Lamsin Indjawati: Relawan Tzu Chi Makassar
Memberi Tanpa Takaran


Akrab dengan berbagai kegiatan sosial sejak kecil membawa jiwa sosial Lamsin Indjawati terus bertumbuh hingga akhirnya ia berjodoh dengan Tzu Chi. Memang kadang terasa melelahkan, namun perjalanannya ini sarat akan pelajaran tentang makna kehidupan.


Gempa dan tsunami yang melanda Palu, Sulawesi Tengah September 2018 lalu membuat seluruh relawan Tzu Chi bergerak cepat untuk memberikan bantuan. Pada saat yang sama, relawan Tzu Chi Jakarta berkoordinasi langsung dengan relawan Tzu Chi Makassar, Kantor Perwakilan Tzu Chi terdekat dengan lokasi bencana. Tzu Chi Makassar menjadi transit berbagai barang bantuan yang disalurkan ke Palu maupun Donggala.

Lamsin Indjawati, Ketua Tzu Chi Makassar, mengaku sedikit cemas menangani pembagian bantuan bencana yang termasuk besar ini. Pasalnya Tzu Chi Makassar belum pernah menangani tanggap darurat bencana.

“Kami ini (relawan Tzu Chi Makassar) sebagian besar ibu rumah tangga yang sudah berumur. Ada bencana seperti itu, jujur ada rasa takut,” kata Lamsin. “Tapi melihat ibu ibu ini datang, dukung, bantu, saya rasa senang sekali. Pertama kali lihat Makassar ikut dalam tanggap darurat semua happy, semua tulus, senang hati. Relawan juga tidak mengeluh. Jam berapa harus datang, ya semua datang tepat waktu. Jadi saya rasa relawan Makassar sudah cukup giat sehingga bisa menolong sesama,” lanjutnya. Relawan Makassar kala itu fokus membagikan uang pemerhati ke delapan rumah sakit di Makassar yang menjadi rujukan bagi para korban gempa dan tsunami Palu.

Pengalaman Lamsin dalam menangani bantuan darurat itu dirasa menjadi pengalaman baru baginya setelah 18 tahun bergabung dengan Tzu Chi. Ia juga tidak menampik ungkapan bahwa belajar tidak mengenal usia. “Saya sekarang 75 tahun, tapi Tzu Chi merupakan ladang pelatihan diri yang tidak ada batasannya,” ucap Lamsin.

 

Mengulur Benang Memperpanjang Barisan Tzu Chi

Bergabung dengan Tzu Chi sejak 2001, Lamsin yang menyukai kegiatan-kegiatan sosial sejak kecil merasa langsung cocok dengan Tzu Chi. Saking cocoknya, pengusaha yang sempat menjadi Wakil Ketua Organisasi Dharma Wanita Tionghoa di Makassar ini juga langsung memperkenalkan Tzu Chi ke keluarga juga koleganya.

“Saya ajak juga besan saya yang di Jayapura, Papua. Kebetulan dia tahu Tzu Chi dari Da Ai TV. Dia lalu menjadi donatur saya. Sampai suatu masa saya ajak semua keluarga, jumlahnya 37 orang, termasuk para besan saya untuk pulang ke Taiwan. Ketika sampai Indonesia, mereka menjadi Rong Dong (Komisaris kehormatan) dan besan saya, Hary Pirono dan adiknya, Susanto Pirono malah meminta untuk mendirikan Tzu Chi di wilayah Papua,” cerita Lamsin.


Lamsin Indjawati (kedua dari kanan) kerap turut langsung memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Ia yakin dengan turun langsung, ia bisa lebih dekat dengan masyarakat sekaligus bisa menginspirasi sesama relawan.

Permintaan itu tidak langsung terwujud. Liu Su Mei, Ketua Tzu Chi Indonesia sempat menunda pendirian Tzu Chi di wilayah paling timur Indonesia itu. “Su Mei Shijie membentangkan peta ketika bertemu saya. Dia tanya, ‘Coba kamu tunjuk Papua itu ada di mana?’ Ya saya tunjuk saja paling timur. Memang jauh sekali. Lebih dekat ke Taiwan daripada ke Papua,” ungkap Lamsin sambil tertawa. Saat itu ia langsung mengabari besannya. Belum berjodoh, katanya.

Beberapa tahun kemudian permintaan dari Jayapura pun Biak kembali membuat Lamsin bertemu Liu Su Mei. “Saya jelaskan kalau di sana kondisinya susah, banyak yang perlu bantuan kesehatan dan juga pendidikan,” Lamsin melanjutkan. “Su Mei Shijie luluh. Beliau lalu meminta saya bersama Lulu Shijie melakukan survei dan tidak lama kemudian ada relawan Tzu Chi di Jayapura dan Biak,” paparnya.

 

Berbuat Baik Adalah Tanggung Jawab

Bukan hanya masalah mendirikan yang baru tapi bagaimana mempertahankan dan mengurus yang sudah ada. Lamsin kemudian menerima tanggung jawab sebagai Ketua Tzu Chi Makassar sejak 1 Januari 2012 menggantikan Soandy Gozal. Ia sama sekali tidak menolak berkahnya.

“Saya rasa berbuat di Tzu Chi sudah sangat baik. Kita mendapat kesempatan untuk bantu semua yang kekurangan. Karena ada kalanya kita berkecukupan, tapi tidak bisa membantu orang lain, karena tidak punya kesempatan. Di Tzu Chi kita mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk melatih diri dan berbuat kebajikan. Mengapa menolak?” katanya balik bertanya.

Namun begitu, menjalankan tanggung jawab sebagai Ketua Tzu Chi Makassar pun bukan hal yang mudah. “Karena mayoritas ibu rumah tangga. Tapi Master Cheng Yen mendirikan Tzu Chi juga karena dukungan dari para ibu rumah tangga, to? Jadi harus tetap semangat,” tegasnya.

Bagi Lamsin, berbuat baik bukan hanya ketika kamu mau, baru kamu lakukan. Berbuat baik itu seperti sebuah kewajiban, tanggung jawab. Apalagi ketika ia bisa melakukan, ia akan melakukannya. Begitu pun dalam hal memimpin. “Ini tentang bagaimana kita sudah punya tanggung jawab, kita tidak hanya pintar berbicara tapi juga harus mau lakukan dan ikut turun bersama-sama,” tegasnya. “Kalau kita sudah sepenuh hati, mereka (orang lain) tanpa diminta pasti mau ikut membantu,” katanya yakin.

Dedikasi Lamsin di Tzu Chi pun diakuinya tidak akan menjadi apa-apa apabila tidak menerima dukungan dari relawan dan keluarganya. Ibu empat anak ini bersyukur karena merasa mempunyai kehidupan yang lengkap. Ia punya anak-anak yang berbakti, pun memiliki orang tua yang telah mendidiknya dengan baik dan menyayanginya, serta mengajarkannya berbagi.

Dulu ayah Lamsin adalah ketua Yayasan Tionghoa di Kendari, Sulawesi Tenggara. Yayasan itu juga yayasan sosial yang sering membantu orang. Maka Lamsin sudah akrab dengan pekerjaan sosial sejak kecil. Kini, suami Lamsin, Kahar Samdikin Johan juga merupakan Ketua Perkumpulan Hakka di Makassar.

“Jadi dalam keluarga kami itu, seperti sudah terbangun sendiri jiwa sosialnya. Anak-anak saya juga begitu. Saya menganggapnya dengan bekerja sosial, peduli dengan orang lain, semua terasa menjadi berkah. Hidup lebih mudah. Apalagi dilengkapi dengan syukur,” katanya pasti. “Tapi karena usia semakin tua, kadang kondisi badan menjadi penghalang, tapi hati tidak akan berpaling, masih tetap sama,” lanjutnya.

Titik Balik Kehidupan Hanya sekali Lamsin merasa sangat terpuruk dan tidak ingin melanjutkan kehidupan, yakni ketika ia harus melepas kepergian putra bungsunya, Roni Johan. “Dia tidak pernah bercerita ada sakit, tapi dia pergi begitu saja,” tuturnya mengingat sang putra. “Itu betul-betul saya sangat terpukul. Saya down. Satu tahun saya tidak ingin melakukan apapun,” lanjutnya.

Baginya sang putra adalah anak yang sangat berbakti dan mempunyai hati yang welas asih. Setelah Roni tiada, banyak orang yang datang kepadanya dan menceritakan kebaikan sang putra. Ini semakin membuat Lamsin tidak rela kehilangan buah hatinya. Kejadian itu membuatnya sedih berkepanjangan hingga tidak ingin melakukan apapun termasuk berkegiatan Tzu Chi. “Apa gunanya melanjutkan hidup lagi,” pikirnya saat itu.

Namun dalam peristiwa tersebut pula, Lamsin mendapat berbagai dukungan yang sangat besar dari keluarga dan relawan Tzu Chi. Sedikit demi sedikit, ia belajar melepas kepergian sang putra dan kembali melanjutkan kehidupan. “Seperti nasihat Lulu Shijie, jodoh kami sudah selesai di masa sekarang. Saya mencoba menyadarinya pelan-pelan,” kata Lamsin kembali merenung.

“Saya tidak ada pikiran negatif lagi. Apalagi yang mau dipikir, kalau sudah waktunya pergi ya pergi. Jadi saya harus lebih kuat bekerja baik. Tzu Chi Baik. Kita semua harus belajar hal-hal baik,” tukas Lamsin penuh tekad.


Seperti dituturkan kepada Metta Wulandari
Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -