Membawa Mimpi Nurhasanah dari Riau ke Sambas

Nurhasanah ikut dalam Program Mimpi Jadi Nyata DAAI TV dan mengutarakan mimpinya dimana ada dua hal yang menjadi mimpinya: membuat warung di rumah agar keluarganya semakin mandiri dan mempertemukan suaminya dengan keluarga.

Sebuah perjalanan kisah Nurhasanah terekam manis oleh relawan Tzu Chi Singkawang. Kisah yang penuh keharuan ini berawal dari sebuah telefon dari Program Mimpi Jadi Nyata DAAI TV yang menginfokan akan mewujudkan mimpi Nurhasanah, dimana ada dua hal yang menjadi mimpinya: membuat warung di rumah agar keluarganya semakin mandiri dan mempertemukan suaminya dengan keluarga. Dari dua mimpi tersebut, Tzu Chi Singkawang menjalin jodoh dengan Nurhasanah dalam mewujudkan mimpi mempertemukan suami dengan keluarganya. Ini adalah sebuah awal cerita yang panjang.

Nurhasanah adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Selatpanjang, Kepulauan Riau. Ia dan Mustaan, suaminya sudah dikaruniai dua orang putri: Suci Quratul Aini (11) dan Sholihatun Halimah (4).

Sehari-hari, Mustaan (41) bekerja sebagai buruh sagu (potong pohon sagu) di hutan, di pedalaman yang untuk sampai ke sana harus menempuh perjalanan sekitar lima jam dari rumahnya. Ia melewati jalanan panjang juga menyeberangi sungai. Untuk kerja kerasnya itu, Mustaan diupah sekitar 1,5 juta per bulannya.

Lain dengan Mustaan, Nurhasanah selain sebagai ibu rumah tangga juga ikut membantu mencari pemasukan bagi keluarganya dengan bekerja sebagai tenaga kebersihan pada hari Senin hingga Kamis (jam 8 – 12 siang) di Rumah Kisah dengan upah sebesar 500 ribu per bulan.

Rumah Kisah sendiri adalah sebuah sanggar yang didirikan oleh sejumlah donatur yang menyediakan permainan dan bahan bacaan serta pelatihan pelestarian lingkungan untuk anak-anak secara gratis. Setiap Sabtu siang dan Minggu pagi, Nurhasanah juga menjadi relawan di Rumah Kisah tersebut. Ia akan membacakan buku, mengajak anak-anak bermain permainan edukasi, dan melakukan kegiatan sosial. Ditambah lagi setiap sore ia juga mengajari anak-anak untuk mengaji.

Jodoh Baik
Sebetulnya, jalinan jodoh Nurhasanah sudah terjalin sejak tahun 2008 silam, dimana kala itu dia menjadi pasien penerima bantuan Tzu Chi. Ia merupakan seorang pasien khusus luka bakar yang dikirim oleh Tzu Chi wilayah Selatpanjang ke Jakarta. Di Jakarta, Nurhasanah dibantu untuk menjalani operasi bedah plastik pada tahun 2008 silam. Kasusnya kala itu adalah tertimpa lampu teplok dan terbakar. Akibat musibah yang terjadi saat ia berusia 7 tahun itu, bagian dada hingga lehernya menyatu, tangan dan badan bagian samping juga separuhnya menyatu.

Jalinan jodoh Nurhasanah sudah terjalin sejak tahun 2008 silam, dimana kala itu dia menjadi pasien penerima bantuan Tzu Chi. Ia merupakan seorang pasien khusus luka bakar yang dikirim oleh Tzu Chi wilayah Selatpanjang ke Jakarta.

Kala itu, Nurhasanah kecil mengalamai bullying di sekolah karena kondisinya. Sepanjang menjalani usia remaja pun ia hampir putus asa dan ketika sudah dewasa serta telah selesai melakukan operasi pun memutuskan untuk tidak mau menikah. Namun setelah mendapat bimbingan dan pendampingan dari relawan Tzu Chi dari Jakarta maupun Selatpanjang, akhirnya semangat hidup Nurhasanah berseri kembali. Ia pun bertemu dengan seorang laki-laki yang dapat mencintai dan menerimanya dengan tulus.

Nurhasanah dan Mustaan pun menikah dan dikaruniai dua orang putri. Tak hanya sayang dengan Nurhasanah, Mustaan pun sangat sayang kepada ibu mertuanya. Ia bahkan dengan tulus turut membahagiakan dan merawat Ibu Nurhasanah hingga akhir ajalnya, setelah sakit dan terbaring selama tiga tahun.

Nurhasanah yang melihat begitu besar rasa sayang suaminya kepada sang ibu merasa ingin membalas kebaikan dan ketulusan suaminya itu. Nur tahu akan kerinduan suami yang telah merantau ke Selatpanjang sejak usianya 18 tahun. Selama 23 tahun ini, ia belum pernah pulang ke kampung halamannya di Desa Jirak, Kec. Sadat, Kab. Sambas, Prov. Kalimantan Barat. Setiap lebaran, Nur paham bahwa diam-diam Mustaan menahan tangis ingat dengan kedua orang tuanya tapi apa daya, ia tak bisa melakukan banyak hal.

Nurhasanah lalu berupaya untuk mencari tahu informasi tentang keluarga Mustaan lewat media sosial Facebook. Ia mencari teman orang-orang yang rumahnya di Kalimantan lalu mengerucut ke Sambas hingga Jirak. Hampir satu tahun lamanya ia menjadi agen intelligent dan beruntungnya Nur akhirnya terhubung dengan Satina, adik dari Mustaan.

Betapa bahagianya kedua keluarga ini meskipun hanya bertemu lewat dunia maya. Kebahagiaan yang dirasakan Nur kala itu adalah tentang kedua orang tua suaminya ternyata masih hidup dan saudara-saudarinya pun lengkap. Namun untuk bertemu langsung rasanya mereka masih menjadi mimpi. Untuk itulah Nur akhirnya mengikuti program Mimpi Jadi Nyata DAAI TV dan terpilih menjadi salah satu peserta yang menerima ‘hadiah’ untuk diwujudkan mimpinya, salah satunya adalah dirinya bersama suami tercinta, disertai kedua putrinya ingin bertemu dengan keluarga yang berada di Sambas.

Estafet Cinta Kasih Mewujudkan Mimpi Jadi Nyata
Perjalanan mewujudkan mimpi Nurhasanah dimulai dari keberangkatan Nurhasanah dan keluarga meninggalkan Selatpanjang menuju Batam dengan naik speedboat selama kurang lebih 4 jam pada 28 September lalu. Saat Nurhasanah dan keluarga tiba di Batam, Relawan Tzu Chi Batam langsung datang menjemput. Ia dan keluarga pun bermalam di hotel di dekat bandara.

Kedatangan keluarga Nurhasanah ke Kantor Tzu Chi Singkawang, Kalimantan Barat setelah melalui perjalanan yang panjang dari Selatpanjang, Riau.

Keesokan harinya pada hari Jumat, 29 September 2023, Nurhasanah dan keluarga terbang dari Bandara Hang Nadim Batam menuju Bandara Supadio Pontianak. Pukul 10.30 WIB, pesawat tiba di Pontianak dan Nurhasanah serta keluarga langsung dijemput oleh Bambang M (relawan Tzu Chi Singkawang). Karena bertepatan pada hari Jumat, keluarga dan Bambang M menyempatkan diri untuk singgah ke masjid untuk melaksanakan salat Jumat. Setelah itu dilanjutkan dengan istirahat makan siang di salah satu rumah makan vegetarian di Pontianak. “Di Selatpanjang juga ada rumah makan vegetarian. Kami sekeluarga biasa makan vegetarian,” tutur Nurhasanah.

Perjalanan dari kota Pontianak hingga kota Singkawang ditempuh selama 5 jam lamanya. Di tengah perjalanan yakni di Kab. Mempawah, Nurhasanah dan keluarga sempat berhenti untuk bertemu dengan keluarga Nur dari Selatpanjang yang sedang merantau dan sudah berkeluarga di sana. Lagi-lagi dikarenakan oleh kecanggihan teknologi komunikasi saat ini, kedua keluarga ini dipertemukan kembali sehingga tali silaturahmi mereka tidak putus begitu saja.

Waktu sudah petang saat Nurhasanah dan keluarga tiba di Singkawang. Mengingat perjalanan yang ditempuh oleh Nurhasanah dan keluarganya tidak dekat dan sudah memakan waktu satu hari lamanya, mereka diantar langsung ke penginapan milik salah satu relawan Tzu Chi Singkawang, Tjhang Tjin Djung. Hari ditutup dengan makan malam dan istirahat sebelum perjalanan kembali dilanjutkan pada keesokan harinya.

Pada pagi sekitar pukul 06.30 WIB di hari Sabtu, 30 September 2023, Nurhasanah dan keluarga sudah dijemput oleh Jack Po (relawan Tzu Chi Singkawang) untuk kemudian diajak sarapan di salah satu tempat vegetarian di Kota Singkawang. Sementara itu relawan Tzu Chi Singkawang dan pendamping lainnya sudah berkumpul dan bersiap-siap di Kantor Penghubung Tzu Chi Singkawang untuk menyambut Nurhasanah dan keluarga.

“Tidak sabar rasanya untuk bisa mewujudkan mimpi keluarga kita satu ini yang sudah jauh-jauh dari Selatpanjang ke Singkawang,” tutur Lim Sui Khim, relawan Tzu Chi Singkawang dengan penuh semangat.

Sekitar pukul 07.15 WIB mobil yang membawa keluarga Nurhasanah tiba di Kantor Penghubung Tzu Chi Singkawang. Mereka disambut hangat oleh para relawan sembari disuguhkan teh sebelum kemudian perjalanan ke Jirak, Sambas dimulai. Sambil bercerita mengenai kenangan masa kecil Mustaan di Kab. Sambas, sembari Nur bercerita untuk mempertemukan kembali suaminya dengan kedua orang tua dan keluarganya. Kebahagiaan begitu terpancar dari senyuman mereka.

Sekitar pukul 07.45 WIB perjalanan ke Jirak, kampung halaman Mustaan dimulai. Dengan menggunakan dua buah mobil, satu mobil membawa keluarga Nurhasanah dikendarai oleh Lim Sui Khim (rewalan Tzu Chi Singkawang) dan satu mobil membawa relawan pendamping dan logistik dikendarai oleh Jack Po (relawan Tzu Chi Singkawang) mulai perlahan mengarah ke Jirak dengan mengacu pada titik lokasi Google Maps yang dibagikan oleh adik Mustaan.

Di sepanjang perjalanan, Mustaan terus menerus berusaha untuk mengingat kembali kenangan masa kecilnya di kampung halamannya ini. “Sudah banyak berubah ya kampung saya ini, sudah tidak ingat saya,” kata Mustaan kepada relawan saat mendekati pusat Kab. Sambas. Sambil bernostalgia di Kabupaten Sambas mobil yang membawa keluarga, Nurhasanah sempat berhenti untuk membelikan sedikit bingkisan buah-buahan untuk keluarga yang sedang menunggu di Jirak.

“Apakah bapak masih ingat jalan masuk dari sini, Pak? Kita sudah sampai di Jirak nih,” tanya Lim Sui Khim (relawan KP Singkawang) kepada bapak Mustaan. Ia menjawab, “Tidak, saya tidak ingat.” Menurut ceritanya, dulu jalan masuk ke Jirak dipenuhi oleh pohon-pohon, kecil, dan ada sungai besar di sebelahnya. Tidak seperti sekarang sudah beraspal dengan deretan rumah yang menghiasi sisi-sisi jalan. Mendekati titik lokasi yang dituju, kedua mobil relawan disambut oleh suami dari adik Mustaan dan dituntun hingga ke depan gang tempat rumah ia berada.

Pertemuan Mustaan dan Ibunya di rumah di Jirak, Sambas dipenuhi perasaan sukacita dan haru karena dalam waktu yang begitu lama mereka terpisahkan.

Sesampainya di lokasi, Mustaan beserta keluarga disambut hangat oleh para tetangga. Tidak sabar Nurhasanah dan keluarganya didampingi oleh para relawan bergegas masuk ke dalam gang untuk agar segera tiba dirumah. Sambil menyusuri gang sempit, Bibi Bapak Mustaan datang dan memeluk sambil berkata, “Ibumu dan keluargamu sudah menunggu dari pagi.” Ia menarik dan menuntun Mustaan dan keluarganya ke depan rumah. Di depan rumah terlihat Ibu dari Mustaan sudah menunggu.

Rasa rindu yang tidak terbendung, Mustaan langsung berlari dan memeluknya. Sudah 23 tahun tidak bertemu rasa sedih, rindu, dan bahagia semuanya bercampur. Air mata pun tidak terbendung. Sungguh pertemuan keluarga yang indah.“ Saya bayangin sedih sekali jadi ibunya, anaknya merantau tanpa kabar sudah sempat dikira meninggal dunia lalu 23 tahun loh tidak bertemu. Sebagai seorang ibu juga sungguh senang rasanya,” ucap Tjew Kim Lan dan Lim Sui Khim, relawan Tzu Chi Singkawang sambil mengusap air matanya.

Mewakili relawan Batam, Lim Sui Khim relawan Tzu Chi Singkawang menyerahkan bingkisan kepada keluarga Mustaan yang ada di Jirak.

Pertemuan Bahagia
Satu persatu keluarganya dipeluk dan senyum bahagia Nurhasanah tidak luntur dari mukanya. “Akhirnya mimpi saya menjadi nyata. Saya dapat mempertemukan kembali suami saya dan keluarganya. Terima kasih banyak DAAI TV, Bu Lulu, para relawan yang telah membantu merealisasikan mimpi saya. Menerbangkan saya dan keluarga jauh-jauh dari Selatpanjang hingga ke Jirak. Gan en sebanyak-banyaknya,”  ucapnya berulang-ulang.

“Kalian semua anak-anakku, sudah saya anggap anak, sini masuk. Masuk ke dalam, ayo makan minum,” tutur Ibu dari Mustaan sambil menarik tangan Ng Fui Mi dan Bambang ke dalam rumah.

Relawan Tzu Chi Singkawang dan keluarga Mustaan bersilaturahmi dan berbincang bersama.

Di dalam rumah seluruh keluarga sudah berkumpul semua. “Abang kamu tidak tertukar kan?” gurau Lim Sui Khim, relawan Tzu Chi Singkawang kepada adik-adik dari Mustaan. “Tidak, mukanya masih sama, saya masih ingat dulu diajarkan membaca dan berhitung olehnya. Tidak tertukar ini benar abang saya,” jawab Satina.

Seakan satu keluarga, kehangatan dari keluarga di Jirak tidak hanya dirasakan oleh keluarga Nurhasanah saja tetapi juga dapat dirasakan oleh seluruh relawan yang hadir menyaksikan realisasi mimpi Nurhasanah ini.

Mustaan berinteraksi dengan keponakannya di rumah orang tuanya di Jirak, Sambas.

“Kami kira Taan (panggilan sayang keluarga untuk bapak Mustaan) sudah meninggal. Sampai sudah kami buatkan tahlilan. Abang dari Taan sudah pernah mencarinya ke Selatpanjang sana tetapi tetap saja tidak bisa bertemu,” ucap Ayah dan Ibu dari Mustaan.

“Saya kira kemarin itu ada yang mau bohong, bilang abang saya masih hidup dan mau bertemu. Sempat kami kira penipuan. Saat ditanya dan telepon menggunakan video saya baru yakin, benar ini abang saya masih ada. Saya langsung kasih tahu ibu saya,” Tambah Satina.

Keluarga mengatakan bahwa saat melakukan panggilan video itu, Ibu dari Mustaan sempat berkata, “Taan pulang ya. Selama ibu masih hidup, ibu mau bertemu dengan Taan dan keluargamu sekali saja.” Kondisi kesehatan ibu dari Mustaan memang sedang tidak baik. Ia akan merasa sesak jika beraktivitas terlalu berat atau berbicara terlalu panjang. Sudah beberapa kali bolak balik rumah sakit.

Penyerahan bingkisan dari relawan Tzu Chi Batam diwakili oleh Lim Sui Khim, relawan Tzu Chi Singkawang.

Keluarga Nurhasanah senang akhirnya bisa mengabulkan permintaan ibu mertuanya. “Mudah-mudahan ibu sehat terus, kalau ada rezekinya lagi, Taan dan keluarga pasti akan kembali mengunjungi ibu, bapak, adik-adik semuanya di Jirak.”

Nurhasanah dan Mustaan tinggal di rumah keluarga di Jirak selama lima hari. Nurhasanah bercerita bahwa selama di sana anak perempuannya Soleha dibawa berenang ke sungai. Makan banyak sekali rambutan hingga batuk dan kedua putrinya ini semakin dekat dengan sepupu-sepupunya. Lima hari memang tidak cukup untuk mengobati kerinduan puluhan tahun. Namun setidaknya tali kasih dan silaturahmi kembali terjalin antar seluruh anggota keluarga.

Saksi Cinta Kasih
Tiba saatnya penjemputan oleh relawan Singkawang ke Jirak, 6 Oktober 2023. Bertepatan pada hari Jumat, seusai waktu salat Jumat sekitar pukul 13.30 WIB, mobil relawan Singkawang kembali turun menuju Jirak. Selama 2 setengah jam perjalanan para relawan tiba di rumah keluarga Mustaan di Jirak.

Susiana Bonardy relawan Tzu Chi Singkawang berbincang dan berpamitan dengan ibu dari Mustaan ketika menjemput mereka kembali.

Foto relawan bersama dengan keluarga Bapak Mustaan di Jirak, Sambas.

“Lima hari bah tidak cukup. Cobalah pulang itu 1 bulan, 1 tahun lah. Kalau sekolah, di sini ada sekolah. Tinggal bisa sama kami saja,” tutur Ayah dari Mustaan tidak mau menyudahi pertemuan mereka.

Walau pertemuan kali ini singkat dan sudah harus berpisah lagi, akan datang kesempatan lainnya dimana keluarga akan dipersatukan lagi. Terlihat air mata membasahi mata Mustaan tidak rela meninggalkan keluarganya. Seusai berpamitan, keluarga Nurhasanah kemudian dibawa oleh relawan Singkawang kembali ke Kota Singkawang untuk makan malam dan beristirahat mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang keesokan harinya.

Penandatangan berita acara pelaksanaan program Mimpi Jadi Nyata DAAI TV oleh Nurhasanah.

Sabtu paginya, keluarga Nurhasanah dijemput oleh Jack Po untuk sarapan pagi sebelum dibawa ke Kantor Tzu Chi Singkawang. Dibekali dengan sedikit oleh-oleh dari Singkawang dan prosesi penutupan dengan penandatanganan berita acara oleh Ibu Nurhasanah bahwa beliau dan keluarga telah menerima bantuan sosial program Mimpi Jadi Nyata DAAI TV Jakarta. Keluarga Ibu Nurhasanah kemudian diantar menuju bandara Supadio Pontianak dengan mobil oleh Bambang M.

Menjadi saksi dari realisasi program Mimpi Jadi Nyata DAAI TV sekaligus pertemuan kedua keluarga ini, tim Zhen Shan Mei (dokumentasi) beserta relawan Tzu Chi Singkawang mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Semoga jalinan jodoh baik ini dapat berjalan dan berbuah baik.

Editor: Metta wulandari
Dengan kasih sayang kita menghibur batin manusia yang terluka, dengan kasih sayang pula kita memulihkan luka yang dialami bumi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -