“Hidup” Kembali dengan Kaki Palsu

Perjuangan Nurtiah untuk bisa bangkit dari keterpurukan akibat penyakit diabetes yang membuatnya harus merelakan kaki kanannya untuk diamputasi. Ia merasa hidup kembali karena bisa berdiri berkat bantuan kaki palsu yang diberikan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

Tahun 2023 menjadi tahun yang mengubah jalah hidup Nurtiah. Akibat penyakit Diabetes, mau tak mau ia harus merelakan kaki kanannya diamputasi. Kondisi kehidupannya juga semakin pelik dengan masalah keluarga, namun di tengah bergulirnya cobaan hidup, perlahan Nurtiah bangkit dari keterpurukan setelah berjodoh dengan Tzu Chi.

*****

Nurtiah (44) tak pernah menyangka bahwa di usianya saat ini ia harus kembali belajar berjalan. Kehidupannya pun berubah drastis semenjak menderita diabetes yang berawal dari pola makan yang buruk. Dan akhirnya, ibu rumah tangga yang tinggal di Kelurahan Cipare, Kota Serang, Banten ini harus kehilangan kaki kanannya akibat penanganan yang kurang tepat untuk penyakit gulanya itu.

Pada awal tahun 2023, Nurtiah mulai memeriksakan kondisi tubuhnya karena kaki kanannya kebas. Ia juga mengalami rasa sakit yang menjalar di seluruh bagian betis saat berjalan, bahkan merasa nyeri ketika kaki tersebut disentuh. Setelah pemeriksaan, dokter terkejut karena kadar gula darah Nurtiah sangat tinggi. Namun, Nurtiah memutuskan untuk menghentikan pengobatan setelah mendengar informasi dari mulut ke mulut mengenai pengobatan alternatif untuk penyakit gula. Ia pun akhirnya memilih untuk mencoba terapi pengambilan darah dengan cara ditusuk jarum.

Beberapa kali Nurtiah mengikuti pengobatan alternatif tersebut. Namun, kondisi kaki kanannya tak kunjung membaik, justru semakin menjadi-jadi. “Lama-lama kok kaki saya menghitam yang bekas luka tusukan jarumnya. Akhirnya saya nggak terapi lagi karena dari situ tambah parah, nggak karuan,” kenang Nurtiah.

Di tengah kondisi kaki kanannya yang semakin memburuk, ada kader RW di wilayah tempat tinggalnya yang mendengar kondisi Nurtiah. Ia lalu menyarankan Nurtiah segera ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. “Ada kader RW bilang, ‘udah dirawat aja pakai SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu)’,” cerita Nurtiah.

Setelah dirawat dan diobservasi, dokter menyarankan untuk tidakan amputasi karena kondisi kaki kanan Nurtiah sudah mulai menghitam. “Harus segera dioperasi (amputasi). Kalau tidak, infeksinya bisa menyebar dan menyebabkan komplikasi,” jelas dokter kepada Nurtiah. Mendengar saran tersebut, Nurtiah merasa sangat terbebani. Amputasi di atas lutut bukanlah keputusan yang mudah baginya, dan ia pun berpikir panjang sebelum akhirnya memutuskan apakah ia akan menyetujuinya.

“Ya sudah saya pasrah karena mikir punya anak. Kalau saya nggak ada bagaimana anak saya ke depannya. Akhirnya keluarga saya juga setuju dengan tindakan amputasi. Yang penting saya sehat dan bisa hidup,” ungkap ibu dua anak tersebut.

Cobaan Datang Silih Berganti
Ujian yang dihadapi Nurtiah ternyata tidak berhenti karena harus kehilangan kaki kanannya saja. Ibarat jatuh tertimpa tangga, setelah operasi suami yang menjadi orang terdekatnya pun menceraikannya karena masalah keluarga. Kehidupan Nurtiah benarbenar terpuruk kala itu. Setiap hari ia hanya bisa menangis meratapi nasibnya dan tidak mau bertemu orang lain. Hingga suatu ketika ia teringat dengan pesan dari ustadzah di tempat Nurtiah mengaji. “Saya ingat dikasih pesan. ‘Bu, Allah nggak mungkin ngasih cobaan di luar kemampuan kita’. Dari situ saya mikir mungkin Allah kasih cobaan buat saya sekaligus kasih kekuatan buat saya,” ungkapnya.

Kaki prostetik milik Nurtiah yang beberapa bagiannya juga menggunakan kaki prostetik milik almarhum ibu Siti. Kehadiran ibu Siti menjadi penyemangat bagi Nurtiah, namun sayang kebersamaan itu hanya sebentar karena ibu Siti meninggal dunia akibat penyakit jantung.

Setelah kehilangan kaki kanan, Nurtiah juga mulai menyesuaikan dengan kondisinya yang sekarang. Awalnya ia sering terjatuh karena tidak seimbang, tetapi seiring berjalanya waktu Nurtiah mulai bisa menggunakan tongkat untuk beraktivitas sehari-hari. “Saya juga ada warung kecil di rumah, jadi pikiran-pikiran negatif itu hilang. Ada yang lebih sakit dan terpuruk dari saya. Lalu saya mikirnya masih bisa hidup, beribadah, dan ngurus anak-anak,” ucapnya. Perlahan-lahan Nurtiah pun mulai memikirkan kembali kehidupannya bersama kedua anaknya, Ivana (20) dan Bayu (12).

Bahkan Bayu, anak bungsu Nurtiah pernah berkata dan menyemangati ibunya tersebut. “Iya anak saya yang kecil pernah ngomong begini. “Yang penting mama hidup, bisa ngurus Bayu. Kalau nanti bagi rapot, mama bisa pakai kaki palsu terus nanti bisa antar Bayu. Udah mama jangan sedih’. Dari situ hati saya mulai tergerak lagi,” cerita Nurtiah.

Begitu pula dengan anak sulungnya, Ivana yang saat ini bekerja menjadi kasir di minimarket. Untuk menyemangati ibunya, Ivana pun kerap kali berkata kepada Nurtiah bahwa ia akan selalu ada dan menjaga. “Udah sih Mah, sabar aja. Yang penting Mama kan ada Mpa (panggilan kecil Ivana). Mpa juga ngurusin dan jagain mama,” cerita Ivana. Dari Ivana inilah, Nurtiah kemudian bisa berjodoh dengan Tzu Chi serta mendapatkan bantuan kaki palsu untuk menggantikan kaki kanannya yang diamputasi.

Viona, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Tangerang yang menjadi pendamping Nurtiah juga menceritakan jalinan jodoh awal dengan Nurtiah. “Anaknya almarhum Ibu Siti (penerima bantuan kaki palsu dari Tzu Chi) dan Nurtiah berteman. Mereka saling bercerita kondisi ibunya yang sama-sama di amputasi,” cerita Viona.

Setelah berdiskusi, lalu Ivana pun bertanya kepada anaknya Ibu Siti harus kemana untuk mengajukan bantuan pampers dan kaki palsu. Lalu Ivana diarahkan untuk mengajukan permohonan bantuan ke Kantor Tzu Chi yang ada di daerah Karawaci, Tangerang.

Kebersamaan Lewat Kaki Palsu
Sebelum bekerja di minimarket, Ivana satu pekerjaan dengan Rani, (putri almarhum Ibu Siti). Ibu Siti awalnya dibantu kaki palsu oleh Tzu Chi karena diamputasi akibat penyumbatan pembuluh darah di kaki kanan. Ivana pun bercerita tentang kondisi ibunya setelah kakinya diamputasi kepada Rani.

Rani yang awalnya sudah punya pengalaman lalu mengajak ibunya mengunjungi Nurtiah di rumah. Akhirnya Ibu Siti dan Nurtiah berbincang-bincang serta saling mengungkapkan kondisi masing-masing.

“Pas ketemu ya ngobrol. ‘Yang ikhlas ya, Teteh (kakak) juga sama diamputasi’. Bu Siti ngomong gitu ke saya, semacam kasih support,” cerita Nurtiah.

Viona, relawan Tzu Chi yang menjadi pendamping memberikan semangat kepada Nurtiah saat menjalani terapi berjalan dengan kaki palsu. Sebelumnya, Viona juga menjadi pendamping almarhum Ibu Siti saat menjalani terapi berjalan.

Kehadiran Ibu Siti menemui Nurtiah menjadi angin segar baginya karena berbagi energi positif dan pengalaman. Dari yang awalnya dirundung kesedihan, pikiran Nurtiah pun perlahan jadi terbuka untuk menerima kenyataan. “Membantu membangkitkan mental saya, jadi paham bukan saya aja yang diamputasi,” kenang Nurtiah. Namun kebersamaan Ibu Siti dan Nurtiah tidak berlangsung lama. Ibu Siti mendadak meninggal dunia dikarenakan ada riwayat penyakit jantung. Dan saat itu kebetulan kaki palsu milik Ibu Siti sedang disetting ulang di Orthocare Indonesia di PIK, Jakarta Utara oleh Tzu Chi.

Sebelum pengajuan bantuan disetujui, relawan kemudian melakukan survei ke rumah Nurtiah. “Kita dapat laporan ada pengajuan bantuan yang kondisinya sama dengan almarhum Ibu Siti. Lalu kita pergi survei pascaoperasi 1 bulan, waktu itu kondisi luka bekas amputasi juga masih basah. Keputusan pertama itu kita bantu Nurtiah underpant dan popok,” cerita Viona.

Saat pertama dikunjungi relawan Tzu Chi, kondisi Nurtiah masih drop, kurus, dan sering menangis. “Mental dan lukanya masih sakit saat itu,” ujar Viona. “Waktu itu Bu Nurtiah bilang, ‘Bisa nggak saya minta kaki palsu seperti Bu Siti’. Karena kondisi dan penyembuhannya berbeda dengan bu Siti, saya bilang harus bersabar sampai kondisi kakinya cukup matang nanti akan saya ajukan bantuan kaki palsu,” lanjutnya.

Setelah sembuh, Viona kemudian mengkroscek kembali dan ternyata antara Ibu Siti dan Nurtiah sama-sama kaki kanan yang diamputasi. “Ya itu pas kita kroscek, ternyata kaki palsu yang dipakai Bu Siti samasama kaki kanan dan ukuran sepatunya juga sama. Akhirnya diwariskanlah ke bu Nurtiah,” jelas Viona. Setelah itu diadakan pengukuran ulang kaki palsu pada bagian soket (bagian yang bersentuhan langsung dengan kaki) dan bagian lainnya untuk menyesuaikan tinggi rendahnya sesuai dengan anatomi kaki Nurtiah.

Tidak berhenti sampai disitu, Nurtiah juga dibawa untuk terapi berjalan menggunakan kaki palsu di Orthocare Indonesia. Selama di Jakarta, Nurtiah tinggal di Rusun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng serta dibantu biaya hidup dan akomodasi (biaya kendaraan) untuk terapi. Dalam beberapa kesempatan, Viona juga menyempatkan melihat Nurtiah sedang belajar berjalan. “Saya ikut senang, sekarang badannya lebih gemuk, wajahnya happy dan mau bercanda. Harapan saya ia bisa menjalankan aktivitas seperti ibu rumah tangga yang lainnya. Bisa berdiri, berjalan, dan bangkit lagi dari keterpurukan,” ungkap Viona.

Merasa Hidup Kembali
Saat pertama kali terapi dan menggunakan kaki palsu, ada rasa yang begitu luar biasa di hati Nurtiah. Ia yang awalnya berdiri menggunakan tongkat, kini bisa berdiri tegak dengan dibantu kaki palsu. “Jujur, saya merasa hidup lagi. Tadinya saya merasa begini aja kali selamanya. Tapi ya akhirnya punya kaki lagi, senang seperti orang biasa lagi,” ungkap Nurtiah bersukacita.

Saat berada di rumahnya, Nurtiah sudah dapat menggunakan kaki palsunya berjalan tanpa tongkat penyangga. Rina, staf Bakti Amal Tzu Chi Indonesia bersyukur ada beberapa kemajuan yang dicapai oleh Nurtiah.

Tak semudah yang dibayangkan bisa berdiri dan berjalan kembali, Nurtiah harus berjuang keras untuk bisa menyesuaikan dengan kaki barunya agar dapat melangkah dan belajar berjalan dengan perlahan-lahan. “Sulit belajarnya, kalau kaki asli kan mengayun natural. Kalau kaki palsu kan harus ngayun, ngunci, dan lainnya,” kata Nurtiah. “Pas awalawal pernah jatuh, badan saya kaya oleng. Tapi ya ini sudah jalan saya, ya saya harus bisa,” tambahnya.

Selain tekad yang kuat, Nurtiah juga merasakan dukungan yang besar dari para relawan Tzu Chi. Setiap bertemu relawan, selalu diberikan suntikan semangat agar bisa berjalan kembali. “Luar biasa, relawan ngasih support semangat. ‘Ibu jangan sampai dikasih bantuan nggak dipakai ya.’ kata saya insyallah nggak Bu, saya kan butuh jalan,” ungkap Nurtiah.

Saat ini Nurtiah masih belum bisa berjalan seperti orang biasa, ia masih memakai tongkat untuk keseimbangan dan menopang kaki palsunya. Tetapi sudah sampai di titik ini, Nurtiah begitu bersukacita. “Bahagia, saya impiannya bisa jalan, bisa pergi ke pasar lagi kaya orang biasa. Bersyukur Alhamdulillah bisa kenal Yayasan Buddha Tzu Chi. Jarangjarang ada yayasan sebaik ini, semengerti ini. Orang yang nggak mampu dibantu sampai sehat. Saya dibantu kaki palsu diukur sesuai dengan kebutuhan kita. Saya bisa berdiri, bisa klop di kaki, saya bisa melangkah,” kata Nurtiah berbahagia.

Teks dan Foto: Arimami Suryo Asmoro
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -