Ceramah Master Cheng Yen: Merasakan Manisnya Hidup pada Usia Lanjut

 

“Meski menjalani hidup yang sulit di Taipei sejak berusia 13 tahun, tetapi saya merasa bahwa di antara orang-orang yang saya temui, sebagian besar adalah orang baik. Saya tidak membandingkan diri dengan orang-orang yang lebih berada, melainkan dengan orang-orang yang lebih kekurangan. Kami memiliki makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Kami sudah sangat bahagia. Jika kita tidak pernah merasakan kepahitan hidup dan hanya merasakan kemanisan, kita tidak akan memahami penderitaan hidup. Jadi, saya merasa bahwa kita harus merasakan kepahitan, baru bisa menyadari kemanisan hidup,” tutur Chen Wu Xue.

Kehidupan manusia manis atau pahit? Kita bisa melihat relawan Chen Wu Xue dan Chen A-qiu. Pasangan suami istri ini sungguh membuat orang tersentuh. Saat mendengar kisah mereka, saya sungguh kagum pada mereka. Meski pasangan suami istri ini bukan orang kaya, tetapi mereka memiliki hati yang lapang dan kasih sayang yang murni.

Saya mendengar Wu Xue bercerita bahwa suaminya sangat tekun. Mereka bekerja merawat pemakaman. Setiap tahun, suaminya selalu menangis di depan makam ibunya. Mengapa suaminya menangis? Karena suaminya merasa bersalah kepada ibunya. Suaminya berkata bahwa pendurhakaan terbesar adalah tidak memiliki putra. Mengapa bisa demikian? Dia telah melahirkan tujuh orang putri berturut-turut. Karena ingin memenuhi harapan suaminya, dia pun terus berusaha. Akhirnya, mereka mendapatkan seorang putra.

Dia merasa sangat beruntung karena kedelapan anaknya sangat patuh. Setelah tumbuh dewasa pun, mereka tetap sangat patuh dan penurut. Setelah bekerja, adakalanya, putranya diajak oleh koleganya untuk minum arak.

“Di perusahaan tempat kerjanya, terdapat 60 hingga 70 karyawan yang semuanya merokok. Hanya dialah yang tidak merokok. Orang lain berkata padanya bahwa dia harus ikut merokok. Jika tidak, dia tidak akan memiliki teman. Saat putra saya menceritakannya kepada saya, saya berkata, ‘Tidak boleh. Kamu harus membimbing orang lain, jangan malah dibimbing oleh mereka. Kamu harus menjadi sekuntum bunga teratai di tengah lumpur.’ Putra saya menuruti perkataan saya. Dia sungguh sangat patuh. Dia tidak merokok, minum arak, ataupun mengunyah buah pinang. Jadi, kami bisa menghemat uang. Suami saya dan saya sudah bersumbangsih sebagai komisaris kehormatan. Kami menabung 300 dolar NT setiap hari. Dalam waktu sepuluh tahun, kami dapat menabung 1,08 juta dolar NT. Jadi, dalam waktu 10 tahun, kami bisa bersumbangsih sebagai komisaris kehormatan, bahkan uangnya masih bersisa,” cerita Chen Wu Xue.

Mereka menjadikan diri sendiri sebagai teladan. Mereka telah bergabung dengan Tzu Chi selama 20 tahun lebih. keyakinan Wu Xue tidak pernah goyah. Meski harus sangat bekerja keras dan dihujani berbagai isu, dia tetap percaya pada saya dan mengemban misi Tzu Chi dengan penuh sukacita dan gembira. Dia memiliki kelapangan hati dan kemurnian pikiran.

Setiap hari, mereka menabung 300 dolar NT, sepasang suami istri ini bersumbangsih dengan sepenuh hati. Mereka berdua bekerja merawat pemakaman dan menerima pekerjaan serabutan. Mereka memiliki harapan yang sama. Dalam waktu 10 tahun, mereka bisa bersumbangsih sebagai komisaris kehormatan, masih bersisa 80.000 dolar NT.

Dalam waktu 10 tahun, sudah ada satu orang yang bisa menjadi komisaris kehormatan. Setelah mereka berdua menjadi komisaris kehormatan, mereka juga bersumbangsih sebagai komisaris kehormatan atas nama putra mereka. Lihatlah, mereka begitu berhemat dan giat bersumbangsih. Mereka juga melakukan daur ulang. Kegiatan daur ulang merupakan kegemaran mereka. Inilah yang saya dengar saat pergi ke Taipei kali ini. Saya sangat tercengang dan tersentuh. Mereka memanfaatkan setiap waktu dalam hidup mereka.

Saya sering berkata bahwa jangan menyia-nyiakan satu detik pun dan terapkanlah ilmu ekonomi dalam mengatur waktu. Pasangan suami istri ini merupakan teladan. Saya hanya mengatakannya, merekalah yang mempraktikkannya.

Lihatlah sang suami. Dia terus bersumbangsih hingga menderita nyeri tulang. Namun, dia terus menahan rasa sakitnya. Hingga bulan November lalu, dia baru menjalani operasi di RS Tzu Chi di Xindian. Dia sangat puas dan gembira dengan hasil operasi. Mereka berdua juga mengikuti acara Pemberkahan Akhir Tahun. Meski baru saja menjalani operasi, dia tetap hadir untuk berbagi kisahnya dengan sangat gembira. Meski merasakan rasa sakit, dia tetap bisa menjalani hidup dengan bahagia.

Putra mereka juga akan mengikuti pelatihan relawan dan bersumbangsih sebagai komisaris kehormatan. Beberapa orang putri mereka juga sudah mengikuti pelatihan untuk menjadi anggota komite. Mereka sekeluarga adalah insan Tzu Chi. Saya sungguh tersentuh mendengar hal ini.

Ada juga seorang relawan berusia 90 tahun, Huang Hong Qi, dia ingin bersumbangsih, tetapi orang-orang berkata padanya bahwa dia sudah lanjut usia, tidak perlu begitu giat bersumbangsih. “Sekarang, saya melakukan apa yang bisa saya lakukan. Saya hidup sebatang karadan merawat diri sendiri. Dapat memiliki tubuh yang sehat dapat berjalan, dan dapat berlari, inilah berkah kita. Lebih baik membantu orang lain daripada menerima bantuan orang lain,” ucapnya.

Dengan sepenuh hati, dia memperkenalkan Tzu Chi kepada orang-orang dan mengumpulkan donasi. Dia juga sangat tekun dan bersemangat dalam menghirup keharuman Dharma. Dia berasal dari Taoyuan. Di Taoyuan, terdapat banyak relawan yang berusia 80 hingga 90-an tahun. Para Bodhisatwa lansia ini memiliki tekad pelatihan yang teguh. Seorang relawan berusia 80 tahun lebih bahkan mengemban tanggung jawab sebagai ketua Xieli.

Zhang Wu Xiu, Ketua Xieli berusia 86 tahun. Dia berkata kepada saya, “Master, saya mengajak anggota tim Xieli saya untuk menemui Master.” Pada usia 80 tahun lebih, dia masih mengemban tanggung jawab sebagai ketua Xieli.

Seorang relawan berusia 90 tahun lebih berkata, “Master, saya selamanya ada di sini. Saya merupakan murid Master dari kehidupan ke kehidupan.” Melihat keteguhan tekad sekelompok besar Bodhisatwa lansia ini, saya sungguh merasa sangat kagum dan tercengang.

Singkat kata, kekuatan cinta kasih dapat membangkitkan kebijaksanaan. Asalkan memiliki keteguhan dan arah tujuan yang benar, maka setiap hari, kita akan merasa gembira dan penuh sukacita. Dengan fisik dan batin yang sehat, mereka bersumbangsih bagi manusia dan bumi. Mereka merupakan relawan daur ulang, juga merupakan anggota komite sekaligus relawan ladang berkah. Mereka melakukan segalanya dengan menggenggam erat setiap waktu sehingga hidup mereka menjadi sangat berwarna.

Melihat sekelompok murid lansia saya ini, saya sungguh sangat tersentuh. Mereka memiliki potensi lansia, tetapi tidak menimbulkan masalah lansia. Mereka menuju arah yang benar, penuh cinta kasih, memiliki fisik dan batin yang sehat, dan bersumbangsih bagi keluarga dan masyarakat. Bisakah kita tidak menghormati dan mengasihi mereka? Kita harus menghormati dan mengasihi mereka. Singkat kata, kekuatan cinta kasih tidak ada habisnya.

Menganggap penderitaan hidup sebagai suplemen

Giat menciptakan berkah dengan hati yang lapang dan pikiran yang murni

Tekad para Bodhisattva lansia tidak tergoyahkan

Kekuatan cinta kasih universal bagaikan sumber air yang tidak pernah kering

Sumber: Lentera Kehidupan tanggal 27 Januari 2016 - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 Januari 2016

Ditayangkan di DAAI TV Indonesia tanggal 29 Januari 2016

Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -