Susanto Pirono: Relawan Tzu Chi Biak
Utamakan Jujur dan Ikhlas


Saya mengenal Tzu Chi awalnya dari istri saya (Yenny The) yang menonton Da Ai TV Taiwan di tahun 2003. Awalnya sekadar nonton, lama-lama ternyata bagus. Shijie saya nonton dramanya beberapa kali dan ternyata memang ada orang aslinya. Rupanya drama itu kisah nyata. Istri saya juga sempat menonton Ceramah Master Cheng Yen sehingga kami pun tergerak untuk mencari tahu di mana yayasan ini berada di Indonesia. Akhirnya saat mengunjungi kerabat yang tengah berduka di Makassar kami mendapatkan info tentang Yayasan Tzu Chi.

*****

Yayasan yang Berbeda
Sejak itu saya mulai masuk dan berdana ke Tzu Chi karena kita punya daerah jauh, Papua dengan Makassar, jadi komunikasinya begitu saja. Setiap pulang ke Makassar kami selalu diberikan gambaran soal Tzu Chi. Satu tahun kemudian, pas saya sudah jadi relawan abu putih, Shijie saya diajak Siing shijie untuk pergi ke Taiwan. Shijie saya juga ajak saya pergi ke Taiwan agar lebih mengenal Tzu Chi. Waktu itu, saya juga sudah bergerak mencari donatur. Pada saat itu, yang bersedia menjadi donatur Tzu Chi sudah beberapa puluh orang.

Di Papua ini perkembangan Tzu Chi berjalan dengan baik. Tidak ada hambatan, mulus saja jalannya. Karena saya pikir yayasan ini bagus, lain daripada yang lain maka saya ajak juga teman-teman. Bahkan banyak juga karyawan saya yang menjadi relawan. Mereka berasal dari berbagai agama. Sesudah pergi ke Taiwan dan saya lihat di sana memang bagus, Shijie saya mulai ajak teman-temannya ke sana. Kalau ngomong sendiri kan nggak bisa jelas, bagaimana kalau mereka pergi lihat dan rasakan sendiri. Itu kan lebih bagus. Saat ini jumlah anggota Tzu Chi di Biak kurang lebih 300 orang yang sebagian kecil tersebar di Nabire, Serui, dan Manokwari.


Awalnya memang ada juga yang bertanya soal Tzu Chi, namun setelah saya jelaskan, mereka pun bisa menerima. Saya juga memberi mereka buku-buku dan Kata Perenungan Master Cheng Yen. Buku-buku itu sangat bermanfaat dan berpengaruh kepada orang yang membaca. Mereka bahkan bisa membawa Kata Perenungan Master Cheng Yen ke gereja untuk dikhotbahkan.

Di Biak, kegiatan Tzu Chi awalnya dimulai dari pembagian beras di tahun 2008. Kita membagikan beras kepada masyarakat yang memerlukan bantuan. Tentu dengan melakukan survei terlebih dahulu, sesuai dengan aturan Tzu Chi dalam membagikan bantuan. Kegiatan kedua yang diadakan adalah baksos kesehatan yang mendapat banyak dukungan dari insan Tzu Chi di Jakarta, bahkan motivasi dari Pemda juga cukup besar. Saat mau melakukan baksos di Biak memang ada banyak hambatan, tetapi semua dapat diatasi. Relawan Tzu Chi di sini kebetulan semuanya rata-rata pengusaha dan pegawai. Mereka kan kerja, jadi mereka kadang-kadang tidak bisa datang. Tetapi dengan adanya baksos ini mereka rela meninggalkan toko dan pekerjaannya untuk membantu baksos selama satu minggu itu. Semua dilandasi oleh sikap jujur dan ikhlas untuk bekerja sehingga mereka melihat dan tergugah hatinya.

Baksos ini memberi saya semangat untuk terus mengembangkan Tzu Chi di Papua. Saat ini Tzu Chi di Papua belum sampe paling ujung Papua karena masih ada Merauke. Di sana saya yakin bisa berkembang karena sebenarnya banyak juga masyarakat yang mau bersumbangsih untuk Tzu Chi.

Master Cheng Yen selalu bilang tambah banyak kerja tambah bagus, dan tambah senang tambah bahagia. Memang sesuai dengan Kata Perenungan Master Cheng Yeng bahwa orang yang bisa membantu orang lain adalah orang yang paling berbahagia, dan itu saya rasakan sendiri hingga saat ini.

Saling Melengkapi
Sebelumnya, saya dan istri memang memiliki sifat-sifat yang kurang baik, tetapi sekarang bisa lebih menahan emosi. Memang betul jika kita masuk Tzu Chi kita bisa mengubah diri. Kalau dulu suka marah-marah, sekarang sudah bisa lebih bersabar.


Menurut istri, saya juga ada perubahan sikap. Jika dulu suka pergi-pergi sekarang sudah banyak berkurang. Kesabaran saya juga lebih baik daripada dulu. Memang benar kata Shijie saya, dengan jalan ini kami pasti bisa banyak berubah. Ketenangan batin itu juga ada dan lebih stabil.

Shijie saya juga banyak perubahan, sudah bagus, di angka tujuhlah. Perubahannya itu seperti misalnya sering berbicara keras, meski sebenarnya maksud dan tujuan kita baik, tetapi dia menanggapinya salah. Salah paham, mungkin dari suara atau tutur katanya. Makanya Master Cheng Yen pernah bilang bahwa walaupun hati kita baik, tetapi kalau tutur kata terlalu keras akhirnya itu juga tidak baik.

Sebagai suami-istri, kami juga tentunya juga ada perbedaan pendapat, namun perbedaan itu selalu bisa diselesaikan. Perbedaannya juga tidak banyak. Shijie saya ini, saya punya panglima. Konsepnya dari dia, saya yang maju. Jadi kalau ada usulan-usulan ya saya laksanakan dengan baik. Kami saling menghargai dan kita berdua merasa cocok.

Saya berusaha bekerja dengan tulus dan semua ternyata berjalan dengan lancar, tidak ada rintangan yang berarti. Jadi semua tergantung kepada modal kita. Modal apa? jujur, tulus, dan ikhlas. Apapun yang kita kerjakan, namanya sosial, utamakan dulu keikhlasan dan kejujuran, itu modal utama. (seperti dituturkan kepada Himawan Susanto)
Bila kita selalu berbaik hati, maka setiap hari adalah hari yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -