Master Bercerita: Kisah Tetua Xian Tan

Ada pepatah yang berbunyi, "Setiap pengalaman menumbuhkan kebijaksanaan." Dalam melatih diri, jangan hanya memikirkan pencapaian pribadi. Jika hanya memikirkan pencapaian pribadi dan mengasingkan diri, kita tidak akan bisa berbaur dengan orang lain. Saya sering berkata, "Di antara tiga orang, pasti ada yang bisa menjadi guru kita." Kita bisa meneladani kelebihan mereka dan memperbaiki diri jika ada kekurangan.

Orang yang baik bisa menjadi teladan kita. Kita harus meneladani kelebihannya, seperti kebiasaan baik, tata krama, dan cara berbuat baik. Orang yang tidak baik juga bisa menjadi guru kita karena dia menunjukkan pada kita bahwa orang yang bertabiat buruk sangat tidak menyenangkan dan sangat menyebalkan. Kita harus  mengintrospeksi diri apakah kita memiliki tabiat buruk seperti dirinya. Jika ada, kita harus segera memperbaikinya.


Jika seseorang tidak menaati aturan, hanya mengasihi diri sendiri, dan tidak memedulikan orang lain, apakah kita akan merasa bahwa dia sangat egois? Tentu saja. Apakah kita ingin disebut sebagai orang yang egois? Tidak. Karena itu, kita harus membuka hati dan bersumbangsih bagi orang-orang dengan penuh cinta kasih. Jadi, kita harus bersyukur kepada mereka yang menunjukkan apa yang baik dan apa yang buruk pada kita.

Kita sering berkata bahwa setiap pengalaman menumbuhkan kebijaksanaan. Jadi, kita harus terjun ke tengah masyarakat. Di tengah masyarakat, kita bisa mempelajari banyak kebenaran. Saat bertemu orang yang tidak baik, kita bisa mengintrospeksi diri. Saat bertemu orang yang baik, kita bisa meneladani mereka. Keduanya bisa memberi kita pelajaran. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, kita harus belajar dari orang lain setiap waktu. Dengan banyaknya orang yang ditemui, banyak hal yang bisa dipelajari. Dengan belajar dari orang-orang di sekitar kita, kita bisa mengembangkan kebijaksanaan.


Zaman dahulu, ada orang yang dipanggil Tetua Xian Tan. Dia sangat kaya dan merupakan umat buddha yang taat. Dia merasa bahwa berdana sangat penting. Dia melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mencari orang yang membutuhkan bantuan. Saat itu, sebagian besar orang hidup berkecukupan. Suatu hari, dia mendapat suatu ide. Dia membeli banyak tanaman obat dan mengupah orang untuk memberi pengobatan.

Saat ada yang jatuh sakit, mereka akan meminta bantuan Tetua Xian Tan. Tetua Xian Tan mengupah orang untuk menyembuhkan penyakit mereka. Orang yang datang berobat semakin banyak sehingga dia kehabisan uang. Dia ingin berlayar untuk berburu harta karun. Sebelum berangkat, dia melihat sekelompok orang datang untuk berobat. Berhubung sudah kehabisan uang, dia pun meminjam uang dari raja untuk membeli obat. Setelah meminjam uang dan membeli obat-obatan, dia kembali mengupah orang untuk memberi pengobatan.


Demi melunasi utang, Tetua Xian Tan pun mengarungi samudra untuk berburu harta karun. Dia memperoleh hasil yang berlimpah. Dia membawa banyak harta karun dan pulang bersama sekelompok pedagang. Saat berada di padang belantara, mereka merasa sangat haus. Kemudian, mereka melihat sebuah sumur. Saat dia mendekati sumur itu, melihat ke dalamnya, dan memikirkan cara untuk menimba air, para pedagang itu pun mendorongnya. Mereka berbagi harta karunnya dan pulang.

Saat berada di dasar sumur, Tetua Xian Tan tidak berkeluh kesah. Dia berusaha mencari jalan keluar. Lalu, dia melihat cahaya dari sebuah lubang. Ternyata, ada sebuah terowongan. Dia menelusuri terowongan itu selama 7 hari, baru tiba di kampung halamannya. Tetua Xian Tan menemui raja dan berkata, "Perjalanan saya kali ini tidak menghasilkan apa-apa. Namun, saya pasti akan melunasi utang saya."


Raja tidak percaya bahwa perjalanannya selama itu tidak menghasilkan apa-apa. Jadi, raja terus bertanya padanya apa yang terjadi. Dia menjawab, "Tidak terjadi apa-apa." Raja pun mengutus orang untuk menyelidikinya. Para pedagang itu dikumpulkan di istana. Raja berkata, "Yang berkata jujur akan diampuni." Setelah mengetahui apa yang terjadi, raja pun memenjarakan mereka.

Tetua Xian Tan terus memohon ampun bagi para pedagang. Karena tersentuh oleh Tetua Xian Tan, raja lalu memerintahkan para pedagang itu untuk mengembalikan barang-barang milik Tetua Xian Tan. Kemudian, raja membebaskan mereka. Para pedagang itu lalu mengembalikan harta karun kepada Tetua Xian Tan. Karena Tetua Xian Tan begitu berlapang hati memaafkan mereka, bahkan memohon ampun bagi mereka, mereka terharu dan bertobat.


Lihatlah, pada zaman Buddha, sudah ada pengobatan gratis. Saya mengira bahwa itu baru ada sekarang. Sesungguhnya, dalam Sutra diajarkan bahwa apa pun yang bermanfaat bagi orang banyak, itu disebut berdana dan cinta kasih. Kita harus menjaga pikiran kita setiap waktu, baru bisa berdana dengan cinta kasih tanpa pamrih. Jadi, kita harus bersungguh hati.

Berhubung hidup manusia tidak kekal, maka kita harus menjaga pikiran kita setiap detik. Satu hari terdiri atas 24 jam. Jika dihitung ke dalam detik, akan menjadi 86.400 detik. Angka ini terlihat sangat besar. Namun, sebenarnya sehari hanya terdiri atas 24 jam. Saat sibuk, kita tidak memperhatikan waktu. Waktu terus berlalu tanpa kita sadari. Entah berapa banyak waktu yang sudah berlalu tanpa kita sadari. Jadi, kita harus senantiasa waspada.

Jika kita tidak menjaga pikiran dengan baik, maka pikiran kita akan tercemar dan kita akan dipenuhi noda batin. Begitu terjerumus, sulit bagi manusia awam untuk membebaskan diri. Jadi, kita harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan.Kita harus berhati-hati dalam mengambil setiap tindakan.

Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -