Ceramah Master Cheng Yen: Menyebarkan Semerbak Dharma yang Segar

Pada kesempatan ramah tamah, Mai Jin-xiang, relawan berbagi kisahnya. “Sembilan tahun yang lalu, saya didiagnosis terkena kanker lidah stadium 4 karena dahulu, saya punya kebiasaan buruk, yaitu mengunyah buah pinang. Saat itu, saya tidak bisa menerima kenyataan. Kakak Fei-long lalu mengajak saya bergabung dengan Tzu Chi untuk bersumbangsih.”

Mai Jin-xiang melanjutkan, “Saya mengikuti para relawan Tzu Chi mencurahkan perhatian kepada lansia sebatang kara di komunitas sehingga saya dapat menyadari dan menghargai berkah setelah melihat penderitaan. Saya bukanlah yang paling menderita di dunia ini. Saya masih dapat menolong sesama dan menjadi penyelamat dalam hidup orang lain. Dalam kegiatan bedah buku pada bulan Juli tahun lalu, saya mendengar para relawan berbagi tentang pengalaman mereka dalam bervegetaris. Saya sangat terharu. Saat itu, saya berpikir, ‘Dengan kondisi seperti ini, apakah saya bisa ikut bervegetaris?’ Namun, asalkan ada Dharma, pasti akan ada jalan. Di sini, saya berikrar di hadapan Master.”

“Saya akan terus bervegetaris dan menyosialisasikan vegetarisme. Saya juga akan mendedikasikan hidup saya untuk menjalankan Tzu Chi,” tutur Mai Jin-xiang menyampaikan ikrarnya.


Ini sungguh menyentuh. Saudara sekalian, kalian semua adalah teladan dan telah melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang pada umumnya. Sesungguhnya, itu adalah hal yang mudah, tetapi banyak orang yang tidak bisa melakukannya, yaitu bervegetaris. Dengan bervegetaris, barulah kita bisa menunjukkan cinta kasih yang menyeluruh tanpa celah.

Kita semua tahu bahwa kita harus memiliki cinta kasih. Namun, apa yang harus kita kasihi? Buddha mengajari kita untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Di Jalan Bodhisatwa, kita menyelamatkan semua makhluk. Jadi, kita bukan hanya menyelamatkan manusia, melainkan semua makhluk. Akan tetapi, dengan mengonsumsi daging saja, kita telah menimbulkan celah besar dalam cinta kasih kita.

Orang-orang tidak bisa mengendalikan nafsu makan. Saat membuka mulut, manusia menelan nyawa banyak hewan. Berapa banyak hewan yang telah dimakan oleh manusia? Lebih dari 200 juta ekor per hari.

Manusia memakan daging hewan tanpa memikirkan bahwa manusia dan hewan hidup berdampingan di Bumi ini. Tanaman pangan saja sudah cukup untuk kebutuhan gizi kita. Kita hendaknya bersyukur kepada bumi yang menyediakan beragam tanaman pangan dengan berbagai rasa dan tekstur. Itu hendaknya sudah cukup untuk memenuhi nafsu makan kita. Namun, karena pikiran yang menyimpang, orang-orang membunuh dan melukai hewan. Hewan pun memiliki perasaan. Hewan juga takut akan kematian. Manusia membuat hewan ketakutan dan merintih kesakitan.


Dalam ajaran Buddha, orang-orang tetap harus menanggung karma yang diciptakan ini. Ini adalah karma buruk kolektif semua makhluk. Kini, melihat kalian semua, saya sangat terhibur karena kalian sudah mulai beralih ke pola makan vegetaris dan mengubah kesesatan menjadi kesadaran. Selain itu, apa yang kalian bagikan juga kaya akan Dharma. Semerbak Dharma ini sangatlah segar dan bagaikan fitonsid yang membuat fisik dan batin kita gembira. Selain itu, juga ada keindahan yang menenangkan. Jadi, kebenaran, kebajikan, dan keindahan lengkap di sini. Terima kasih, Bodhisatwa sekalian.

Kita harus terus melakukan hal yang benar. Saya juga bersyukur kepada semua relawan. Saat ada yang membutuhkan dan saya mengimbau orang untuk membantu, kalian selalu mengerahkan potensi kebajikan kalian. Lihatlah ini. Saya sungguh sangat tersentuh.

Relawan kita membuat banyak gambar untuk mengingatkan orang-orang akan isu global. Saya sungguh sangat bersyukur kepada para Bodhisatwa yang menggunakan kebijaksanaan untuk membawa manfaat bagi semua makhluk. Inilah Bodhisatwa yang sesungguhnya. Saya bersyukur pada mereka.

Setiap hari, saya duduk di sini untuk mendengar para relawan berbagi pengalaman. Kalian berkata bahwa saya membabarkan Dharma di atas panggung. Sesungguhnya, saat duduk di sini, saya mendengar Dharma dari relawan kita. Dharma yang saya dengar saat duduk di sini adalah kebenaran sejati. Kalian berbagi pengalaman hidup kalian dengan saya. Kalian memperoleh sukacita dan pengalaman dengan mendedikasikan hidup kalian. Dengan duduk di sini, saya bisa mendengar kebenaran sejati yang penuh kebahagiaan.


“Setelah ada kegiatan bedah buku, semua orang berbagi bagaimana mereka menerapkan Dharma dalam keseharian. Mungkin karena tidak ada tekanan, semua orang bisa saling berbagi bagai mengobrol dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, mereka juga sangat aktif dalam berbagi pengalaman dan memberikan umpan balik,” kata Su Shu-hui.

“Sesungguhnya, saya tidak menerima banyak pendidikan, tetapi saya mengemban tanggung jawab untuk membuat dan merapikan catatan. Saya terus menonton video ceramah Master, lalu mengetik huruf demi huruf di ponsel saya. Setelah berulang kali melakukannya, saya tiba-tiba menyadari bahwa ada sekuntum teratai yang mekar di ladang batin saya. Saya merasa bahwa inilah yang Master ajarkan, belajar lewat bersumbangsih dan memperoleh kesadaran darinya,” lanjutnya.

“Setelah saya mengikuti kegiatan bedah buku, cucu saya berkata, ‘Kakek, temperamen Kakek sudah membaik. Kakek tidak pernah berbicara pada kami dengan nada tinggi lagi.’ Dahulu, jika saya berbicara dengan nada tinggi, dia selalu berkata, ‘Kakek berbicara dengan nada tinggi agar bisa didengar oleh para relawan di Aula Jing Si?’ Setelah dia berkata demikian, saya pun tidak berani berbicara padanya dengan nada tinggi lagi. Jadi, saya sangat bersyukur kepada Bodhisatwa cilik saya ini,” cerita Yu Yuan-rong. 

Kita memiliki jalinan jodoh untuk bergabung dengan Tzu Chi dan mendengar Dharma. Saya bisa melihat perubahan kalian. Kita sungguh dipenuhi berkah.


Populasi manusia di dunia melebihi 7 miliar, tetapi berapa banyak orang yang sungguh-sungguh mengenal Tzu Chi? Sangat sedikit, bagai setetes embun di antara sekian banyak. Setiap hari, ada embun di bumi ini. Yang benar-benar menyentuh embun sangatlah terbatas. Bukankah kita harus menghargai jalinan jodoh ini? Jadi, kita harus menghargai setiap jalinan jodoh baik yang kita miliki.

Saat bertemu orang-orang, kita harus menggenggam jalinan jodoh. Saya mendengar banyak relawan berbagi pengalaman. Meski mereka pernah mengalami kesulitan dan penderitaan besar, tetapi semua itu telah berlalu.

Kalian yang berada di sini sekarang adalah orang yang dipenuhi berkah. Kalian semua adalah Bodhisatwa. Kehidupan kalian telah berubah. Kalian juga meneladan semangat Buddha yang datang ke dunia ini lebih dari 2.500 tahun lalu. Kini kita menyatu dengan semangat tersebut lewat ajaran dari Sutra Bunga Teratai. Terlebih, inti sari Sutra Bunga Teratai adalah Sutra Makna Tanpa Batas. Sutra Makna Tanpa Batas adalah inti sari dari Sutra Bunga Teratai yang terdiri atas 7 jilid. Jadi, saya ingin memberi tahu kalian bahwa isi Sutra Bunga Teratai mungkin terasa sangat panjang bagi kalian. Namun, kalian harus sungguh-sungguh mendalami dan mempraktikkan Sutra Makna Tanpa Batas, bukan sekadar membacanya. Sutra ini mengandung kebenaran sejati dan inti sari ajaran Buddha. 

Melihat kebenaran, kebajikan, dan keindahan dari inti sari Sutra Bunga Teratai
Menggenggam jalinan jodoh baik untuk mengubah kesesatan menjadi kesadaran
Menyatu dengan ajaran Sutra Makna Tanpa Batas
Pengalaman insan Tzu Chi membawa manfaat dalam jangka Panjang

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 26 Maret 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 28 Maret 2021
Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -