Membalas Kejahatan dengan Kebaikan

Saya sering berkata bahwa kita harus menjaga pikiran dengan baik dan berhati-hati dengan tabiat kita. Bagaimana cara kita menghilangkan tabiat buruk dan membina tabiat yang baik? Jika tabiat tidak dikendalikan dengan baik, maka setiap niat yang timbul dan tindakan yang kita lakukan akan sangat cepat membentuk jalinan jodoh buruk dengan orang lain. Ini akan menghasilkan rasa dendam dan benci di dalam kehidupan sehari-hari.

Ada orang berkata, “Saya hanya bertemperamen buruk, sesungguhnya hati saya sangat baik.” Dapat kita bayangkan bagaimana kesan yang ditinggalkan oleh orang yang bertemperamen buruk saat berinteraksi dengan orang lain. Meski berhati baik, tetapi Anda telah menambah kesan buruk di dalam hati orang. Kita semakin banyak menjalin jodoh buruk dengan orang lain.

Perbuatan baik maupun buruk, konsekuensinya akan kita terima sendiri. Di dalam kehidupan sehari-hari, kita harus senantiasa berintrospeksi, senantiasa mengingatkan diri, dan senantiasa merenungkan tabiat kita. Saat melihat orang lain bersikap tidak baik, kita menilik kembali diri sendiri. Bagaimana dengan tabiat kita? Kita hendaknya senantiasa becermin.

Membalas Kejahatan dengan Kebaikan

Zengzi berkata, “Saya berintrospeksi paling sedikit tiga kali dalam sehari.” Semua murid Konfusius melakukan hal yang sama. Buddha juga mengajarkan kepada kita untuk memperhatikan niat yang timbul pada setiap saat. Apa pun niat yang timbul, kita harus berintrospeksi.

Jika dalam keseharian, kita dapat senantiasa mengingatkan diri dan mengintrospeksi diri, maka tak akan ada begitu banyak hal yang merintangi pelatihan diri kita. Karena itu, kita harus segera menaklukkan tabiat buruk dan membangkitkan hakikat kita yang murni dan jernih.

Ada sebuah kisah yang mengajarkan kita untuk lebih berlapang dada. Dengan berlapang dada, maka tidak akan timbul rasa dendam dan benci. Di zaman Negeri Liang, ada seorang Tuan Song Jiu yang menjabat sebagai bupati di perbatasan Negeri Liang dan Negeri Chu. Tuan Song Jiu sangat bijaksana. Dia juga berharap rakyat di kedua negeri itu dapat hidup harmonis.

Membalas Kejahatan dengan Kebaikan

Saat tiba musim tanam, rakyat di kedua negeri itu sama-sama menanam semangka. Mereka menabur benih pada waktu yang sama. Rakyat di Negeri Liang sangat rajin. Mereka memberi pupuk dan menyirami tanaman secara rutin. Karena itu, semangka mereka tumbuh sangat cantik.

Sementara itu, rakyat di Negeri Chu lebih malas. Mereka tidak memberi pupuk dan menyirami tanaman secara rutin. Karena itu, tanaman semangka mereka tidak besar, tidak cantik, dan jumlahnya tidak banyak. Mereka lalu melihat semangka di Negeri Liang yang sangat besar, cantik, dan jumlahnya sangat banyak.

Semakin melihat, mereka semakin marah dan iri.  Mereka lalu berpikir untuk merusak semangka di negeri tetangga. Pada malam harinya, mereka pergi merusak tanaman semangka di Negeri Liang. Keesokan paginya, rakyat Negeri Liang mendapati bahwa batang dan daun semangka mereka, semuanya patah dan rusak.

Pada malam harinya, mereka pun menjaga kebun mereka dan mendapati bahwa ternyata rakyat Negeri Chu yang merusak tanaman semangka mereka di tengah malam. Meski merasa sangat marah, tetapi mereka tidak bertindak gegabah. Mereka melaporkan hal ini kepada tentara di negeri mereka. Tentara itu tidak tahu apa yang harus diperbuat.

Membalas Kejahatan dengan Kebaikan

Karena itu, mereka menemui Tuan Song Jiu untuk memberi tahu hal ini kepada beliau. Song Jiu berkata kepada mereka, “Kejahatan adalah akar dari rasa dendam dan bencana. Jika ada orang bersikap tidak baik pada kita dan kita juga membalasnya dengan pikiran buruk dan rasa dendam, maka sikap saling membalas ini hanya akan menambah rasa dendam dan benci. Rakyat Negeri Chu merasa marah karena tanaman semangka mereka tak bertumbuh baik. Bisakah kalian membantu mereka menanam semangka agar dapat bertumbuh baik seperti punya kita? Jika demikian, maka hubungan kita dengan mereka akan harmonis,” kata Tuan Song Jiu.

Pada malam harinya, rakyat dari Negeri Liang diam-diam membantu rakyat Chu menyirami dan memberi pupuk pada tanaman. Setelah beberapa waktu berlalu, semangka di Negeri Chu bertumbuh baik. Rakyat Negeri Chu berpikir, “Aneh sekali. Mengapa semangka kita semakin hari semakin bertumbuh baik? Sepertinya kita dapat memanennya dalam waktu dekat.” Mereka melihat rakyat Negeri Liang membantu mereka menyirami tanaman di malam hari. Mereka sangat berterima kasih.

Rakyat Negeri Liang membalas kejahatan dengan kebaikan sehingga mengurai rasa dendam rakyat Negeri Chu terhadap mereka. Kita harus menunaikan kewajiban dan melakukan hal yang harus kita lakukan. Saat diperlakukan tidak baik oleh orang, kita hendaknya membuka hati. Kita harus membuka hati untuk merangkul sesama. Tak peduli bagaimana perlakuan orang kepada kita, kita harus bersikap penuh pengertian.

Jika dapat menempatkan diri pada posisi orang lain dan bersikap penuh pengertian, bagaimana mungkin kita membangkitkan keluh kesah, rasa benci, rasa iri, dan dendam pada saat berinteraksi dengan orang lain? Pasti tidak. Karena itu, kita harus membangkitkan ketulusan terhadap Buddha dan Bodhisatwa serta bertobat atas kesalahan di masa lalu.

Mulai sekarang, kita harus bertekad untuk melenyapkan segala rintangan yang menghalangi kita untuk melatih diri dan menyelami Dharma. Kita harus mempraktikkan ajaran baik untuk melenyapkan segala rintangan batin. Mulai hari ini, kita harus bertekad untuk melenyapkan rintangan batin.

Saudara sekalian, kita harus senantiasa bersungguh hati, senantiasa berintrospeksi diri, dan merenungkan tabiat kita. Baik atau buruknya perbuatan kita, semuanya akan menjadi benih yang tersimpan di dalam kesadaran kita dan akan kita tuai buahnya sendiri. Bersikap baik terhadap orang lain dapat mendukung pelatihan diri kita. Jadi, harap kita senantiasa bersungguh hati.
Menghadapi kata-kata buruk yang ditujukan pada diri kita, juga merupakan pelatihan diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -