Sanubari Teduh: Dekat dengan Tathagata, Jauh dari Kekeliruan
Saudara se-Dharma sekalian, kita mempelajari ajaran Buddha, tentu tak lepas dari hukum sebab akibat. Jadi, mengenai hukum sebab akibat, dalam tindakan dan ucapan kita sehari-hari, terhadap orang dan masalah kita harus hati-hati. Segala yang kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari adalah hasil dari tindakan kita.
Saat merasa gembira dan senang, kita harus bersyukur. Karena jalinan jodoh baik di masa lalu, kini kita dapat merasakan kebahagiaan. Hukum sebab akibat tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Hukum sebab akibat bermula dari tubuh kita sendiri. Saya sering berkata bahwa setiap niat dan tindakan kita menciptakan perputaran roda sebab akibat.
Kita juga harus lebih banyak mengamati tubuh kita sendiri. Ketahuilah bahwa tubuh ini tidak bersih, perasaan membawa derita, pikiran tidak kekal, dan segala fenomena adalah tanpa inti. Kita harus senantiasa merenungkan hali ini.
Benih apa yang kita tanam di masa lalu, itulah buah yang akan kita tuai di kehidupan ini. Adakah tubuh kita sekarang ini menanam benih yang akan dibawa ke kehidupan mendatang? benih-benih itu akan kita bawa ke kehidupan mendatang. Karena itu, kita harus mengamati tubuh ini. Apa yang kita kejar dalam kehidupan ini? Tubuh Tathagata.
Tujuan kita mendalami
ajaran Buddha adalah demi mencapai kebuddhaan. Setelah memutuskan untuk
mendalami ajaran Buddha, kita harus berlatih sesuai sila dan ajaran-Nya. Dharma
bagaikan air. Setiap hari, kita harus membersihkan kekotoran batin. Jika
dahulu kita memiliki tabiat yang tidak baik, maka kita harus segera
mengikisnya. Segala yang kita rasakan sekarang merupakan akibat kekeliruan di
masa lalu. Bukankah ini juga yang kita lakukan di masa sekarang?
Sebelum mencapai kebuddhaan, manusia diliputi kekeliruan sehingga tidak dapat melihat kebenaran dengan jelas. Karena itu, kita terus bersikap penuh perhitungan. Inilah tabiat yang diliputi kekeliruan. Berhubung telah mempelajari ajaran Buddha, kita harus menjaga diri dengan baik. Janganlah membiarkan kekeliruan membuat kita terperangkap di enam alam kehidupan.
Enam alam adalah enam jalur kelahiran. Kelahiran di enam alam membuat kita terus menderita. Enam Alam :
1. Alam Dewa
2. Alam Manusia
3. Alam Asura
4. Alam Neraka
5. Alam Setan Kelaparan
6. Alam Binatang
Enam alam ini adalah enam
jalur kelahiran yang dialami semua makhluk sesuai karmanya. Semua praktisi Buddhis
tahu bahwa kita terlahir ke enam alam tanpa bisa memilih. Sebagai praktisi
Buddhis, kita harus dapat melampaui enam alam kehidupan. Bahkan alam dewa
sekalipun tidak bersifat abadi.
Jadi, untuk melampaui enam
alam kehidupan, satu-satunya cara adalah kita harus menyadari kesalahan dan senantiasa
berintrospeksi. Apakah kita senantiasa berinstropeksi? Apa yang harus kita lakukan
jika melakukan kekeliruan? kita harus segera memperbaiki diri. Jika tidak
memiliki hati yang bertobat, maka kita tidak akan tahu untuk memperbaiki diri.
Dharma bagaikan air. Artinya, kita harus bertobat. Kita harus senantiasa mempraktikkan Dharma dalam kehidupan sehari-hari untuk mengingatkan diri dan mengintrospeksi diri. Dalam menghadapi orang ataupun menangani masalah, apakah kita ada kesalahan? Jika ada, maka kita harus menyadari kesalahan dan segera bertobat. Dengan Begitu, baru kita dapat terbebas dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan.
Selama noda batin timbul, maka baik tampak maupun tidak, ia tetap akan merugikan diri sendiri. Dengan sungguh-sungguh memahami hukum sebab akibat barulah kita dapat melenyapkan noda batin. Jadi, kita semua harus bersungguh hati
Demikianlah diintisarikan dari Sanubari Teduh: Dekat dengan Tathagata, Jauh dari Kekeliruan.
GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga
mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisatwa