Anna Suryana: Relawan Tzu Chi Lampung
Menemukan Jalan Kebaikan di Tzu Chi


Awal mulanya saya kenal Tzu Chi itu karena kakak saya juga ikut menjadi relawan Tzu Chi, waktu itu tahun 2009-2010. Tidak ada niat tapi mengalir begitu saja. Kakak saya bilang ‘kamu mau ikut nggak, kakak ada disini (menjadi relawan Tzu Chi),’ kemudian saya bilang bolehlah karena melihat organisasinya universal.

Karena saya juga senang bekegiatan sosial, di masa awal ya semua kegiatan di Tzu Chi saya ikuti. Mulai dari survei kasus, bagi beras, bagi kupon, bagi sembako lebaran, baksos kesehatan, dan lainlain. Kemudian saya juga ikut training relawan, disini saya merasakan bahwa Tzu Chi memang benar-benar universal. Saya kan beragama Islam, pas ikut training juga disediakan musala untuk beribadah. Sejak itu saya merasa disini (Tzu Chi) adalah tempatnya saya harus menyalurkan keinginan saya berbuat kebaikan.

Dari training relawan saya belajar memahami Tzu Chi itu apa. Kemudian yang lebih paham lagi ketika saya training relawan ke Kantor Pusat Tzu Chi Indonesia di Jakarta. Perjalanan hidup saya juga banyak dihadapkan dengan ujian, mulai dari suami meninggal hingga masalah di keluarga besar dan kesemuanya itu sempat membuat saya down. Tetapi semenjak saya bergabung menjadi relawan Tzu Chi ternyata apa yang ada di dalam diri saya masih dibutuhkan orang lain.

Jadi hikmahnya setelah ikut menjadi rerlawan Tzu Chi itu saya lebih merasakan bahwa di dunia ini hidup bukan buat sendiri, dan kita harus lebih mawas diri. Setelah suami saya meninggal, saya harus menghidupi 4 orang anak, berbagai hal saya kerjakan supaya dapat menafkahi keluarga. Ditengah-tengah kesulitan, saya juga tetap ikut berbuat kebaikan bagi orang lain. Jadi pelajaran yang saya ambil adalah jika kita berbuat baik maka hasilnya akan baik dan hidup ini harus dijalani, karena masih banyak yang menderita. Di Tzu Chi, saya menemukan itu semua.

Pada tahun 2017, saya direkomendasikan dari relawan abu putih menjadi relawan Calon Komite (Cakom) Tzu Chi. Dan hingga saat ini selama 10 tahun di Tzu Chi selalu ada energi positif lagi yang berbaik ketika berbuat kebaikan. Di Tzu Chi saya mengenal sosok Master Cheng Yen sebagai sosok yang penuh dengan kesederhanaan dan welas asih. Apa yang saya lihat dari beliau itu benar-benar dari hati.

Semenjak bergabung menjadi relawan Tzu Chi perlahan-lahan tabiat buruk yang ada pada diri saya terkikis. Dahulu saya orangnya cepat marah, jika ada masalah saya selalu terburuburu dan kesal. Tetapi sekarang setelah mengambil banyak hikmah sekaligus pelatihan diri menjadi relawan Tzu Chi maka saat menangani masalah saat ini saya menjadi lebih tenang. Saya juga bisa memberikan wejangan ke anak-anak tentang kehidupan.

Ada satu pengalaman yang tidak akan saya lupakan saat mendampingi pasien kasus. Pasien yang saya damping ini adalah penderita kanker payudara yang saat ini sudah meninggal dunia.

Saya selalu dianggap anak olehnya, bahkan ssebelum meninggal pun pasien kasus tersebut ingin bertemu saya. Disini saya jadi semakin sadar bahwa kalau kita berbuat apa saja dengan tulus hati makan hasilnya akan baik.

Di Tzu Chi saya merasakan banyak saudara dan menjadi satu keluarga. Bagi saya tidak ada kata penyesalan sama sekali menjadi relawan Tzu Chi. Keluarga khususnya anak-anak saya juga sangat mendukung saya berkegiatan di Tzu Chi. Karena saya hidup sendiri, mungkin mereka memahami bahwa saya butuh banyak kegiatan. Apalagi kegiatan yang saya ikuti ini kan kegiatan sosial yang tujuannya adalah membantu orang lain.

Di Tzu Chi Lampung, oleh rekanrekan sesama relawan saya dipercaya menjadi PIC survei kasus jika ada pengajuan bantuan ke Tzu Chi. Tujuan saya ya sampai akhir hidup saya ingin menjadi relawan Tzu Chi. Kita tetap bisa berkegiatan dan membantu banyak orang tanpa mengganggu keyakinan. Saya yakin Tzu Chi itu salah satu jalan bagi saya untuk berbuat kebaikan.

Seperti dituturkan kepada Arimami Suryo A.
Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -