Lorong Gelap Rumah Ibu Siti dan Cahaya Harapan Nenek Hasna di Tanah Tinggi

Siti menyusuri Lorong gang rumahnya yang sempit membawa barang-barang rumah tangganya ke rumah sewa sementara. Program renovasi ini dimulai dengan menandatangani surat kesepakatan program renovasi rumah.

Di Jakarta Pusat, di antara deretan gang sempit yang nyaris tak tersentuh cahaya matahari, terdapat sebuah lorong yang hanya selebar 40 sentimeter. Lorong itu begitu sempit, hingga dua orang dewasa tak bisa berpapasan tanpa saling memiringkan badan. Di sinilah Ibu Siti Juhariah (59) tinggal, bersama anak, cucu, dan keponakannya, dalam sebuah rumah permanen yang rapuh, rendah, dan pengap.

Di rumah kecil inilah kehidupan sehari-hari mereka bergulir, bertahan dalam keterbatasan. Dindingnya lembap, beberapa bagian kayunya lapuk, dan tangganya curam hingga tak bisa digunakan semua anggota keluarga. Di rumah yang hampir tak mendapat cahaya dan udara segar ini, ruang tamu, dapur, kamar mandi, dan tempat tidur berbagi ruang sempit yang sama. Sebagian besar rumah dibangun ada yang permanen dan semi permanen, berhimpitan satu sama lain, menyisakan ruang gerak yang amat terbatas bagi penghuninya.

Namun, hidup selalu menyisakan secercah cahaya dan cahaya itu datang dari sebuah video pendek yang Ibu Siti unggah. Video tentang rumah tetangganya, Nenek Hasna (62), yang hanya seluas 2 x 3 meter persegi namun dihuni oleh 13 jiwa. Di rumah itulah, anak-anak tidur bergantian, dan sang nenek sering tidur sambil duduk di teras depan karena tak ada lagi ruang tersisa di dalam rumah.

Video itu viral, dan dari kejadian sederhana itu, gelombang perubahan pun dimulai. “Dulu tidur siapa cepat dia dapat tempat,” ungkap Ibu Siti tentang rumah Nenek Hasna. “Kadang harus bergantian. Nenek Hasna malah sering tidur duduk di luar karena sudah tidak muat di dalam,” ujar Ibu Siti.

Sebuah Kunjungan yang Mengubah Banyak Hal
Tak lama setelah video itu menyebar luas, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, datang ke lokasi. Ia menyusuri gang-gang sempit, memasuki rumah-rumah kecil di RW 012 Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat dan menyaksikan sendiri bagaimana warganya hidup dalam kondisi yang jauh dari layak.

Tim Tzu Chi melihat dan mengunjungi satu per satu rumah di lorong-lorong sempit di kawasan padat penduduk, Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Lorong ini menjadi akses utama bagi penghuni rumah-rumah berdempetan yang dibangun tanpa perencanaan tata ruang yang memadai. Siti (berkerudung) bersyukur dirinya bisa mendapatkan program renovasi rumah dari Tzu Chi dimana penerima bantuan juga menerima dana biaya sewa rumah selama renovasi dilakukan.

Saat relawan melakukan survei langsung ke rumah Ibu Siti di gang sempit RW 012. Gang rumahnya hanya memiliki lebar jalan sekitar 40 sentimeter. Di gang-gang sempit itu pula sebagian ibu-ibu mencuci dan memasak di depan rumahnya. Bagian atas jalan tersebut tertutup atap rumah warga. Hal ini menyebabkan sirkulasi udara di sekitar akses jalan sangat terbatas sehingga terasa begitu pengap, lembab dan bau tak sedap. Kebanyakan rumah di gang tersebut juga semipermanen.

Pintu rumah Ibu Siti langsung berhadapan dengan gang sempit. Masuk ke dalam rumahnya, mereka harus sedikit menundukkan kepala agar tidak terbentur kusen pintu. Saat memasuki rumah Ibu Siti, langsung terlihat kamar mandi yang menghadap ke ruangan tamu. Terbayang semua serba pengap.

Terdapat sejumlah kayu keropos di bagian atas jendela dan pintu rumah Ibu Siti. Tembok rumah dan cat yang dipoles ala kadarnya juga sudah banyak yang pecah-pecah dan mengelupas.

Rumah Ibu Siti berlantai dua. Di ruang bawah dijadikan untuk ruang tamu kamar mandi dan dapur. Sedangkan di balik pintu rumah utama tersembunyi tangga terjal untuk naik ke lantai dua. Saat ini keluarga Ibu Siti tengah mengungsi sementara di sebuah kontrakan tak jauh dari rumahnya hingga program renovasi selesai dan bisa dihuni.

Adapun lantai rumah di bagian rumah ini menggunakan keramik putih bermotif dengan kondisi jika hujan besar muncul rembesan air dari sela-sela keramik. Tangga untuk menuju lantai dua terbuat dari kayu dan tidak semua anggota keluarga bisa menggunakannya.

Di depan rumah yang langsung gang sempit, terdapat tempat duduk dari semen yang biasanya digunakan ibu-ibu untuk duduk-duduk jika udara panas. Tapi kondisi tersebut rasanya akan menjadi kenangan nantinya karena sejak April 2025, Ibu Siti dan keluarga bisa tidur sedikit nyaman di kontrakan untuk sementara. Sembari menunggu renovasi rumahnya usai.

Siti (berkerudung) bersyukur dirinya bisa mendapatkan program renovasi rumah dari Tzu Chi dimana penerima bantuan juga menerima dana biaya sewa rumah selama renovasi dilakukan.

Dari kunjungan itulah, program renovasi rumah pun dirancang. Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) Republik Indonesia bersama Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Kadin Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Ikatan Arsitek Indonesia bergotong royong memulai sebuah program besar yaitu renovasi rumah tidak layak huni (RTLH) bagi warga prasejahtera di DKI Jakarta.

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, bersama dengan Kementerian PKP, memulai program bertajuk Bebenah Kampung renovasi rumah tidak layak huni sebuah inisiatif untuk merenovasi kembali rumah-rumah warga yang nyaris roboh, menjadi hunian yang sehat, kokoh, dan manusiawi.

Kini, rumah Nenek Hasna tengah dalam proses dibangun ulang di atas lahan yang diperluas berkat pembelian tanah di sebelahnya oleh Menteri PKP. Ukurannya kini mencapai hampir 13 meter persegi, dan akan menjadi ruang yang layak untuk ditinggali keluarga besar itu.

Bukan Sekadar Rumah
Program Bebenah Kampung renovasi rumah tidak layak huni menyasar pada 232 rumah di Kecamatan Johar Baru. Ada 59 unit rumah berada di Tanah Tinggi, 34 unit rumah di Johar Baru, 54 unit rumah di Galur, dan 85 unit rumah di Kampung Rawa. Unit-unit rumah yang direnovasi adalah milik warga prasejahtera, yang sebagian besar bahkan belum pernah membayangkan bisa tinggal di rumah yang terang, kering, dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Termasuk rumah Ibu Siti.

Suasana lokasi simbolis pengecatan rumah milik Mudjeremi dilakukan oleh Maruarar Sirait, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) Republik Indonesia, Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, dan Pui Sudarto, Wakil Ketua Komite Pembangunan Tzu Chi disaksikan langsung oleh Wali Kota Jakarta Pusat Arifin, Dr. Sri Haryati, S.Pi., M.Si, Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, serta relawan Tzu Chi.

“Awalnya saya kira hanya tetangga saya yang dapat bantuan,” ucapnya lirih. “Tapi suatu hari saya dikirimi foto lewat WA dari kelurahan, dan ternyata rumah saya juga masuk dalam daftar. Ya Allah, saya nangis…,” ucap Ibu Siti dengan wajah gembira.

Relawan Tzu Chi mulai turun langsung sejak awal tahun 2025, menyurvei kondisi rumah warga, menyosialisasikan, berdiskusi, dan membangun kepercayaan untuk mencapai kesepakatan. Tak mudah, karena sebagian warga pernah kecewa oleh program serupa dari yayasan lain yang berhenti di tengah jalan. Tapi Tzu Chi datang bukan dengan janji, melainkan dengan kerja nyata dan hati yang tulus.

Rumah yang Menyimpan Martabat
Renovasi rumah-rumah itu bukan hanya soal tembok yang kokoh atau atap yang tak bocor lagi. Ini soal mengembalikan martabat memberikan ruang aman, nyaman, dan layak bagi manusia untuk tumbuh, belajar, dan bermimpi.

Sebelumnya Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma pada acara Kick-off program renovasi rumah di Tanah Tinggi Jakarta Pusat mengutarakan keinginannya untuk membangun rumah warga dengan konsep model KTV. Model rumah susun ini menjadi solusi di tengah kota yang sangat padat penduduk, kumuh serta dengan tanah yang tidak terlalu luas dan cenderung sempit. Konsep rumah susun model KTV menjadi solusi bersama untuk menciptakan masyarakat yang sehat lingkungannya, sehat keluarganya, juga sehat ekonominya.

Bangunan rumah susun model KTV ini dilengkapi hak atas tanah karena bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN. Hak tanah tersebut terdiri dari satu dokumen Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bersama, satu dokumen hak pakai serta dokumen Sertifikat Hak Milik (SHM) Sarusun.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) RI Maruarar Sirait, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Sugianto Kusuma, Pemerintah Daerah Jakarta Pusat dan para relawan Tzu Chi berfoto bersama setelah konsolidasi bantuan program renovasi rumah Tahap ke-1 di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat mencapai kesepakatan bersama.

“Pak Aguan, terima kasih. Bapak adalah bagian dari sejarah,” ujar Menteri Maruarar Sirait dalam sebuah kunjungan ke wilayah Tanah Tinggi. Menteri Ara merujuk kepada Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, yang berkomitmen kuat untuk membenahi kampung-kampung padat penduduk dan kumuh di ibu kota. Semua pembangunan ini dilakukan tanpa dana APBN, APBD, BUMN, atau BUMD, transparan dan cepat.

Tak hanya itu, selama masa renovasi, warga yang terdampak disediakan tempat tinggal sementara berupa kontrakan, lengkap dengan kebutuhan dasar, semua ditanggung penuh oleh yayasan.

Menteri PKP RI juga menyampaikan bahwa program ini merupakan bagian dari upaya pemerintah, Tzu Chi dan para pengusaha untuk mewujudkan perumahan yang layak bagi masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di kawasan padat penduduk dan kurang terlayani. “Kita ingin memastikan bahwa setiap warga negara, termasuk di Tanah Tinggi ini, bisa tinggal di rumah yang aman, sehat, dan nyaman,” ucap Maruarar Sirait yang biasa di sapa Ara.

Sebuah Lorong yang Kini Punya Harapan
Dulu, gang kecil di RW 012 itu adalah tempat yang gelap, sempit, dan pengap. Tapi ke depannya, setiap deru palu dan suara gergaji adalah irama dari harapan baru warga Tanah Tinggi. Rumah-rumah yang dulu pengap, gelap, dan lembab kedepannya mulai terang dan bersih. Anak-anak yang dulu tidur bergantian di lantai kini bersiap punya kamar sendiri. Para ibu yang dulu memasak dalam ruang pengap kini akan memasak di dapur yang layak.

Dan Ibu Siti? Ia sudah tak perlu lagi menunduk ketika masuk rumahnya nanti. Ia bisa berdiri tegak masuk ke dalam rumahnya, dan menyambut hari esok dengan harapan yang lebih baik lagi.

Teks dan Foto: Anand Yahya
Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -