Edy Wiranto dan Cindy Lie: Relawan Tzu Chi Jakarta
Bersama Melangkah di Jalan Tzu Chi


“Banyak pasangan suami-istri yang menjadi relawan Tzu Chi. Melangkah bersama-sama di jalan kebajikan tentu terasa lebih berarti dan menyenangkan. Bagi Edy dan Cindy, Tzu Chi merupakan wadah yang tepat untuk menyalurkan kebaikan, sekaligus membina dan melatih diri.”

*****

Seperti kisah-kisah relawan Tzu Chi lainnya pada umumnya, perjumpaan dan perkenalan Edy Wiranto dan istri dengan Tzu Chi pun berawal dari lingkaran pertemanan. Meski sebelumnya sudah mengenal Tzu Chi sebagai organisasi amal yang mendunia, namun ajakan dari temanlah yang kemudian mengantarkannya ke pintu gerbang kerelawanan di Tzu Chi.

“Tahu Tzu Chi dah lama, kegiatan-kegiatan sosialnya juga bagus, tapi kita nggak tahu gimana caranya untuk ikut,” ungkap Cindy Lie.

Tapi seperti sudah digariskan, niat baik akan dipertemukan dengan orang-orang baik, dan halhal baik. Dan ini pula yang terjadi dengan pasangan suami-istri Edy Wiranto (57 tahun) dan Cindy Lie (56). Di Hari Waisak 2014, Ketika tengah menuju daerah Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, mereka melintasi Tzu Chi Center yang merupakan rumah insan Tzu Chi Indonesia. Di hari baik umat Buddha itu pula tebersit keinginan keduanya untuk menjadi relawan Tzu Chi.

Berselang dua hari kemudian, sebuah panggilan telepon berdering di smartphone Edy. Pria kelahiran Renggat, Riau Pekanbaru 16 Juli 1965 ini awalnya juga tak menyangka sosok yang meneleponnya. Siswanto, seorang pengusaha di bidang baja yang juga relawan Tzu Chi. Edy sendiri merupakan pemilik sekaligus menahkodai perusahaan perbaikan galangan kapal, Samudera Marine Indonesia. Uniknya, keduanya saat itu belum saling mengenal. Awalnya Siswanto hendak mencari ayahanda Edy, namun tidak ketemu. “Beliau kemudian telepon saya, ‘hari Minggu ada acara nggak? Kita ada acara di Tzu Chi’. Saya bilang ke istri, baru dua hari lalu kita pengen ke Tzu Chi, sekarang sudah ada ajakan. Saya langsung iyakan, nggak tanya acara apa. Ternyata itu acara peletakan batu pertama Dormitory Tzu Chi Hospital,” kata Edy.

Di sini simpati dan kekaguman Edy dan Cindy terhadap Tzu Chi semakin besar. Dalam kegiatan seremoni dimulainya sebuah pembangunan, hal yang biasa menjadi terlihat luar biasa. Jika seremoni umumnya terkesan hanya formalitas, di sini Edy bisa melihat dan merasakan bagaimana relawan-relawan Tzu Chi sangat bersungguh hati dalam merencanakan, mempersiapkan, dan menjalankannya. “Saya melihat pengusaha-pengusaha besar semua pada turun tangan, barisan-barisannya juga rapi. Dokter dan perawat juga memperagakan isyarat tangan, suasananya tenang banget, saya suka,” ungkap Edy.

Seperti sudah digariskan, niat baik akan dipertemukan dengan orang-orang baik, dan hal-hal baik. Begitu pula dengan keinginan Cindy Lie dan suami menjadi relawan terwujudkan ketika dipertemukan dengan relawan Tzu Chi.

Jika Siswanto aktif mengajak Edy, Shelly Widjaja, istri Siswanto lekat mendampingi Cindy. Edy dan Cindy kemudian diajak mengunjungi Tzu Chi Center, untuk mengenal lebih dekat tentang Tzu Chi dan sosok pendiri Tzu Chi, Master Cheng Yen. Sambutan hangat yang dirasakan mereka di lingkungan keluarga Tzu Chi membuat keduanya semakin jatuh hati, hingga memutuskan menjadi relawan. “Waktu itu ada sosialisasi Tzu Chi juga, dan kita nonton videonya. Saya terharu banget, dan terakhir diputar lagu Satu Keluarga. Dari situ saya merasa indah banget, semua bisa kayak satu keluarga,” ungkap Cindy.

Ketika tim pembangunan Tzu Chi Hospital menemui Master Cheng Yen untuk meminta restu, Edy dan Cindy juga ikut serta ke Hualien, Taiwan. “Kita merasa ini jalinan jodoh yang baik sekali, bisa cepat ketemu Master Cheng Yen. Kita terharu bisa bertemu dengan master dan melihat bagaimana beliau dan semua muridmuridnya bekerja sangat luar biasa,”puji Edy, dan diamini sang istri.

Sama-sama Mengemban Tanggung Jawab
“Musik adalah passion saya. Jodoh dengan DAAI TV membuat saya bisa menyalurkan hobi sekaligus menyebarkan kebaikan melalui program-program DAAI. Sangat merasa bersyukur”

Melakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, prinsip profesional yang menjadi landasan Edy dalam berbisnis ini pun diterapkannya di Tzu Chi. “Dalam bekerja harus sampai selesai dan jangan setengahsetengah. Tekun, yakin dan pantang menyerah”. Pesan sang ayah inilah yang selalu diingat Edy dalam menjalani hidupnya. Kedermawanan dan keuletan sang ayah, menjadi teladan putra sulung dari tiga saudara ini.

Edy yang memang penyuka seni dan musik, memilih DAAI TV sebagi tempat menyebarkan kebaikan melalui program-program DAAI TV. Sebagai salah satu Board of Director DAAI TV Indonesia, ia bersama tim berupaya membuat DAAI TV semakin dikenal dan memberi inspirasi kebaikan kepada masyarakat.

Selain mengikuti kegiatan-kegiatan Tzu Chi, Edy dan Cindy juga turut mengemban tanggung jawab. Seperti Edy yang kemudian terjun di misi budaya humanis, dan menjadi salah satu Board of Director DAAI TV Indonesia. Sementara Cindy, setelah cukup lama aktif di kegiatan-kegiatan misi amal, ia didapuk menjadi Ketua He Xin Konsumsi Tzu Chi.

Bukan secara kebetulan jika keduanya memilih mengemban tanggung jawab di misi ini. Hal ini juga didasari latar belakang dan passion mereka. Sebut saja Edy yang penyuka musik , dimana ia merasa di DAAI TV banyak ide-ide dan pemikirannya yang bisa diterapkan. Sudut pandangnya sebagai pemirsa, pengusaha, dan relawan Tzu Chi tentu bisa memperkaya dan memberi warna berbeda di televisi yang mengusung semangat cinta kasih universal ini.

Di DAAI TV, Edy bersama para staf DAAI TV, dan relawan komite Tzu Chi lainnya tertantang untuk menghadirkan acara-acara yang memiliki pesan-pesan moral dan kebajikan, sekaligus menarik untuk ditonton. Program Mimpi Jadi Nyata (MJN) salah satunya. Menurut Edy, program Mimpi Jadi Nyata ini perlu dikembangkan karena program ini mempertemukan orangorang yang punya mimpi, namun tidak bisa mewujudkannya dengan para donatur yang bersedia untuk mewujudkan mimpi mereka. “Tidak hanya mewujudkan mimpi, namun yang terpenting penonton bisa menangkap semangat dari para pejuang mimpi, bahwa jika kamu terus berupaya, meskipun dengan keterbatasan maka akan selalu ada jalan keluar,” jelas Edy.

Sebelumnya Edy juga tergerak untuk mensponsori program Hati Bicara yang mengangkat kisah anak-anak muda yang belajar nilai kehidupan dari orang biasa. Kesibukannya sebagai Komisaris di beberapa perusahaan, tidak menghalangi perhatiannya untuk kemajuan program DAAI TV. Voice of DAAI, adalah salah satu program yang juga digawangi Edy Wiranto. Program ini diadakan sekali dalam setahun, untuk memilih penyanyi berbakat yang akan menyuarakan pesan cinta kasih melalui suara mereka.

“Saya pikir ini satu tekad ya, ini juga ladang berkah kita untuk mengembangkan supaya kita melalui DAAI TV ini bisa membangkitkan semangat cinta kasih dan kepedulian bersama sehingga bisa menciptakan kondisi masyarakat yang harmonis, aman, dan damai,” tegas Edy. Dan niat Edy juga didukung sang istri. “Dengan DAAI TV ini kita semakin luas menyebarkan semangat kebajikan. Saya bilang ini luar biasa, karena gaung televisi ini kan menyebarnya lebih luas dan cepat,” kata Cindy.

Tanggung jawabnya di tim konsumsi Tzu Chi semakin mendekatkan Cindy dengan cita-citanya dulu, yakni mensosialisasikan vegetarian di masyakat secara luas.

Sementara Cindy, selain hobi memasak, ia juga salah satu pemilik restoran makan vegetarian ternama di Jakarta. Tanggung jawabnya di bagian konsumsi semakin mendekatkan dirinya dengan cita-citanya dulu, mensosialisasikan vegetarian di masyakat secara luas.

Ketika mulai membuka usaha restoran vegetarian di tahun 2008, bisa dibilang ketika itu Cindy seolah melawan arus pola makan dan konsumsi masyarakat. Kala itu informasi dan pandangan masyarakat terhadap vegetarian masih minim dan cenderung negatif, ditambah ragam menunya yang masih sangat terbatas. Karena itulah Cindy lewat Dharma Kitchen-nya mencoba memberikan alternatif pilihan menu dan rasa kepada mereka yang bervegetaris ataupun yang baru mencoba untuk bervegetaris.

“Dulu belum begitu banyak yang kenal vegetarian, nggak kayak sekarang. Dulu kata vegetarian itu hal yang menakutkan, bayangannya negatif, tidak enak. Kalau sekarang, vegetarian itu dah nggak menyeramkan,” jelas Cindy mengambarkan kondisi saat awal membuka restoran vegetariannya. Belum lagi menu vegetarian yang mayoritas merupakan kreasi makanan-makanan etnis Tionghoa. “Jadi saya waktu itu punya tekad untuk menghadirkan menu-menu makanan vegetarian yang berbeda, diimprovisasi dan disesuaikan dengan taste kita, orang Indonesia. Apa yang orang Indonesia inginkan, saya tuangkan di sana,” tegasnya.

Menjadi relawan Tzu Chi membuat Cindy juga banyak melihat kondisi kehidupan yang kurang beruntung. Bagi Cindy, bisa berinteraksi, berbagi, dan memberi perhatian kepada mereka yang kurang beruntung memberikan rasa sukacita dan kebahagiaan yang mendalam.

Karena itu bak gayung bersambut, “tantangan” sebagai penanggung jawab di bidang konsumsi Tzu Chi pun tak disiasiakannya. Hanya saja butuh penyesuaian. Cindy yang biasa memasak dalam jumlah terbatas, kini ditantang untuk memasak dalam jumlah besar. “Saya memasak dalam jumlah besar nggak biasa juga. Biasa kan ada chef (di restoran), dan kalau di rumah memasak untuk keluarga saja,” ungkap Cindy, “saya jadi belajar banyak di sini, bagaimana memasak dalam jumlah besar dan harus bisa kelola dengan (bahan-bahan) yang ada.”

Terlebih Master Cheng Yen saat ini terus mengimbau dan mensosialiasasikan tentang vegetarian. Hal inilah yang menjadi salah satu motivasinya untuk terus menerus mensosialiasiskan vegetarian, bahwa makanan vegetarian itu enak, sehat, banyak variasi, dan bisa dinikmati, tidak seperti bayangan orang. “Kita bagi makanan ke warga kurang mampu juga berupa makanan vegetarian. Jadi selain menjalankan misi amal, kita ikut mensosialisasikan makanan vegetarian di masyarakat,” jelas Cindy.

Tzu Chi Berbeda, Tzu Chi Luar Biasa
Ada istilah kapal akan berjalan dengan tepat dan sesuai tujuan jika pilot dan copilot di dalamnya juga seiring sejalan, memiliki tujuan yang sama. Hal inilah yang juga dirasakan pasangan yang menikah di tahun 1989 ini. Berkegiatan di Tzu Chi bersama-sama memberi kesan berbeda bagi orang tua dari Megan Zouves Wiranto (19) ini. “Saya bisa merasakan bersyukur dengan berkah yang kita miliki. Kita suami-istri bisa sama-sama masuk di Tzu Chi, di dalam kehidupan kita bisa ada keseimbangan dan ada satu tujuan. Ketika suami-istri bisa ikut sama-sama berkegiatan sosial itu kan lebih enak jalannya,” ungkap Edy.

Bisa bersama-sama di jalan Tzu Chi membawa kebahagiaan dan rasa syukur bagi Edy dan Cindy. “Kita suami-istri bisa sama-sama di Tzu Chi, di dalam kehidupan kita bisa ada keseimbangan dan satu tujuan. Ketika suami-istri bisa sama-sama berkegiatan sosial itu lebih enak jalannya,” ungkap Edy.

Menjadi relawan Tzu Chi juga semakin membuka akses dalam bersumbangsih kepada masyarakat yang membutuhkan. Cindy menceritakan pengalamannya ikut memberi perhatian kepada keluarga korban pesawat yang hilang beberapa tahun silam. “Saya merasa ini benar-benar satu pengalaman yang luar biasa, ketika organisasi-organisasi lain sangat sulit untuk masuk, kita di Tzu Chi bisa. Kita sudah dikenal sekali dan Tzu Chi organisasi yang sangat rapi dan terorganisir. Semua dikerjakan dengan terencana dan matang sehingga kita menjalaninya juga merasa tenang dan aman,” terang Cindy.

Di keluarga, hal-hal positif juga dirasakan Edy dan Cindy. Bersama-sama menjalani kebajikan di Tzu Chi membuat kehidupan seharihari menjadi lebih tenteram. “Lebih bersatu hati, karena tujuannya sama,” kata Edy. “Kalo dulu Shixiong lebih banyak fokus di bisnis, lebih banyak di sana, kalo sekarang ini banyak sekali perubahan termasuk di dalam hubungan dengan keluarga, jadi sabar banget, jadi pendengar yang baik, ke anak, orang tua, dan keluarga,” terang Cindy.

Tak heran keduanya juga aktif mengajak keluarga, teman-teman, dan kerabat mereka untuk bersama-sama di Tzu Chi. Apa yang mereka rasakan dan dapatkan di Tzu Chi, mereka bagikan juga kepada yang lain. “Saya bilang di sini bukan soal agama, mau agama Islam, Katolik, Kristen, Buddhis, Hindu semua bisa gabung. Tujuannya kan untuk sama-sama berbuat baik,” kata Edy.

Bagi Edy dan Cindy, apa yang kini mereka lakukan di Tzu Chi tentunya juga bisa menjadi teladan bagi putri mereka. “Saya merasa kapan lagi bisa melakukan hal yang berguna untuk masyarakat, khususnya buat kita pribadi. Tzu Chi satu wadah yang tepat, dan kalau kita nggak mengambil kesempatan ini, itu kita yang rugi. Jadi saya dan istri beruntung sekali bisa bergabung di Tzu Chi,” kata Edy.

Penulis: Hadi Pranoto
Fotografer: Dok. Tzu Chi Indonesia
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -