Ceramah Master Cheng Yen: Menyerap Dharma ke Dalam Hati dan Menyebarkan Cinta Kasih

Lihatlah, dunia sangat luas. Insan Tzu Chi hanya memiliki satu konsep, yaitu cinta kasih. Cinta kasih mereka tanpa batas. Setiap hari, kita bisa melihat banyak relawan Tzu Chi bersumbangsih di banyak negara di dunia dengan cinta kasih universal.

Kita juga bisa melihat relawan lokal di Mozambik yang sangat mengagumkan. Lahan "Rumah cinta kasih" di sana disumbangkan oleh Bapak Chen. Relawan yang pergi ke sana kali ini berkata bahwa mereka terkena mangga yang jatuh karena saat ini sedang musim mangga di sana. Kita bisa melihat kebun sayur mereka. Lihatlah bagaimana mereka mengolahnya. Setiap tanaman sayur tumbuh dengan sangat hijau.

Mereka tak menggunakan pestisida, melainkan menggunakan air cabai. Mereka juga memelihara cacing tanah dan menaruhnya di kebun sayur agar cacing tanah dapat terus menggemburkan tanah. Saya diberi tahu bahwa inilah sebabnya setiap tanaman sayur bisa tumbuh dengan baik. Mereka tak menggunakan pestisida, melainkan menggunakan air cabai. Lihatlah bagaimana mereka menunjukkan cinta kasih mereka dengan kebijaksanaan di lahan itu.


Setelah alang-alang di jemur hingga kering, mereka lalu membuat tikar untuk dijual di bazar guna membantu korban gempa di Indonesia. Hari itu, saya melihat Denise berkeliling area itu untuk memberi tahu saya apa saja yang dilakukan oleh relawan lokal.

“Panci yang ini berisi air panas. Sebentar lagi mereka akan memasak satu panci nasi. Satu panci air panas, satu panci nasi, dan satu panci sayur. Master, ini adalah rumput alang-alang yang  mereka potong dan dijemur hingga kering. Ini adalah batu dan batu bata yang mereka pungut di kebun ini. Ini adalah benang yang mereka ambil dari kantong beras dan beberapa tali plastik untuk membuat tikar,” kata Denise, relawan Tzu Chi.

Yang membuat orang tergugah adalah cara mereka menenun tikar. Beras yang kita kirim ke sana, karungnya terbuat dari benang-benang plastik. Mereka membuka karung itu dan menarik benangnya seutas demi seutas. Lalu, benang-benang itu digunakan untuk mengikat rumput alang-alang. Mereka mengikatnya dengan sangat rapat. Dibutuhkan keterampilan yang baik untuk mengikatnya. Benang-benang dari karung beras itu ditarik keluar untuk mengikat alang-alang. Setelah selesai diikat, jadilah selembar tikar besar yang sangat halus.

 

Mereka menjual tikar itu untuk membantu korban gempa di Indonesia. Meski kurang mampu, mereka tak mau ketinggalan untuk melakukan perbuatan amal. Ada lebih dari 3.000 relawan di sana yang mendedikasikan diri untuk menjalankan misi Tzu Chi. Bayangkanlah, betapa bijaksananya mereka. Tak hanya memiliki kebijaksanaan, mereka juga rajin dan menyerap Dharma ke dalam hati. Mereka menerapkan ajaran saya di dalam keseharian.

Kita juga bisa mendengar mereka menyanyikan lagu "Buddha di Puncak Burung Nasar" dengan sangat baik. Mereka mengenakan celana seragam putih dan telah selesai mengikuti pelatihan.

Apakah kalian melihat lahan itu semuanya adalah tanah kuning? Mereka duduk di tanah. Setelah selesai kegiatan, mereka semua duduk di tanah dan mulai berdiskusi. Mereka duduk membentuk satu lingkaran demi satu lingkaran, semuanya sangat rapi.

Lewat konferensi video, saya memberi tahu mereka bahwa mereka semua duduk dengan rapi saat berdiskusi. Saat berdiri, mereka tak perlu menepuk-nepuk celana, juga tak ada meja dan kursi yang perlu disimpan, itu sangat alami. Saya sungguh tak dapat mendeskripsikan kerapian mereka yang alami dan bersih. Inilah yang saya rasakan kali ini.

 

Mereka juga menampilkan "Himne Ajaran Jing Si". Ya-chun dan Wei-yang membimbing mereka untuk berlatih. Mereka berdua berdiri di atap bangunan untuk mengajarkan kepada para relawan gerakan-gerakannya. Para relawan lokal melihat gerakan-gerakan yang diajarkan. Mereka sangat berbakat, inilah yang saya lihat kali ini.

Mereka berlatih gerakan "Himne Ajaran Jing Si" dengan sangat cepat, tak sampai setengah hari karena dua hari yang lalu saya berkata kepada mereka bahwa saya ingin melihat mereka menampilkannya lewat konferensi video. Namun, dengan sumber daya yang terbatas di sana, bagaimana mungkin mereka bisa mengadakan konferensi video?

Meski begitu, mereka tetap berlatih. Ini sungguh tak mudah. Mereka melakukannya dengan sangat alami. Mereka berhati bajik dan juga memiliki kebijaksanaan. Inilah mengapa saya selalu memuji mereka. Selain itu, di akhir acara, mereka terus menyanyikan lagu "Mengikuti Langkah Master".

"Insan Tzu Chi berjalan mengikuti langkah Master"

Saya sangat bersyukur bahwa kali ini mereka menggunakan laptop untuk merekam acara tersebut. Stephen Huang berada di belakang untuk memberi arahan ke mana laptop itu harus diarahkan untuk mengambil gambar. Lihatlah, mereka sangat mengagumkan. Para relawan harus menyiapkan makanan bagi lebih dari 1.000 orang untuk acara ini. Saya mengatakan bahwa area yang digunakan untuk menyiapkan makanan di sana merupakan dapur terbesar dari semua kantor Tzu Chi.

 

Sebesar apa pun dapur kita, pasti memiliki tembok, sedangkan di sana tak ada tembok. Dapur itu sungguh cukup besar. Saya juga mengatakan bahwa tempat pelatihan mereka besarnya juga tanpa batas. Ini merupakan tempat pelatihan terbesar yang ada di Tzu Chi. Tak peduli berapa banyak orang yang datang, mereka tak perlu menyediakan kursi dan juga tak perlu menyewa tempat. Orang-orang yang datang hanya duduk di tanah. Seberapa luas lahan di sana, seluas itulah tempat pelatihan mereka.

Intinya, para relawan yang kembali dari Mozambik kali ini, perlu membuat rencana jangka panjang untuk membimbing relawan lokal agar bisa membantu orang yang membutuhkan di Afrika. Intinya, dengan tersebarnya insan Tzu Chi di dunia, kita dapat melihat apa yang terjadi di dunia dan melihat penderitaan di dunia serta kekuatan cinta kasih Bodhisatwa. Mereka sungguh sangat mengagumkan. Namun, sangat disayangkan, orang-orang di sana hidup dalam kondisi seperti itu. Bayangkanlah, bukankah kita sangat memiliki berkah?

Kita harus bersyukur setiap hari dan berpuas diri akan lingkungan hidup kita yang penuh berkah. Jika kita sering berpikir seperti ini, kita akan melewati waktu dengan gembira setiap hari. Saya mendoakan semuanya. Saya sangat berterima kasih atas tetes demi tetes sumbangsih  dari semua orang. Terima kasih.

Cinta kasih yang tak terhingga tersebar di seluruh dunia

Mempraktikkan Dharma dengan kebijaksanaan dan welas asih

Relawan Tzu Chi menampilkan lagu "Himne Ajaran Jing Si"

Bersumbangsih dengan tekun dan bersemangat

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 8 November 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 10 November 2018

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -