Renovasi Rumah Tidak Layak Huni di Banyumas: Di Bawah Atap Baru, Harapan Tumbuh di Banyumas

Banyumas, sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang terletak di kaki Gunung Slamet, menyimpan keindahan alam yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga merangkul hati dengan keramahan budaya dan kearifan lokal.


Dari dinding bambu dan atap bocor, kini warga Banyumas tersenyum dalam rumah layak penuh cinta kasih. Sebanyak 132 rumah telah direnovasi oleh Tzu Chi Indonesia pada tahap satu program Bebenah Kampung Renovasi Rumah tidak layak huni di Banyumas sejak Juni 2025 lalu.

*****

Banyumas, sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang terletak di kaki Gunung Slamet, menyimpan keindahan alam yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga merangkul hati dengan keramahan budaya dan kearifan lokal. Dari pegunungan yang hijau hingga aliran sungai yang jernih, Banyumas menjadi ruang hidup di mana alam dan manusia saling bertaut erat.

Tidak hanya dikenal dengan bentang alamnya yang indah, tetapi juga dengan kehidupan sosial dan budaya yang khas. Di sini, keramahan bukan lah basa-basi, melainkan napas kehidupan yang melekat dalam setiap interaksi. Banyumas seolah menjadi cermin kearifan lokal Jawa yang sederhana, apa adanya, namun sarat makna.

Di balik keindahan alam dan kehidupan sosial yang ramah, masih terdapat rumahrumah tidak layak huni di Banyumas. Menurut Wahyono, perwakilan Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Dinperkim) Kabupaten Banyumas, masih terdapat lebih kurang 100.000 rumah tidak layak huni per Juni 2025 di Banyumas.

Bersama Yayasan Buddha Tzu Chi, Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Dinperkim) Kabupaten Banyumas menjalankan program Bebenah Kampung Renovasi Rumah tidak layak huni tahap satu di Kabupaten Banyumas. Pada tahap satu ini, Tzu Chi Indonesia merenovasi sebanyak 132 rumah warga yang berada di Desa Petarangan, Somakaton, Sawangan Wetan, Alasmalang, Dawuhan, dan Papringan.

Program Bebenah Kampung Renovasi Rumah tidak layak huni di Banyumas mulai berjalan sejak Juni 2025, mulai dari: peninjauan rumah warga yang akan direnovasi, survei kebutuhan rumah warga yang akan direnovasi, penandatangan Surat Kesepakatan Bersama (SKB), dan tahap pengerjaan renovasi rumah.

Tidur Nyenyak dan Tidak Kedinginan
Sebanyak delapan rumah tidak layak huni mendapat bantuan renovasi rumah di Desa Dawuhan. Sudah lebih kurang satu bulan, warga penerima bantuan renovasi rumah di Desa Dawuhan telah menempati rumah yang telah selesai direnovasi.

Novi, istri dari Purwanto, warga penerima bantuan renovasi rumah di Desa Dawuhan merasa bahagia karena rumahnya lebih rapi. Rumah itu mengalami pembongkaran total dari dinding hingga atap karena kondisinya sudah tidak layak. “Ini semua dibongkar total. Renovasi dari tembok, atap, lantai dipasang keramik,” ungkap Novi.

Kondisi rumah novi sebelum direnovasi. Dulu kondisi rumah Novi dindingnya hanya menggunakan anyaman (bilik) bambu dan dilapisi spanduk.

Kondisi rumah Novi memang sudah tidak layak huni, tembok rumah yang difungsikan untuk keluarga dari panas dan hujan, hanya terbuat dari bambu yang dilapisi spanduk. Atapnya yang kerap kali bocor.

“Temboknya dari bambu, tapi dalemnya saya tutup pakai spanduk karena dingin kalau malem anginnya masuk, kalau atapnya masih genteng yang lama, kadang masih suka bocor, kalau lantai masih plur, “cerita Novi.

Kini, dengan hasil renovasi rumah oleh Tzu Chi Indonesia, Novi beserta keluarga dapat tidur dengan nyenyak tanpa harus kedinginan. “Alhamdulliah sekarang tidur enggak terasa dingin dan lebih nyenyak karena angin dari luar tidak masuk,” ucap syukur Novi.

Keluarga Novi dan Purwanto dikaruniai dua orang anak prempuan. Hasnah (9), anak pertama dari Novi dan Purwanto merasa bahagia karena rumahnya saat ini kondisinya lebih baik dari yang sebelumnya. “Yang sekarang sih lebih enak soalnya sekarang kamar sendiri, kalau dulu bareng sama mamah, papah, sama adek,” ungkapnya.

Berkat renovasi rumah ini, sekarang Novi dan keluarga dapat tidur dengan nyenyak dan tidak kedinginan lagi.

Hasnah juga merasa senang karena lantai rumahnya sudah dikeramik, sehingga ia bisa belajar dengan duduk dilantai tanpa takut kotor. Kalau aku biasanya sukanya belajarnya dibawah yang ada keramiknya, kalau dulu nggak ada keramiknya, kotor terus banyak debu,” tambahnya. Dengan kondisi rumah yang lebih rapi, nyaman, dan sehat, Hasnah semakin betah bermain dengan adiknya di rumah. “Sukanya ajakin adiknya juga bermain, sukanya mainnya lego, seringnya main boneka dan rumah-rumahan,” tambahnya.

Hunian Layak Untuk Lansia
Kisah bahagia bukan cuma datang dari Novi, tapi juga ratusan warga lainnya, seperti pasangan Niwan dan Silem. Keduanya sudah berada di usia senja, yang mana keinginan mereka bukanlah hal yang muluk, selain mempunyai rumah yang layak dan nyaman.

Setiap Lansia berhak merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam rumah yang layak yang tidak hanya dinding yang kokoh atau atap yang tidak bocor, melainkan juga fasilitas yang mendukung kehidupan sehari-hari. Akses cahaya dan udara yang baik, kamar mandi yang aman, jalan masuk tanpa hambatan, serta lingkungan sekitar yang nyaman. Dengan demikian, rumah menjadi ruang yang menghadirkan rasa aman, memperkuat ikatan keluarga, sekaligus menjaga kesehatan fisik dan mental mereka.

Lebih dari itu, rumah layak untuk lansia adalah bentuk nyata penghormatan dari generasi penerus. Ia mencerminkan nilai kasih sayang, kepedulian sosial, dan tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa mereka yang telah berjuang membangun kehidupan kini dapat menikmati hari-hari dengan damai.

Relawan dan staf Tzu Chi Indonesia saat melakukan survei ke rumah Niwan untuk memastikan kebutuhan warga penerima bantuan.

Di masa tuanya Niwan (71) tinggal berdua dengan istrinya Silem (70), semua anaknya pergi merantau. Sebelum rumahnya direnovasi oleh Tzu Chi Indonesia, rumah Niwan sering mengalami kebocoran karena atap yang sudah rusak, tiang fondasinya pun juga sudah keropos. “Yang direnovasi itu ada atap, trus struktur bagunan itu ada tiang, fondasi, dinding. Dulunya kan bocor, atap sudah hancur. Sekarang tentu terasa bagus, sudah rapi,” ucap Silem sumringah.

Renovasi rumah ini bukan hanya tentang mengganti material lama dengan yang baru, tetapi juga tentang mengembalikan kepuasan batin manusia. Saat rumah baru hasil renovasi ditempati, terlihat senyum lega dari Niwan dan Silem. Ada rasa syukur yang mendalam karena akhirnya mereka memiliki tempat tinggal yang layak untuk berteduh.

“Terima kasih ya Pak, udah dibikinin rumah nih, udah jadi sekarang. Rasanya senang karena udah dibikinin rumah ini kokoh sekarang,” ucap Niwan.

Silem, istri Niwan juga tak lupa mengucapkan rasa syukurnya. “Dulunya kan bocor, atap sudah hancur. Sekarang tentu terasa bagus, sudah rapi, terima kasih banyak. Rasanya senang, lha kan rumahnya sudah bagus. Ini sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Terima kasih banyak,” ucap Silem.

Niwan dan isterinya dengan penuh syukur sudah dapat menikmati hasil renovasi rumah dari Tzu Chi Indonesia yang lebih rapi, aman, dan sehat.

Hal serupa juga dirasakan Tarsono (72), rumahnya sekarang jauh lebih rapi, aman, dan sehat. Dulunya rumah Tarsono hanya berdinding kalsiboard (papan). Kini, rumahnya lebih kokoh dengan dinding hebel yang kuat untuk melindungi dari panas dan hujan.

“Yang direnovasi tembok semuanya, keramik, dan dindingnya dicat. Sebelumnya juga sudah diplester, jadi ini tambah keramik,” jelas Tarsono. Tak lupa juga Tarsono mengucapkan rasa syukur serta apresiasi kepada Tzu Chi Indonesia. “Terima kasih kepada Tzu Chi yang sudah merenovasi rumah saya yang jadi begini, kepenak, nyaman,” tambahnya.

Kini, di balik pintu rumah barunya, keluarga tersebut bisa menikmati masa tuanya dengan rasa aman dan tenang. Setiap dinding yang kokoh adalah saksi kerja sama dan cinta kasih. Setiap atap yang melindungi adalah doa agar keluarga ini bisa hidup lebih baik.

Kini, Tarsono dapat tersenyum dengan bahagia karena kondisi rumahnya yang telah selesai direnovasi berubah menjadi lebih nyaman, aman, dan bersih tentunya.

Keluarga Rasman Kini Bisa Tinggal di Rumah Nyaman
Berpindah dari Dawuhan ke Somakaton, ada kabahagiaan dari Rasman (53) dan Munfaridah (40) yang rumahnya pun sudah berubah menjadi hunian yang layak.

Dalam setiap doanya, Munfaridah selalu memohon agar suatu hari ia bisa memiliki rumah yang lebih nyaman dan sehat untuk keluarganya. Harapan itu sudah lama tertanam, namun realisasinya terasa seperti angin lalu, datang dan pergi tanpa kepastian.

Suaminya sempat mendapat kabar tentang program renovasi rumah. Beberapa kali petugas atau relawan datang berkunjung, tetapi hari yang dinanti tak juga tiba. Meski begitu, ia dan suaminya tetap menyimpan harapan.

“Tadinya udah sering ada yang ke sini,” kenang Munfaridah. “Terus, pas bapak dengar informasi renovasi dari Tzu Chi, langsung kasih tahu saya. Bapak yakin, ya saya ikut saja. Saya alhamdulillah... ayo kita bareng-bareng, demi kebaikan rumah tangga dan anak-anak.”

Dengan sabar, Munfaridah menerima kenyataan hidup yang dijalaninya bersama keluarga. Suaminya adalah seorang buruh tani dengan penghasilan sekitar lima puluh ribu rupiah per hari. Jumlah tersebut tentu tak seberapa jika dibandingkan dengan kebutuhan keluarga, apalagi untuk membangun atau memperbaiki rumah.

Namun bagi Munfaridah, keterbatasan bukan alasan untuk menyerah. Doa dan usaha terus mereka jalankan seiring waktu. Setiap rezeki yang datang, meski kecil, selalu mereka sisihkan sedikit demi sedikit untuk merenovasi rumah yang sudah termakan usia.

“Bapak dapat arisan, alhamdulillah... langsung dibelikan asbes, papan buat sekat kamar. Terus kalau ada lagi, beli seng, nyicil-nyicil,” cerita Munfaridah, mengenang perjuangan kecil yang terus mereka kumpulkan dari waktu ke waktu. Hampir setiap bulan, selalu saja ada bagian rumah yang harus diperbaiki.

Selain menjadi ibu rumah tangga, Munfaridah juga aktif di sebuah organisasi keagamaan di desanya. Ia turut mengajar pelajaran tambahan untuk anak-anak di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI), hingga Madrasah Tsanawiyah (MTs). Semua itu ia lakukan demi membantu perekonomian keluarga dan membiayai pendidikan anaknya yang kini sudah duduk di bangku SMA.

Di tengah aktivitas yang padat, ia tetap berupaya mendukung kelancaran renovasi rumahnya. “Sebelum saya pergi beraktivitas, biasanya saya siapkan dulu kebutuhan untuk tukang yang bekerja, ya teh, makanan untuk siang, dan sore,” tambahnya dengan nada penuh kehangatan.

Tampak depan kondisi rumah Rasman setelah selesai direnovasi. Dengan goresan cat putih dan abu-abu menghiasi tembok kokoh yang akan melindungi Rasman dan keluarga.

Kini, saat rumahnya sudah berdiri lebih kokoh dan layak, rasa syukur tak henti mengalir dari hati Munfaridah. Ia sangat menghargai bantuan yang datang dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, yang menurutnya telah menjadi jodoh baik bagi keluarganya.

Alhamdulillah rumahnya jadi lebih rapi. Angan-angan saya dari dulu tuh punya tempat wudhu... karena toilet sebelumnya seadanya banget,” ujarnya sambil tersenyum haru. “Terima kasih sekali dari kami sekeluarga. Terima kasih banyak yang tidak terkira karena sudah memberikan fasilitas yang sangat luar biasa. Semoga bermanfaat, semoga Allah melipatgandakan pahala panjenengan (Anda) semua.”

Rasman mengingat, dulu, saat hujan turun, rumahnya bocor. Air merembes dari atap yang lapuk dan dinding anyaman bambu, menggenang di lantai tanah yang mudah lembap. “Sekarang alhamdulillah atap sudah pakai seng semua dan gak bocor lagi. Lantai juga udah gak ngembeng (tergenang) air karena sudah pakai beton. Insya Allah ke depan pakai keramik,” ucap Rasman penuh syukur.

Rumah yang dulunya belum tertata, kini berubah total. Setiap ruang kini memiliki sekat yang jelas. “Sekarang ada tiga kamar, satu buat saya dan istri, dua untuk anak-anak, plus ruang tamu,” tambahnya. Anak sulungnya kini merantau ke Jakarta, sementara anak bungsunya, Utaqo, masih duduk di bangku kelas SMA.

Punya kamar sendiri adalah impian sederhana yang sempat disampaikan Utaqo kepada ibunya. “Kadang anak minta, ‘Mak, kamarku dibikinin yang rapi dong, masa rumah kayak gini terus,’” cerita Munfaridah sambil tersenyum. “Saya jawab, iya..., Bismillah.”

Dalam waktu dekat, keluarga Rasman akan mulai menempati rumah baru mereka. “Tinggal masukin perabot-perabot aja,” kata Rasman semangat. Perubahan terlihat jelas. Rumah yang dulu sangat sederhana, kini tampak lebih luas dan lapang. “Kalau dulu kan rumah Jawa banget, kecil. Sekarang dibikin tinggi, jadi terasa lebih leluasa,” tambahnya sukacita.

Teks dan Foto: Fikri Fathoni
Dengan keyakinan yang benar, perjalanan hidup seseorang tidak akan menyimpang.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -