Dewi Soejati: Relawan Tzu Chi Batam
Mengukur dan Menyelami Diri Lewat Kata Perenungan


“Saya bersyukur memiliki kesempatan dan kehidupan untuk terjun ke masyarakat melakukan misi amal dan sosial”

Saya mulai tertarik untuk mengenal Tzu Chi itu berawal dari membaca artikel di Buletin Tzu Chi. Saat itu ada salah satu artikel yang memuat tentang relawan-relawan Tzu Chi Taiwan yang terjun untuk memberi bantuan kemanusiaan kepada korban gempa bumi di Wufeng, Taiwan pada tahun 1999. Disitulah rasa ingin tahu tentang kegiatan kerelawanan Tzu Chi mulai timbul.

Karena sifat saya yang tidak sentimental, setelah membaca artikel tersebut justru membuat saya semakin penasaran dan menebaknebak apa itu makna dari welas asih. Dan sesungguhnya dorongan apa membuat para relawan Tzu Chi ingin bersumbangsih tanpa pamrih.

Lalu tepatnya di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2007, saya diajak oleh Wangi Shijie, salah satu relawan Tzu Chi Batam untuk mengikuti kegiatan sosialisasi relawan baru. Ini merupakan pertama kalinya saya mengenal komunitas sosial yang berlandaskan cinta kasih. Setelah beberapa kali mengikuti sosialisasi dan kegiatan, akhirnya saya dilantik menjadi relawan abu putih.

Perjalanan saya dalam berbagai Misi Tzu Chi pun semakin jauh. Berbagai kegiatan juga pernah saya ikuti seperti di Misi Amal, Misi Kesehatan, Misi Pendidikan, dan beberapa misi lainnya hingga sekarang. Perjalanan itupun akhirnya membawa diri saya menuju ke jenjang relawan Komite Tzu Chi dan dilantik oleh Master Cheng Yen, pendiri Tzu Chi.

Tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa awal mulanya hanyalah sebuah rasa ingin tahu. Tetapi malah dapat bertemu dengan Master Chen Yen di Tzu Chi Hualien, Taiwan. Saya merasa amat kagum dengan beliau.

Dalam salah satu wejangan Dharma, Master Cheng Yen selalu mengingatkan kita semua untuk senantiasa mengubah pola pikir atau sudut pandang saat bertemu dengan suatu masalah, rintangan, dan gesekan antar sesama. Mengubah aliran pikiran negatif menjadi positif. Dengan begitu beban hati akan berubah menjadi ringan.

Dharma tersebut saya petik, pelajari, dan tiada hentinya saya praktikkan. Saya masih ingat awal membaca Kata Perenungan Master Chen Yen, saya selalu berpikir untuk mengukur orang lain namun seiring waktu saya menyadari itu tepatnya adalah untuk mengukur diri sendiri.

Salah satu perubahan terbesar dalam hidup saya selama bergabung menjadi relawan Tzu Chi adalah menjalani pola hidup vegetaris. Sejak awal bergabung ke dalam komunitas relawan, prinsip ini (vegetaris) sudah disadari namun butuh waktu 5 tahun yaitu di tahun 2012, saya baru menjalani pola hidup vegetaris dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.

Faktor pendorongnya tidak sedikit antara lain berkeinginan memupuk welas asih dan mengikis karma buruk dalam diri sendiri secara perlahan-lahan, serta doa yang senantiasa diucapkan oleh umat Buddhis “semoga semua makhluk hidup berbahagia”. Selain itu mencintai bumi juga menjadi salah satu faktor pendorong yang kuat untuk bervegetaris karena saya menyadari bahwa peternakan merupakan penyumbang polusi udara terbesar di muka bumi ini.

Semoga saya selalu menjadi bagian dari Tzu Chi dan berada di jalan Bodhisatwa. Saya juga bersyukur memiliki kesempatan dan kehidupan yang telah diberikan untuk bisa terjun ke masyarakat melakukan misi amal dan sosial.

Di komunitas, saya dipercaya untuk menjadi Wakil Ketua Relawan Tzu Chi Batam Komunitas Nagobeng. Jodoh ini pun akan saya genggam dengan sebaikbaiknya, berusaha menjadi pemerhati yang baik agar senantiasa menjalin jodoh baik dengan sesama. Melalui ladang inilah (menjadi relawan), saya dapat melatih diri dan memupuk welas asih dalam diri sendiri yang menjadi tujuan awal saya bergabung menjadi relawan Tzu Chi.

Seperti yang dituturkan kepada Rina Dewi (Tzu Chi Batam)
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -