Djonni Andhella: Relawan Tzu Chi Bandung
Tzu Chi Mengubah Hidup Saya


Mendapatkan satu kesempatan untuk melakukan kebajikan adalah suatu berkah. Mempunyai kesempatan dan memiliki kemampuan untuk melakukan kebajikan adalah dua kali berkah. Ketika kesempatan dan kemampuan itu datang beriringan, Djonni Andhela memegang teguh tekadnya bersama Tzu Chi Bandung.

*****

Kabar tentang Covid-19 yang masuk ke Indonesia membuat seluruh relawan sigap, termasuk Djonni Andhella, Ketua Tzu Chi Bandung yang langsung berkordinasi dengan para relawan lain untuk membantu masyarakat terdampak. Di saat kondisinya baru saja selesai menjalani operasi saraf kejepit, dia tetap saja tidak bisa diam melihat hal tersebut.

“Saat itu baru saja dipilih menjadi Ketua Tzu Chi Bandung dan melanjutkan tugas ketua sebelumnya dari Herman Shixiong,” ujar Djonni Andhella.

“Dihadapkan dengan adanya wabah ini, saya pikir kita tidak bisa tinggal diam. Sebagai wujud tanggung jawab, apalagi sebagai ketua, saya langsung mengumpulkan relawan untuk sama-sama cari cara bagaimana dan apa yang harus kita lakukan untuk membantu masyarakat,” ungkapnya tegas.

Djonni Andhella dipilih menjadi Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Perwakilan Bandung pada pertengahan 2019. Sebelumnya ayah dua anak ini telah mengenal Tzu Chi sejak tahun 2002, ketika Tzu Chi membagikan beras di Bumi Parahyangan.

Dipilih sebagai ketua bukanlah hal yang mudah untuk Djonni. Tanggung jawab besar menantinya. Ia mengaku sempat tidak yakin, namun mendapat amanah sekaligus kesempatan berbuat bajik tidak datang dua kali.

Keluarga menjadi supporter nomor satunya, terutama istrinya yang juga sama-sama relawan komite Tzu Chi. Mereka berbagi tugas antara Tzu Chi, perusahaan, dan keluarga.

“Saya dipercaya untuk meneruskan cinta kasih ini, bagi saya ini adalah peluang bagi saya untuk terus berbuat baik. Peluang yang belum tentu dirasakan oleh orang lain,” tutur Djonni. “Saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, apalagi menyangkut kebahagian banyak orang. Bukan hanya untuk saya tapi juga untuk keluarga, relawan Tzu Chi, dan yang pasti untuk kepentingan banyak orang,” lanjutnya.

Menjadi ketua, banyak hal yang Djonni dapatkan selain berbagai tugas administratif untuk mengatur bagaimana Tzu Chi bisa berjalan sesuai dengan arahan dari Master Cheng Yen. Di usianya yang ke-74 tahun ini, ia juga belajar memahami berbagai permasalahan, karakter, dan keinginan relawan yang beragam, yang seluruhnya bermuara pada niat tulus untuk membantu sesama.

Tentu peran dan dukungan dari semua pihak sangat membantu Djonni beradaptasi dengan cepat. Keluarga yang menjadi supporter nomor satunya.

“Istri saya berperan sangat besar. Dia sangat mendukung saya. Dia juga adalah relawan komite, jadi saya sering berdiskusi juga dengan dia. Selain itu, saya juga berbagi tugas mengurus perusahaan dan keluarga. Seringnya seperti saya yang jaga di luar (Tzu Chi) dan istri yang jaga di pintu dalam (kantor dan rumah),” papar Djonni.

Sikap saling pengertian dan mendukung itulah yang membuat keluarga mereka tetap harmonis dan hangat. Ketika awal masuk Tzu Chi, sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Djonni bahwa Tzu Chi memberikan kesan mendalam, dalam hidupnya.

Pertemuan Awal Membuka Jalan

Djonni Andhella, Ketua Tzu Chi Bandung memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak Covid-19 di wilayah Jawa Barat. Tzu Chi Bandung dengan sigap memberikan bantuan setelah kabar Covid-19 mulai merebak di berbagai wilayah.

Mengingat masa awal mengenal Tzu Chi, Djonni semula tidak percaya dengan adanya kegiatan sosial pembagian beras berton-ton yang cuma-cuma. Dengan adanya kata Buddha (pada nama yayasan), Djonni menganggap kegiatan itu adalah kegiatan keagamaan. “Saya pikir Tzu Chi ini wihara apa? Ya ingin tahu akhirnya. Ternyata bukan wihara dan benar juga bagi berasnya tanpa syarat. Ketika ada yang mau pergi ke Taiwan, saya tertarik ingin ikut dan ingin tahu,” ceritanya.

Pada tahun 2003 Djonni pergi ke Taiwan bersama dengan Herman Widjaja, Harun Lam, dan Asikin. Kesempatan itu merupakan pertama kalinya ia pergi ke kediaman Master Cheng Yen.

Ada pengalaman yang terkenang baginya suatu ketika ia hendak berangkat ke Taiwan dihadapkan dengan dilema. Bagaimana tidak, ketika ia tengah bersiap terbang dan berada di bandara, ada kabar tentang pekerjaan yang belum sempat ditandatanganinya. Namun karena tekad yang kuat untuk berangkat ia akhirnya tidak menerima project tersebut dan tetap berangkat ke Taiwan.

Selang beberapa waktu selepas pulang dari Taiwan, ia mendapatkan kabar bahwa project yang ia tolak sebelumnya ternyata bermasalah dan bisa merugikannya. “Ini keberuntungan buat saya karena project itu merugikan. Saya benarbenar beruntung. Dari sana, saya berpikir saya harus memantapkan diri untuk berjalan di Tzu Chi,” jelasnya.

Menemukan Bahagia

Melalui Tzu Chi, Djonni semakin giat menebar welas asih dan memberikan bantuan kepada sesama tanpa ragu. Ia juga merasakan kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan ketika melihat penerima bantuan berbahagia.

Di tahun 2005, setelah Djonni mengikuti bermacam kegiatan barulah ia dilantik sebagai relawan komite bersama Herman, Harun Lam, dan Asikin. Mereka berkomitmen untuk terus giat menebar welas asih dan selalu menolong sesama tanpa ragu untuk bertekad menjadi lebih baik lagi.

Di Tzu Chi, Djonni fokus di misi amal karena baginya ia bisa merasakan kebahagiaan saat ia menolong mulai dari hal yang terkecil. Baksos operasi katarak adalah kegiatan yang pertama kali ia ikuti, di sanalah ia melihat banyak yang bersyukur dan sangat bahagia.

“Saya terkesan bisa membantu orang. Bahagia apalagi yang masih dicari? Di usia saya sekarang, apalagi yang harus saya lakukan dan syukuri selain bisa membantu dengan kemampuan yang saya miliki? Seperti bantuan beras, kita menolong mereka, mereka sangat bersyukur, sangat bahagia. Saya sangat tersentuh, ternyata membuat bahagia orang itu seperti ini, sederhana, mudah membuat bahagia orang lain dari hal kecil,” paparnya.

Bukan hanya mendapatkan kesempatan berbuat baik, melalui Tzu Chi pula ayah dua anak ini menempa diri dan merasakan berbagai perubahan yang berarti. Dulu, Djonni mengaku ia merupakan orang yang emosional. Sedikit saja ada kesalahan maka ia akan marah dan emosinya meledak-ledak. Berbeda dengan saat ini dimana ia bisa mengontrol amarah dalam dirinya. Ia jauh lebih sabar.

“Karena dulu saya sangat emosian. Tidak tahan untuk marah kalau ada yang tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan. Pokoknya sesegera mungkin harus dilakukan, saya tidak sabaran, harus buru-buru,” akunya. “Selepas di Tzu Chi itu, semua hilang. Saya merasa lebih baik, lebih tenang, lebih bahagia,” lanjutnya.

Sejak mengenal Tzu Chi, banyak perubahan dalam diri Djonni. Ia menjadi lebih sabar dan mau belajar banyak untuk melayani dan berbuat baik kepada sesama, sesuai dengan kemampuannya.

Bergabung dengan Tzu Chi telah membuat Djonni jarang sekali tersulut emosi, meskipun ada yang kurang sesuai dengan keinginannya. Ia justru lebih memilih untuk mendiskusikannya baik-baik. “Ada yang tidak bisa saya ungkapkan setelah gabung menjadi barisan relawan Tzu Chi, sebab apa yang saya rasakan ini tidak mudah untuk diuraikan dengan kata-kata,” ungkapnya. “Saya sangat bahagia. Sekarang merasa hidup saya tenang, usaha saya lebih maju, kendala atau masalah yang menghampiri saya bisa teratasi dengan mudah. Terkadang saya berpikir selancar ini hidup saya, setenang ini, apa yang saya rasakan ini sangat luar biasa,” ungkapnya.

Kini, tidak ada kata lelah bagi Djonni untuk terus menebar cinta kasih di Jalan Tzu Chi, ia pun terus belajar mendalami ajaran-ajaran Master Cheng Yen karena ia mengaku belum paham benar dalamnya Ajaran Master Master Cheng Yen. Ada pula beberapa hal yang belum ia praktikkan.

“Setiap melihat Master Cheng Yen, saya malu dan bersalah, namun saya tetap berusaha untuk terus mengikuti apa yang beliau katakan,” akunya. “Saya selalu ingat kata-kata Master Cheng Yen, ‘Baik mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan, semuanya disebut berdana’. Maka Saya akan selalu bejalan di Jalan Bodhisatwa ini, Tzu Chi mengubah hidup saya lebih baik. Ditambah lagi dengan kesehatan yang baik ini, saya akan terus mengemban tanggung jawab,” tegas Djonni menggenggam kuat tekadnya.

Penulis: Rizki Hermadinata (Tzu Chi Bandung)
Fotografer: Dok. Tzu Chi Bandung
Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -