Anastasia Lily Suarti: Relawan Tzu Chi Jakarta
Lebih Giat Melayani Sesama


“...Saya punya tekad, selama masih bisa dan mampu untuk membantu sesama, saya akan lebih giat melayani sesama....”

*****

Saya pertama kali tahu Tzu Chi dari salah satu orang tua murid yang adalah relawan Tzu Chi, yaitu Shijie Vivi, istri dari Wie Siong Shixiong, tahun 2009. Waktu itu saya belum terlalu antusias, jadi saya bilang ke Shijie Vivi kalau saya belum ada waktu untuk kegiatan Tzu Chi. Kebetulan waktu itu saya sudah aktif dan pegang satu tanggung jawab di gereja, pelayanan sosial juga.

Lalu tahun 2010, ada talkshow kesehatan Tzu Chi yang diadakan di Mall Kelapa Gading. Saya ikut karena ini bukan untuk relawan saja tapi juga masyarakat umum. Ternyata saya ada tertarik, dari situ saya mulai ikut kegiatan Tzu Chi dan dikenalkan dengan relawan lain. Kebetulan bertemu dengan Johan Kohar Shixiong (Ketua Misi Amal He Qi Timur), lalu saya diajak untuk survei kasus kepada calon penerima bantuan Tzu Chi yang tengah sakit jantung di wilayah Cakung, Jakarta Timur.

Setelah itu saya merasa terpanggil, sangat interest. Jadi kadang saya menawarkan diri, kalau ada yang memohon bantuan lagi, saya ikut. Padahal waktu itu saya belum ikut sosialisasi untuk jadi relawan Tzu Chi. Setelah beberapa kali ikut survei kasus, lalu ada sosialisasi dan saya daftar. Saya senang sekali menjadi bagian di Tim Misi Amal Tzu Chi di komunitas He Qi Timur.

Sebelum jadi relawan Tzu Chi, saya orang yang tidak sabaran, pemarah bahkan kepada anak sendiri. Tapi setelah bergabung di Tzu Chi, mengikuti kegiatan dan training berkalikali, mempelajari Kata Perenungan Master Cheng Yen, saya jadi belajar. Sampai saat ini pun saya masih belajar. Sekarang saya sudah lebih sabar dalam banyak hal, sudah tidak seperti dulu. Kalau dulu benda bisa melayang kalau saya sedang emosi. Tapi sekarang emosi saya sudah jauh lebih bagus, sudah terkontrol, he he he..

Dulu saya juga orang yang kurang bersyukur, terus merasa kurang, tak puas, dan suka membandingbandingkan. Tapi setelah sering ikut kegiatan Tzu Chi, apalagi jadi tim relawan survei dan bertemu orangorang yang keadaannya di bawah saya, saya sampai menangis. Dari situlah saya sadar saya kurang bersyukur kepada Tuhan atas apa yang saya miliki. Sekarang buat saya besar-kecil itu relatif, yang penting bagaimana kita mengaturnya pasti akan tercukupi.

Nasihat-nasihat Master Cheng Yen juga sangat mengena, salah satunya misalnya tentang pelayanan. Jika sudah melayani diri sendiri dan keluarga, baru kita keluar untuk pelayanan ke masyarakat. Jadi saya berusaha untuk memenuhi dulu kebutuhan keluarga.

Karena saya Katolik, saya punya istilahnya Ibu Pelindung, yaitu Ibu Maria dan Ibu Theresa. Bagi saya Master Cheng Yen sama, walau berbeda keyakinan, tapi kepedulian Master Cheng Yen terhadap orang-orang yang membutuhkan sangat peka dan tinggi.

Di masa pandemi Covid-19 ini kita seperti di penjara ya. Walaupun bebas tapi tidak bisa maksimal dalam berkegiatan. Ketika sudah terbebas dari masa pandemi ini, saya punya tekad, selama masih bisa dan mampu untuk membantu sesama, saya akan lebih giat melayani kepada sesama.

Seperti yang dituturkan kepada Khusnul Khotimah
Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -