Jamalruddin Tiong
Benih Tzu Chi Telah Tumbuh di hatiku

 
Enam tahun yang lalu saya dan istri saya pergi untuk menjalani pengobatan ke Malaysia. Ketika itu istri memeriksa kandungannya ke seorang dokter spesialis kandungan yang bernama Tio Bun Fu. Dari hasil pemeriksaan, istri saya divonis menderita penyakit kanker. Berita ini sangat mengejutkan saya dan istri. Istri saya langsung menangis tersedu-sedu seakan-akan ia pasti akan segera meninggal.
 
Melihat kepanikan kami, sang dokter bertanya kepada istri saya, ”Kenapa kamu menangis?” istri saya menjawab, ”Anak saya masih kecil dan saya masih mau hidup.” mendengar jawaban istri saya dokter Tio langsung memberi penjelasan ke istri saya, bahwa hidup ini tidak kekal, semua orang tidak bisa menghindar dari penyakit dan kematian.

Tetapi dalam keadaan demikian, istri saya masih saja belum bisa menerima kenyataan tersebut. Maka esok harinya dokter Tio menyempatkan diri untuk mampir ke tempat kami menginap. Dia mengajak saya dan istri  untuk pergi jalan-jalan. Tak disangka, dokter Tio mengajak kami ke suatu tempat yang belum kami kenal, yaitu Kantor Tzu Chi Malaysia. Begitu tiba di Tzu Chi kami langsung terheran-heran mengapa semua orang hormat sama kami. Saya pun langsung bertanya kepada dokter Tio mengapa banyak orang yang memberi hormat kepada kami.  Dengan singkat dokter Tio berkata, ”Oh mereka itu insan Tzu Chi.”

Selanjutnya dokter Tio mengajak kami berkeliling melihat-lihat kantor Tzu Chi Malaysia. Kami pun kemudian beristirahat di sebuah ruangan yang bernama Jing Si Books & Cafe. Di tempat inilah dokter Tio bercerita panjang lebar tentang sejarah Tzu Chi dan latar belakang berdirinya kantor Tzu Chi di Malaysia.

Pada saat kami sedang menikmati suasana Jing Si Books & Cafe, dokter Tio pun memperkenalkan kami kepada seorang wanita yang telah menjadi relawan Tzu Chi Malaysia. Setelah berkenalan dan berbagi kisah, saya baru tahu ternyata relawan itu dulunya pernah menderita sakit kanker rahim. Setelah ia sembuh dari penyakitnya, relawan itu kemudian menjual  seluruh harta kekayaannya dengan perbandingan 50% diberikan kepada anaknya dan 50% lagi ia sumbangkan ke Tzu Chi Malaysia.


Kisah yang dijabarkan oleh dokter Tio telah membuat hati istri saya luruh dan bisa menerima keadaan dirinya, sehingga keesokan harinya istri saya bersedia menjalani terapi sinar dan kemoterapi. Saya sendiri mengucapkan terima kasih kepada dokter Tio yang dengan sabar menjelaskan dan menginspirasi istri saya hingga membuat ia bisa menerima keadaan dirinya. Namun, dokter Tio justru mengatakan kalau semua ini adalah jodoh, maka dengan mudah kita bisa ketemu Tzu Chi Malaysia. Selanjutnya dokter Tio menjelaskan kalau hari ini jodoh telah mempertemukan saya, istri saya, dan relawan Tzu Chi Malaysia. ”Hari ini saya menanam satu benih Tzu Chi di hatimu dan saya tidak tahu benih ini kapan tumbuh,” kata dokter Tio.

Setelah istri saya dinyatakan sembuh dan sehat, 2 tahun kemudian saya dan istri saya mewujudkan rasa syukur dengan menjadi relawan Tzu Chi di Pekanbaru sampai saat ini. Pertama kali bergabung di Tzu Chi, saya lantas aktif di kegiatan daur ulang, kemudian berlanjut ke bidang amal kemanusiaan. Hampir semua misi Tzu Chi saya ikuti, sebab saya selalu terkenang oleh kata-kata Master Cheng Yen yang mengatakan, ”Lakukan itu yang sudah benar atau lakukan selagi kamu bisa”.

Dari seringnya saya mengikuti kegiatan Tzu Chi akhirnya banyak nilai positif yang saya peroleh untuk diri saya dan istri. Dahulu saya seorang perokok berat, tetapi sekarang setelah aktif di Tzu Chi, saya sudah bisa mengurangi kebiasaan tidak sehat itu. Dan saya berjanji suatu hari pasti bisa meninggalkan kebiasaan merokok. Sedangkan istri saya yang semula mudah marah dan temperamental, kini ia berubah menjadi seorang yang penyabar. Di Tzu Chi saya juga belajar akan kebijaksanaan, memahami arti kehidupan dan tahu arti bersuyukur. Tzu Chi telah memberikan perubahan berarti bagi hidup saya dan benih Tzu Chi itu telah bersemi di hati saya.
Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -