Kualitas Hidup Meningkat Berkat Rumah Sehat


Dengan moto Sehat Lingkungan, Sehat Keluarga, dan Sehat Ekonominya, Program Bebenah Kampung di DKI Jakarta yang digagas Tzu Chi Indonesia bersama Pemprov DKI Jakarta terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah satunya pembangunan rumah susun dengan model konsolidasi tanah vertikal untuk rumah dengan lahan yang terbatas di wilayah padat penduduk. Ini menjadi Rumah Susun dengan model Konsolidasi Tanah Vertikal pertama di Indonesia

*****

Kepadatan penduduk di DKI Jakarta menjadi salah satu akar dari berbagai permasalahan sosial di masyarakat, mulai dari pemukiman penduduk, ekonomi, kesehatan, keamanan, hingga lingkungan. Dari sisi hunian, kepadatan penduduk juga dapat mempengaruhi kualitas hidup masyarakatnya, khususnya akses terhadap hunian yang layak, bersih, dan sehat. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta, pada tahun 2022 ada 2,78 juta rumah tangga di ibukota. Sebanyak lebih dari 63 persennya, yaitu sekitar 1,77 juta rumah tangga, belum memiliki rumah layak huni. Kondisi ini semakin kompleks karena banyak rumah yang juga ditinggali lebih dari satu kepala keluarga.

Hal ini tentu berpengaruh pada kondisi kesehatan masyarakat terutama terkait dengan masalah stunting, gizi buruk, penyakit pernapasan serta masalah-masalah sosial lainnya. Data Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta (Januari - Juni 2024) tercatat sebanyak 10.338 kasus stunting dan 1.638 kasus gizi buruk di Jakarta. Jumlah ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Menanggapi hal ini, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bersama Pemprov DKI Jakarta menginisiasi Program Bebenah Kampung. Program ini dilaksanakan untuk membantu membangun kembali rumah-rumah warga yang rusak dan tidak layak huni, menjadi sebuah rumah permanen yang lebih baik.

Kali ini, Program Bebenah Kampung secara khusus membangun hunian vertikal menjadi rumah susun sederhana. Dimana warga yang memiliki lahan sangat terbatas juga bisa memiliki hunian layak dan sehat dengan model konsolidasi tanah vertikal yang pertama kali diimplementasikan di Indonesia.

Pembangunan dimulai di wilayah Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat. Wilayah ini dipilih salah satunya karena kepadatan penduduk yang tinggi, dengan kondisi rumahrumah yang sempit, kumuh, serta sulitnya akses terhadap air bersih, sanitasi, dan sirkulasi udara. Program ini memaksimalkan potensi pembangunan di lahan minimal dengan membangun hunian secara vertikal, sehingga penataan kawasan dan pembangunan rumah di lingkungan padat penduduk dapat terlaksana dengan baik dan humanis. Hunian yang diberi nama Rumah Susun Barokah di RT 013/RW 008, Kel. Palmerah, Kec. Palmerah, Jakarta Barat ini kemudian mulai dibangun sejak 12 Oktober 2023.

Rumah Layak di Lahan Minimal
Kebahagiaan tengah menyelimuti delapan (8) Kepala Keluarga di RT 013/RW 008, Kel. Palmerah, Kec. Palmerah, Jakarta Barat, dimana mulai Rabu, 3 Juli 2024 mereka sudah bisa menempati Rumah Susun (Rusun) Barokah selepas acara peresmian dilakukan. Rumah susun ini dirancang dengan konsep ramah lingkungan, terdiri dari 4 (empat) lantai dengan total 9 (sembilan) unit tipe 18 meter persegi, dimana lantai dasarnya difungsikan sebagai ruang interaksi bersama bagi masyarakat.

Tzu Chi Indonesia bersama Pemrov DKI Jakarta meresmikan Rumah Susun Barokah di wilayah Palmerah, Jakarta Barat. PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, jajaran Pemrov DKI, serta relawan Tzu Chi hadir dalam kegiatan ini.

“Konsolidasi lahan ini sangat bermanfaat karena awalnya luas rumah warga terbatas hanya 5 sampai 6 meter persegi, kini huniannya bisa lebih luas, 18 meter persegi. Konsolidasi tanah vertikal ini adalah yang pertama di Indonesia, sehingga (warga) tidak dipindah. Berbeda dengan rumah susun biasa yang ketika pindah, (warga) perlu lokasi yang baru,” kata PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang turut hadir meresmikan Rumah Susun Barokah.

Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia pun amat senang karena bisa membangun model baru perumahan di lahan super sempit. Ia menuturkan model rumah susun ini sangat cocok untuk membantu warga dengan keterbatasan lahan. “Saya rasa (masih) banyak yang perlu dibantu ya. Ini baru sekali dan sukses. (Rusun Barokah) ini bisa menjadi contoh,” ucapnya sukacita, “kita ajak lagi nanti lebih banyak pengusaha, semoga mau bergabung bersama Tzu Chi untuk lebih banyak membantu lebih banyak lagi.”

Sementara Hong Tjhin, Sekretaris Umum Tzu Chi Indonesia merasa bersyukur Tzu Chi bisa melaksanakan program Bebenah Kampung di wilayah Palmerah ini. “Rumah Susun ini diberi nama ‘Barokah’. Kami berharap Rusun Barokah ini dapat menjadi berkah yang mendatangkan kebaikan bagi keluarga serta masyarakat di daerah Palmerah.”

Program Bebenah Kampung DKI Jakarta kolaborasi antara Tzu Chi Indonesia bersama Pemprov DKI Jakarta ini juga akan dilaksanakan secara bertahap di 5 wilayah di DKI Jakarta: Kamal Muara, Palmerah, Tanah Tinggi, Manggarai, dan Pulo Gebang. Program ini diwujudkan melalui pembangunan 100 rumah layak huni bagi warga kurang mampu.

Bukan hanya mendonasikan barang-barang untuk keperluan rumah tangga. Para relawan Tzu Chi juga ikut membantu merapikan barang-barang di rumah yang baru bagi warga yang menempati Rumah Susun Barokah Palmerah.

Buah dari Doa dan Wasiat Orang tua
Raut bahagia dan haru tampak dari wajah Kartiwo (60) dan Murpiah (51), kakak beradik warga RT 013/008, Kelurahan Palmerah ketika melihat rumah mereka yang terwujud dalam Rumah Susun Barokah. Rumah yang selama ini mereka tempati sebelum direnovasi adalah rumah warisan dari orang tua yang dibagi dua. Dulu kondisi kedua rumah ini cukup memprihatinkan, berlantai dua dengan bangunan semi permanen yang terbuat dari kaso dan triplek serta dihuni oleh beberapa keluarga. Atapnya menggunakan seng dan asbes yang kondisinya sudah usang.

Tetapi kini rumah reyot, sempit, kotor, dan minim sanitasi ini telah berubah 180 derajat. Tiang-tiang kayu yang dulu menjadi penopang rumah, berubah menjadi pilar-pilar beton yang besar dan kokoh. Dari awalnya rumah tapak, kini menjadi rumah tingkat 4 lantai dengan selasar yang luas di lantai dasar. Papan triplek, kaso, dan beberapa material kayu penambal yang melekat di dinding rumah, digantikan tembok putih bersih dan jendelajendela yang mengantarkan udara segar.

“Sekarang mah kaga kebocoran, bisa tidur nyaman. Kalau liat foto-foto rumah dulu di HP, ya Allah saya sedih. Tapi ini berkat doa almarhum ibu saya di-jabah (dikabulkan) Allah. Dulu ibu saya waktu sakit bilang, ‘ini rumah walaupun jelek jangan dijual, suatu saat ada rezeki dari manapun rumah kita ada yang benerin’. Alhamdulillah, sekarang rumahnya udah cakep,” cerita Murpiah.

Murpiah tak menyangka rumahnya akan sebagus ini. Dulu ia hanya membayangkan rumahnya akan direnovasi seperti bedah rumah yang ia lihat di program-program televisi. “Saya kaget, awalnya kirain sederhana saja, yang penting nggak kebocoran sudah cukup. Tapi ternyata malah gede begini. Alhamdulillah banget,” ungkap Murpiah dengan mata berkaca-kaca.

Begitu pun dengan keluarga sang adik, Kartiwo dan Agustini. Rumah “sangat sederhana” yang ia tinggali puluhan tahun bersama keluarganya kini jauh lebih baik. “Mantap (rumahnya), orang tadinya gembel (jelek) jadi bagus. Nggak nyangka, biasanya liat bedah rumah ya tembok sama atapnya aja yang dibenerin. Tapi ini dibangun ulang, jadi kaya gedung,” kata Kartiwo bersemangat.



Kondisi rumah Kartiwo dan Agustini sebelum dibedah. Walaupun bertingkat, tetapi material bangunannya sudah tidak layak, banyak yang keropos, pengap, dan tak ada sirkulasi yang memadai. Merekapun sangat berbahagia, karena rumah lama yang sempit, usang, dan ditinggali beramai-ramai kini menjadi rumah yang layak untuk dihuni.

Kartiwo merasa bersyukur bisa masuk dalam program bebenah kampung ini. Karena dengan kondisi ekonomi keluarganya jelas tidak mungkin jika harus merenovasi rumah sendiri. Dan kebahagiannya semakin lengkap karena persoalan legalitas juga dibantu oleh Pemda dan Tzu Chi. “Tadinya tanah satu surat, tapi nanti yang tinggal di sini masing-masing dapat sertifikat rumah,” jelasnya.

Tinggal di rumah baru bagi Kartiwo dan keluarga juga menjadi tantangan tersendiri. “Ini tantangan, karena hidup harus berubah. Sehat lingkungan, sehat keluarga, sehat ekonomi ini yang jadi tantangan saya dan harus bisa. Masa rumah sudah bagus begini, kehidupannya nggak meningkat kedepannya. Mungkin ini salah satu pertolongan dari Allah SWT lewat Tzu Chi dan Pemda DKI Jakarta,” ucap Kartiwo.

Selama masa pembangunan, Kartiwo mengontrak rumah tepat di depan rumahnya. “Setiap hari saya naik liat-liat. Saya pengen buru-buru aja, nyaman ruangannya lebih dari layak,” pujinya. Karena sudah dibantu, besar juga keinginan Kartiwo untuk bisa membantu orang lain. Apalagi ia sudah beberapa kali bertemu dengan relawan dan berkunjung ke Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. “Pasti nanti kita ikut membantu, kan membantu nggak mesti pakai uang, bisa pakai tenaga, pemikiran, dan lainnya,” ucap Kartiwo.

Ia bersyukur Tzu Chi bisa hadir di wilayahnya. Karena bukan hanya Kartiwo dan kakaknya Murpiah yang dibantu, tetangganya yang menderita hidrosefalus dan gizi buruk juga mendapatkan perhatian.

Ikut Merasakan Kebahagiaan
Kebahagiaan juga dirasakan Gita Anggreani (25), anak bungsu Murpiah yang tinggal bersamanya. “Sedih kalau diceritain, kalo kemana-mana khawatir, takut banjir. Lampu nyala terus 24 jam karena gelap. Kondisinya tertutup dan sirkulasi udaranya juga kurang,” kenang Gita.

Sejak menikah, Gita tinggal bersama orang tuanya. Sehari-hari Gita mengurus anak dan menemani Murpiah, sedangkan suaminya berjualan kembang di Pasar Rawa Belong, Jakarta Barat. Dengan adanya rumah baru bagi ibunya, Gita dan keluarga pun ikut kecipratan rezeki. “Alhamdulillah, nggak nyangka banget. Rumahnya bersih, ada kamar mandinya. Dulu kalau mau mandi antre, mau BAB juga susah,” cerita Gita.

Ogin Akbar (29), anak sulung Kartiwo juga turut berbahagia karena ayahnya mendapatkan bantuan bedah rumah. Semenjak menikah, Ogin tinggal bersama orang tuanya dan bekerja sebagai pengemudi ojek online. Banyak kenangan Ogin di rumahnya yang dulu. Salah satunya bagaimana halaman rumahnya kerap digunakan untuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Teras depan rumah Kartiwo memang terbilang cukup besar dibanding tetangganya. “Walaupun sempit kalau tetangga hajatan numpang disini, bahkan kalau ada yang meninggal ya nitip jenazah disini sebelum dimakamkan,” cerita Ogin.

Rumah baru Kartiwo dan Murpiah di lantai dasarnya memang dibuat menjadi selasar yang cukup luas. Ini dilakukan untuk mendukung kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan sekitar yang dulu juga dilakukan warga di rumah Kartiwo. “Ini ada selasar yang cukup luas, jadi bisa kita manfaatkan untuk itu (kegiaan sosial) juga,” kata Ogin.

Bersama Membantu Sesama
Selain keluarga besar Kartiwo dan Murpiah yang berbahagia, kedua tetangganya, Sri Lestari dan Eko Sutanto juga merasakan berkah dari Rusun Barokah. Mereka berdua adalah kakak beradik yang tinggal di sekitar area bangunan (Rusun Barokah) dengan kriteria masyarakat berpenghasilan rendah dan mendapatkan rekomendasi untuk dibantu.

Kondisi rumah Eko Sutanto yang penuh dengan barang-barang saat disurvei oleh relawan Tzu Chi (1). Kini keluarga Eko Susanto sudah menempati rumah yang bersih, nyaman, dan sehat (2). Begitu pula dengan Sri Sulastri, dengan sirkulasi udara dan sinar matahari yang cukup di Rumah Susun Barokah, ia dapat merawat cucunya Muhamad Riski dengan baik (3).

Sebelumnya, Sri Lestari tinggal bersama anaknya Suwarni dan cucunya Mohamad Rizky yang mengidap penyakit hidrosefalus sejak lahir. Sri menempati rumah berukuran kurang lebih 4 meter persegi, sehingga berdasarkan kesepakatan bersama, Sri Lestari juga mendapatkan tempat di Rusun Barokah. “Sekarang nyaman, bersih, dan lega. Kamar mandinya juga enak, nyuci baju bisa langsung dijemurin,” ungkap Sri Lestari.

Sementara Suwarni merasa lebih leluasa mengurus rumah dan merawat keponakannya setelah menempati salah satu unit di lt.3, Rusun Barokah. Di rumah yang dulu, saking sempitnya, ketika warga ada yang merokok, asapnya bisa tembus sampai ke dalam rumah. Minimnya ventilasi membuat asap rokok terkadang sulit keluar dari rumah dan mengganggu Mohamad Rizky. “Kalau kena asap rokok, si Rizky setiap hari harus diuap. Kalau sekarang kita kena sinar matahari pagi jadi Rizky bisa dijemur, sirkulasi udaranya juga bagus,” terang Suwarni.

Begitu pula dengan Eko Sutanto yang sebelumnya tinggal bersama istri dan ketiga anaknya di rumah seluas hanya 2 x 3 meter persegi, minim ventilasi dan kurang sirkulasi udara. Eko juga memiliki bayi berusia satu tahun yang kondisi kesehatannya kurang baik (gizi buruk). Untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan anaknya, relawan Tzu Chi merekomendasikan agar Eko dan keluarga juga bisa menjadi salah satu penghuni Rusun Barokah.

Alhamdulillah saya senang, udaranya bagus, sinar matahari masuk, semuanya nyaman. Rumah yang dulu ada tikusnya, sekarang udah nggak ada, bersih. Anak saya juga bisa leluasa bergerak, terima kasih saya sudah dibantu, bisa tidur nyaman,” ungkap Iproha, istri Eko.

“Dibanding rumah yang dulu, jauh banget. Mimpi punya rumah baru jadi kenyataan. Seneng banget, anak istri juga bilang enak dan nyaman rumahnya. Sangat-sangat berterima kasih kepada Buddha Tzu Chi,” ungkap Eko Sutanto senang.

Program Bebenah Kampung akan terus dikembangkan ke lingkungan sekitar rumah yang telah dibangun, meliputi pendampingan relawan bagi keluarga penghuni dalam berbagai aspek, seperti kesehatan, pendidikan, perbaikan sanitasi dan penghijauan. Dengan begitu diharapkan program ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di Palmerah, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun Kesehatan.

Tidak hanya berhenti di Palmerah saja, Tzu Chi juga terus mengajak berbagai pihak untuk berkolaborasi dalam Program Bebenah Kampung sehingga dapat menciptakan dampak yang lebih luas dan berkelanjutan serta menjadi role model di berbagai lokasi di Indonesia dan di negara-negara lain yang menghadapi permasalahan serupa.

Penulis: Arimami Suryo A, Metta Wulandari

Fotografer: dok. Tzu Chi Indonesia

Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -