setiap murid saya dapat bertumbuh.

 

Hargailah kehidupan ini karena kalian memiliki jalinan jodoh untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Ini adalah Jalan Bodhisatwa yang sangat nyata. Kita tidak hanya memiliki konsep atau mendengar saja, tetapi juga melakukan praktik nyata dengan menjangkau orang yang menderita.

Di mana pun ada orang yang membutuhkan, relawan kita akan pergi membantu tak peduli jauh ataupun dekat. Tak peduli harus melintasi batas negara ataupun menjangkau orang di sekitar kita, kita akan membantu untuk meringankan penderitaan mereka. Ketika mendengar ada orang yang menderita, kita akan membantu untuk meringankan penderitaan mereka. Inilah Bodhisatwa dunia yang sesungguhnya.

 

Bekerja keras dalam memerankan "Kisah Para Guru"

Mewariskan Dharma lewat drama dan bervegetaris dengan tulus

Giat melatih diri demi menumbuhkan jiwa kebijaksanaan

Melenyapkan penderitaan dengan mempraktikkan Jalan Bodhisatwa secara nyata

  

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 11 Maret 2019

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 13 Maret 2019

Orang bijak dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kondisi yang diperlukan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -