Satu Tahun Menghadapi Pandemi


Di masa pendemi, semua kegiatan Tzu Chi melakukan berbagai penyesuaian terkait dengan protokol kesehatan Covid-19. Seperti masyarakat pada umumnya, berat rasanya bagi Tzu Chi pada awalnya. Apalagi kegiatan Tzu Chi selalu melibatkan banyak relawan dalam sekali waktu. Namun jaminan untuk tetap sehat tak bisa ditawar. Demi bisa terus memberikan perhatian dan pelayanan, berbagai terobosan dilakukan sebagai wujud saling dukung kepada masyarakat dalam menanggulangi pandemi bersama.

*****

Sejak pandemi melanda Indonesia, perubahan di berbagai aspek juga terjadi. Pemerintah mengimbau masyarakat menerapkan Adaptasi Kebiasaan Baru atau New Normal, yaitu 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan). Pertemuan tatap muka juga beralih ke virtual melalui jaringan internet. Tak terkecuali, semua kegiatan di Badan Misi Tzu Chi juga terimbas. Agar kesehatan bersama tetap terjaga dan misi kemanusiaan dapat tetap berjalan, apa langkah-langkah yang ditempuh oleh setiap badan Misi Tzu Chi di Indonesia?

Misi Amal: Terobosan Baru
Demi para penerima bantuan yang membutuhkan uluran tangan, di tengah pandemi ini relawan Tzu Chi tetap harus keluar mengantarkan langsung bantuan kepada penerima bantuan terutama yang tidak memiliki telepon, tidak memiliki rekening bank, sudah tua, atau yang berkebutuhan khusus.

Awal terjadinya pandemi menjadi masa yang cukup sulit bagi tim relawan dan staf Misi Amal Tzu Chi. Pasalnya kesehatan sendiri harus dijaga, sedang kelangsungan hidup para penerima bantuan juga harus terjaga. Menurut Wie Sioeng, Koordinator Misi Amal Tzu Chi Indonesia, Tzu Chi mencari cara terbaik agar dapat terus membantu para penerima bantuan, baik yang sedang ditangani, maupun pemohon bantuan yang baru.

“Agar relawan tetap aman (dari wabah), kami mengirimkan bantuan materi seperti sembako, susu, dan penunjang medis melalui ojek online,” tukas Wie Sioeng. Sebelum pandemi, para penerima bantuan biasanya datang berkumpul di Kantor Tzu Chi untuk mengambil bantuan. Menurutnya, cara bijak ini sekaligus bisa menambah pendapatan para pengemudi ojek online. Sedangkan bantuan dalam bentuk dana dikirim melalui transfer ke rekening bank penerima bantuan.

Seiring kondisi wabah yang tak kunjung membaik, rapat internal yayasan yang rutin diadakan pun berpindah ke ruang virtual. Permohonan bantuan terpaksa dibatasi, tidak semuanya diterima. Kebijakan demi kebijakan pun berubah sesuai kondisi.

“Untuk bantuan pengobatan walau bisa dengan metode survei online, tapi nantinya ada tatap muka urusan ke rumah sakit, ini yang kita hindari,” jelas Wie Sioeng. Menurutnya, relawan adalah aset penting yayasan yang harus dijaga, apalagi tidak sedikit relawan di Misi Amal yang usianya sudah tidak muda, yang mana lebih rentan terhadap infeksi penyakit.

Relawan Misi Amal Johan Kohar menjelaskan cara penggunaan Kartu ATM BCA TZU CHI sebelum dibagikan kepada para penerima bantuan Tzu Chi di komunitas He Qi Timur.

“Bila harus tatap muka juga dilakukan dengan hati-hati, tetap mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah,” lanjutnya. Walau banyak keterbatasan, Wie Sioeng amat bersyukur, karena aktivitas kemanusiaan tetap berjalan berkat dukungan semua relawan.

“Relawan juga harus packing dan mengatur pengiriman bantuan melalui ojek online. Juga masih ada yang mengantar langsung ke Gan En Hu yang tidak punya telepon atau rekening bank, biasanya yang sudah tua, yang ada keterbatasan khusus, yang gaptek, atau HP-nya jadul. Itu tetap diantar sama relawan,” imbuhnya.

Demi para penerima bantuan yang membutuhkan uluran tangan, para relawan tanpa ragu terus bergerak menjalankan misi, saling mendukung dan bahu membahu walau harus berhadapan dengan wabah penyakit. “Amitofo, hingga saat ini semua relawan yang bergerak di misi amal dalam kondisi baik (sehat), dan semoga kondisi ini tetap terjaga,” tukas Wie Sioeng.

Awal Maret 2021, terbitnya Kartu ATM BCA TZU CHI menjadi satu solusi dan terobosan baru di misi amal. Kartu ini dibagikan kepada para penerima bantuan agar mereka dapat mengambil bantuan bulanan melalui ATM BCA manapun di dekat tempat tinggal mereka tanpa perlu datang ke Kantor Tzu Chi.

Misi Kesehatan: Menjaga Semuanya Tetap Aman

Bagi yang terindikasi covid, langsung dipisah dan diperiksa lebih lanjut oleh dokter di ruang screening.

Ketika pandemi datang, Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi, Cengkareng Jakarta Barat segera merumuskan pokok permasalahan dan langkah-langkah antisipasi. Direktur RSCK dr. Tonny Christianto menyebut, sebenarnya jumlah pasien bukan Covid-19 jauh lebih besar dari yang Covid-19. Dikhawatirkan, pasien bukan Covid-19, yang harusnya kontrol rutin atau imunisasi, menjadi takut datang.

“Yang kita lakukan adalah membuat pelayanan yang tidak tercampur. Kita harus mampu melayani dua kelompok pasien ini, dengan menjaga pasien non Covid-19 agar tidak terpapar oleh pasien yang Covid-19. Langkah kedua, untuk pasien-pasien yang datang kita lakukan screening,” jelas dr. Tonny.

Ketua Satgas Covid-19 RSCK dr. Adrianus Kanaris, Sp.Em menerangkan, screening dilakukan sejak dari pintu masuk rumah sakit oleh perawat atau security yang berjaga di pintu masuk. Bagi yang terindikasi Covid-19, langsung dipisah dan diperiksa lebih lanjut oleh dokter di ruang screening. Bukan itu saja, setiap pasien yang rawat inap juga di-screening terlebih dahulu.

“Dan bukan hanya immunoassay, tapi juga pemeriksaan PCR bila diperlukan, untuk memastikan pasien tersebut tidak terindikasi Covid, sehingga pasien-pasien yang dirawat di ruang itu benar-benar non-Covid,” terang dr. Adrianus. Penunggu pasien juga hanya diperbolehkan satu orang agar tidak terjadi kerumunan.

Wajib memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, ketat diberlakukan di lingkungan rumah sakit. Bagi anak-anak yang tidak memakai masker, pihak RSCK Tzu Chi menyediakan face shield khusus. Diharapkan, semua kebijakan ini membuat pasien merasa aman untuk datang berobat.

Protokol kesehatan ketat diberlakukan sejak dari pintu masuk RS Cinta Kasih Tzu Chi. Perawat atau security yang berjaga di pintu masuk melakukan screening bagi semua pengunjung yang datang.

Menjaga agar tidak ada satu pun yang terpapar Covid-19, menjadi tugas berat tim Satgas Covid-19. Dokter Adrianus menyebut yang tersulit adalah menjaga agar karyawan tidak terpapar ketika tidak sedang bertugas. “Karena kalo di rumah sakit pasti sudah menggunakan APD sesuai standar, jadi risiko paparan justru lebih kecil dibanding ketika di luar rumah sakit,” tukasnya. Untuk itu, imbauan agar taat protokol kesehatan tetap rutin dilakukan. Tes antibody karyawan juga dilakukan, satu bulan sekali bagi karyawan yang tidak kontak langsung dengan pasien covid, dan dua minggu sekali bagi yang kontak langsung atau di garda terdepan.

Tanggal 15 Januari 2021, dua hari setelah Presiden Jokowi menjalani vaksinasi Covid-19, para tim medis RSCK Tzu Chi pun mendapat giliran. Bagi dr. Tonny dan dr. Adrianus, vaksinasi ini membawa harapan besar karena dapat mendukung produktivitas semua elemen di rumah sakit.

Penanganan wabah Covid-19 ini sejak awal sudah menjadi perhatian utama Tzu Chi. Pentingnya vaksinasi ini dibahas dalam Tzu Chi Talk pada 23 Januari 2021. Narasumber Prof. dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K), FCCP, memaparkan bahwa vaksinasi bermanfaat untuk membangun sistem kekebalan tubuh kita terhadap infeksi penyakit tertentu. Jadi, meskipun terinfeksi, tapi tidak akan membuat sakit karena imun tubuh kita dapat mengatasinya. Diharapkan setiap orang tidak takut dan dapat menjalankan vaksinasi ini dengan baik, sehingga angka penularan Covid-19 dapat menurun dan pandemi segera berakhir.

Bagi dr. Tonny, pandemi yang terlihat negatif ini sebaliknya membawa banyak hal positif. “Nilai positifnya banyak sekali ya, seolah-olah rumah sakit ini didorong untuk memiliki kemampuan yang jauh melebihi kapasitas asalnya. Awalnya saya pikir melayani pasien covid ini akan sulit, tapi ternyata bisa, perawat kita mampu, dokter-dokter kita mampu,” ucapnya bangga.

Ia juga melihat rasa kekeluargaan menjadi semakin besar dalam pekerjaan sehari-hari di RSCK Tzu Chi. “Saling membantu, saling meringankan itu begitu tinggi. Banyak positifnya bagi saya malah,” ucapnya sambil tertawa. Dan satu hal yang sangat menghangatkan hatinya adalah besarnya kepedulian masyarakat yang tercurahkan untuk mereka. “Banyak sekali yang ingin membantu kita (paramedis), banyak donatur yang tiba-tiba datang memberikan apa saja. Ini membuat kita semakin bersyukur, semakin menghargai apa yang kita miliki sampai saat ini.”

Misi Pendidikan: Menjadi Guru Digital

Sudah setahun ini para siswa mengikuti pembelajaran online dari rumah. Untuk menghindari kejenuhan para siswa yang harus diam di depan layar komputer, para guru berupaya merancang kelas semenarik mungkin.

Dari pembelajaran online selama pandemi, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng, Jakarta Barat dan Sekolah Tzu Chi di PIK, Jakarta Utara, menghadapi permasalahan seperti gangguan koneksi internet, kejenuhan siswa, dan masalah teknologi yang belum sepenuhnya dikuasai para guru.

Menurut Caroline Widjanarko, Kepala SMP Tzu Chi Indonesia, kondisi yang sudah setahun ini memicu kebosanan para siswa sehingga konsentrasi belajar jadi berkurang. “Guru sudah berupaya merancang kelas semenarik mungkin, namun tetap aja terbatas karena kurangnya personal touch,” tuturnya.

Meski demikian, metode online ternyata tidak begitu berpengaruh pada prestasi para siswa. Menurut Caroline, siswa-siswi yang memiliki karakter positif, prestasinya tetap meningkat. “Karena mereka tetap aktif belajar, inisiatif menyelesaikan tugas. Tapi bagi siswa yang kurang termotivasi, metode online tidak seefektif yang diinginkan,” tukasnya.

Sama seperti yang terjadi di Sekolah Cinta Kasih (SCK), para siswa tetap mengukir segudang prestasi, baik di tingkat daerah maupun nasional, akademis maupun nonakademis. Bagi siswa yang kurang termotivasi, mereka akan diminta datang ke sekolah untuk belajar materi yang kurang dipahami. Ini dibatasi hanya 3 siswa setiap hari.

Di Sekolah Cinta Kasih, semua guru harus upgrade diri dalam hal teknologi. Selain kelas wajib, kegiatan rutin yang mingguan, bulanan, atau tahunan juga tetap diselenggarakan secara online.

Freddy Ong, Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi menyebut, ada sebagian siswa SCK yang tidak memiliki gawai, ataupun yang terbatas kemampuannya untuk membeli kuota internet. Mereka lalu diberi bantuan gawai dan kuota dari sekolah maupun pemerintah. Pihak Sekolah Cinta Kasih juga meng-upgrade fasilitas internet menjadi 200 Mbps serta memasang 60 titik akses di seluruh sekolah agar memudahkan guru dalam mengajar.

“Apapun yang terjadi, kegiatan belajar mengajar harus tetap terlaksana. SCK secara konsisten berupaya meningkatkan kualitas layanan dan pedagogiknya,” tegas Freddy. Selain kelas wajib, kegiatan rutin seperti Jumat Ibadah, Kelas Budi Pekerti, Hari Ibu, HUT RI, Bulan Bahasa, Mandarin Day, semuanya tetap berjalan secara online. Para guru pun dituntut agar dapat mengikuti arus perubahan ini dengan cepat.

“Mau tidak mau, suka tidak suka, semua guru harus upgrade diri dalam hal teknologi,” ujar Freddy semangat, “mengubah guru analog menjadi guru digital.” Freddy mengaku cukup “berterima kasih” pada pandemi ini karena secara tidak langsung membuat kualitas para guru meningkat. Bahkan ada beberapa yang berinisiatif mengikuti kompetisi mengajar digital dan berhasil menang.

Di samping mengejar teknologi, pendidikan karakter dan budaya humanis yang menjadi ciri khas Tzu Chi, tidak terabaikan. Sikap bersyukurmenghormati-cinta kasih antara guru dan murid tetap dipraktikkan setiap hari. Guru juga membuat materi belajar yang fokus pada life skill selama di rumah, yaitu praktik perbuatan baik terhadap diri dan lingkungan.

Dari pandemi ini, Caroline dan Freddy sepakat bahwa pendidikan tidak terbatas hanya di ruang kelas. “Sesuai dengan sistem Merdeka Belajar yang dicetuskan Menteri Pendidikan, student centered sangat dapat dijalankan. Para siswa bukan hanya mendapat dari guru saja, namun bisa meng-eksplore sehingga lebih kreatif dalam belajar,” jelas Freddy.
 
Misi Budaya Humanis: Bertahan Berkat Dukungan Banyak Orang
DAAI TV Indonesia yang merupakan bagian dari Misi Budaya Humanis Tzu Chi melakukan banyak penyesuaian di masa pandemi. Sekitar 25% dari total mata acara, terutama dari kategori Talkshow, Documenter, Kids, dan Current Affair terpaksa dihentikan, karena tidak bisa mewawancarai narasumber secara tatap muka.

“Akhirnya dengan menyesuaikan teknologi saat ini, narasumber kami interview lewat ruang virtual dan di-broadcast di layar tivi, sehingga program kembali bisa ditayangkan,” kata Elisa Tsai, Wakil CEO sekaligus COO DAAI TV Indonesia.

Program Dapur Mama selain mendapat sponsorship dari banyak perusahaan, juga mendapat dukungan dari para relawan Tzu Chi dan DAAI Mama yang menjadi chef di acara tersebut.

Seiring berjalannya waktu, kondisi wabah tidak membaik. Agar DAAI TV dapat tetap mengudara, pelan-pelan juga diisi dengan konten kerja sama dengan pihak lain seperti DWTV, VOA, CCTV, LIPI, dan TV Edukasi.

“Mereka memberikan konten secara free kepada DAAI TV untuk ditayangkan. Jadi tujuan kerja sama ini selain meringankan beban operasional, pemirsa tetap dapat menyaksikan program berkualitas,” jelas Elisa. Ia juga menyebut, konten-konten itu dipilih yang sesuai dengan visi misi DAAI TV, seperti Ekspedisi Nusantara, Inovator, Dunia Kita, dan konten inspiratif lainnya. Untuk program Motivasi dan Spiritual seperti Lentera Kehidupan, Master Cheng Yen Bercerita, Sanubari Teduh dan DAAI Inspirasi tetap dipertahankan untuk ditayangkan, karena program-program tersebut merupakan jiwa dari DAAI TV yang berslogan Televisi Cinta Kasih ini.

Sementara itu, kebijakan dalam hal operasional juga diberlakukan. “Karyawan dilatih untuk bisa melakukan pekerjaan dari hulu sampai hilir, berpikir dan bertindak agile (lincah) sehingga diharapkan bisa meningkatkan speed, flexibility, kolaborasi, dan adaptasi dengan new normal. Kedua, kolaborasi antar departemen, memangkas jalur komunikasi agar pengambilan keputusan lebih cepat,” tegas Elisa.

Terbukti, DAAI TV berhasil mempertahankan kualitasnya dengan menyabet 5 penghargaan karya jurnalistik selama 2020. “Walaupun tahun yang susah, bukan berarti diam di tempat. Karyawan DAAI TV tetap berjuang melalui karya mereka,” tukas Elisa.

Bertahannya DAAI TV selama pandemi juga berkat berbagai perusahaan yang mendukung melalui iklan layanan masyarakat, dan para sponsorship di acara seperti program masak, kesehatan, webinar, dan program multimedia lainnya. Contohnya program Dapur Mama yang mulai tayang Oktober 2020. Program yang bertujuan mengajak masyarakat untuk hidup sehat melalui pola makan vegetaris ini mendapat sponsorship dari banyak perusahaan, dan chef yang memasak adalah relawan Tzu Chi dan DAAI Mama.

“Kami bisa melewati badai di tahun 2020 berkat dukungan dari keluarga besar DAAI TV yang berjuang bersama. Dan juga dukungan dari relawan Tzu Chi yang begitu mencintai DAAI TV,” ungkap Elisa haru.

Penulis: Erli Tan, Fotografer: Dok. Tzu Chi Indonesia
Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -