Mewujudkan Keindahan dengan Kebenaran dan Kebajikan

Saya melakukan perjalanan dari wilayah tengah ke utara Taiwan dan tiba di kebun teh yang luas di wilayah pegunungan Sanyi. Saya melihat relawan memetik daun teh. Melihat kebun teh yang bersih, hati saya dipenuhi sukacita.

Udara di sana sangat sejuk meski matahari bersinar cerah. Saat saya menurunkan kaca mobil dan mengulurkan tangan, saya bisa merasakan kesejukan. Meski ingin turun dari mobil, tetapi saya tidak bisa melakukannya karena mobil terus berjalan. Setelah masuk ke sana, relawan kita naik ke atas mobil dan membawa kita berkeliling.

Tempat itu sangat luas dan indah. Saya merasa bahwa tempat itu merupakan tempat pelatihan yang baik di tengah perkotaan, tempat untuk mengajarkan nilai budaya humanis, dan bagaikan tempat penitipan lansia karena banyak Bodhisatwa lansia kita yang dapat merilekskan fisik dan batin di sana serta terus membentangkan Jalan Bodhisatwa. Di tengah dunia yang penuh kekeruhan ini, tempat itu bagaikan Tanah Suci yang tenang. Saya sangat bersyukur. 

“Master, saya punya satu permintaan. Sepuluh tahun kemudian, Master harus berkunjung ke sini lagi,” Kata Chen Zhong-hou, relawan Tzu Chi.

 Sepuluh tahun kemudian? Dalam perjalanan kali ini, saya sudah berkunjung ke banyak tempat.

“Pokoknya, saya akan menunggu Master 10 tahun yang akan datang. Master harus berjanji untuk berkunjung ke sini lagi 10 tahun lagi,” lanjut Chen Zhong-hou.

Kalian harus ingat untuk menunaikan kewajiban seperti biasanya karena hidup manusia tidak kekal. Saya berjanji pada kalian, tetapi saya tidak tahu bisa menepatinya atau tidak. Yang penting harus tekun melatih diri.

“Baik,” ucap relawan Tzu Chi.

Jadi, bisa datang ke sini dengan tenang, saya juga bersyukur pada diri sendiri. Bisa datang dan berdiri di sini dengan tenang, saya sangat bersyukur diri sendiri memiliki kekuatan ini. Namun, saat melihat para relawan, saya semakin bersyukur. Tanpa himpunan kekuatan cinta kasih banyak orang, kita tidak akan memiliki ladang pelatihan yang begitu harmonis dan indah. Sungguh, saya bersyukur kepada banyak orang dan atas banyak hal. Panas tidak?

 

“Tidak,” ucap relawan Tzu Chi.
“Sampai jumpa,” ucap relawan Tzu Chi.
“Master, apa kabar? Kami menyambut Master kembali ke rumah kita di Zhongli,” ucap relawan Tzu Chi Zhongli.

 

Di Jing Si Books & Cafe di Zhongli, saya melewati kata-kata “membawa manfaat dengan welas asih” yang ditulis oleh Bapak Chen. Ini merupakan arah tujuan hidup yang paling benar bagi kita. Setiap orang memiliki hakikat Kebuddhaan. Di dalam otak setiap orang terdapat bagian yang berkaitan dengan membawa manfaat bagi sesama dengan welas asih. Insan Tzu Chi menggunakan bagian otak ini dengan sangat menyeluruh. Setelah Yang Maha Sadar di Alam Semesta menyatu dengan prinsip kebenaran, Beliau mengajari kita untuk menapaki Jalan Bodhisatwa dan menumbuhkan jiwa kebijaksanaan.

Buddha berkata bahwa setiap orang memiliki hakikat Kebuddhaan, yaitu sifat hakiki yang murni dan mementingkan kepentingan orang lain. Kita semua bisa membawa manfaat bagi orang lain. Inilah hakikat Kebuddhaan, hati Buddha. Saya sering memberi tahu setiap orang untuk berpegang pada hati Buddha dan tekad guru. Saya selalu berharap setiap orang di dunia ini dapat menapaki Jalan Bodhisatwa. Ini berasal dari Sutra Makna Tanpa Batas.

Sutra Makna Tanpa Batas merupakan intisari Sutra Bunga Teratai. Sutra Bunga Teratai mencakup segala sesuatu di dunia ini, seperti orang, hal, dan materi. Ia menggunakan perumpamaan yang mudah dipahami. Selama beberapa waktu, saya mengulas tentang Kereta Lembu Putih. Ke mana pun saya pergi saat itu, saya melihat karya seni lembu yang menarik kereta. Mereka menuangkan pemahaman mereka terhadap isi Sutra ke dalam karya seni yang berwujud.

Dengan prinsip yang sama, Dharma tidak berwujud yang Buddha ajarkan juga kita praktikkan secara nyata. Buddha mengajari kita untuk menyelaraskan pikiran kita dan menuju arah yang benar, yakni membawa manfaat bagi sesama dengan welas asih. Semangat ini semula sudah terdapat di dalam sel otak kita. Biasanya, jarang ada orang yang mengaktifkannya. Namun, insan Tzu Chi sudah lama mengaktifkannya. Saya bersyukur kepada para Bodhisatwa yang sudah lama mengaktifkan bagian otak ini. Bagian otak ini mempengaruhi hati dan tubuh kita untuk bersumbangsih.

Saya sangat bersyukur. Hari ini, saya melihat seni “pemetikan teh”. Daun teh dipetik dari pegunungan. Saat melewati pegunungan yang bersih dan udaranya segar itu, saya sangat ingin turun dari mobil dan menyentuh daun-daun teh lagi.

Saya pernah memetik daun teh di sana dengan metode “satu tunas dua daun”. Kini saya bahkan tidak punya waktu untuk turun dari mobil sebentar. Jadi, saya sangat berharap meski tahu tidak ada kesempatan. Justru karena tidak ada kesempatan, maka saya sangat berharap. Saya berharap ada kesempatan untuk turun dari mobil dan memetik daun teh.

Saya berharap kebun teh kita senantiasa bersih dan bebas polusi. Kita bisa melihat daun teh kita yang melalui berbagai proses dan menyerap nutrisi dari alam. Semua orang bersatu hati dan bekerja sama untuk menjaga kebersihan kebun teh dan setelah teh tiba di sini, mereka mengemasnya dengan bagus dan menyimpannya dengan baik.

Inilah kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Kita menyatukan kekuatan kebenaran dan kebajikan untuk mewujudkan keindahan. Sungguh, kita mewariskan kebajikan dalam keluarga.

“Saya ingin melaporkan kepada Master. Tema pengemasan teh kita berasal dari Kata Renungan Jing Si. Kebajikan dan cinta kasih sebagai warisan keluarga yang paling berharga. Jadi, kita menyegel cinta kasih dan kebajikan di dalam guci untuk mewariskannya dari generasi ke generasi,” kata Chen Hui-yu relawan Tzu Chi

Kebajikan dan cinta kasih sebagai warisan keluarga.

“Itu adalah yang paling berharga. Di kebun teh kita terhimpun cinta kasih banyak orang. Jadi, teh ini adalah teh cinta kasih. Saat mengemas teh, kita harus mendoakan teh ini. Jadi, pola pikir seperti inilah yang kita wariskan pada generasi penerus,” lanjut Chen Hui-yu, relawan Tzu Chi.

Saya bersyukur kepada para Bodhisatwa yang melakukan penyegelan teh dengan indah dan menjadikan kebajikan sebagai warisan keluarga. Semoga semua orang bersatu hati, mewariskan kebajikan dalam keluarga, serta bertindak bersama untuk membawa manfaat bagi sesama dengan welas asih. Inilah kehidupan yang paling bermakna dan berharga. Setiap orang harus menjaga kesehatan dan menggenggam waktu yang ada.

Saya mendoakan kalian. Saya bersyukur kepada Bapak Chen dan para pemetik teh. Dengan rasa syukur ini, saya mendoakan semoga semua orang dapat membina berkah sekaligus kebijaksanaan, menumbuhkan jiwa kebijaksanaan, dan mengembangkan nilai kehidupan. Saya bersyukur atas praktik nyata untuk mewujudkan kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Terima kasih.

 

Menyucikan hati untuk memetik teh dan membebaskan diri dari noda batin
Ladang pelatihan Bodhisatwa juga bermanfaat bagi relawan lansia
Menyadari kebenaran yang terkandung dalam segala sesuatu di alam semesta
Mewariskan kebajikan dalam keluarga dan membawa manfaat bagi sesama

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 15 Juli 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 17 Juli 2019

The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -