Widya Kusuma
Banyak Belajar Dari Tzu Chi

 
Saya mulai kenal Tzu Chi sekitar tahun 2005 ketika Tzu Chi mengadakan program bagi beras. Ketika itu salah satu teman saya bertanya apakah masyarakat Padang membutuhkan beras? Saya menjawab tentu butuh. Teman saya itu kembali bertanya, ”Berapa ton yang kamu perlukan?” Saya langsung menjawab, ”Bukan berapa jumlahnya yang terpenting benarkah kamu mau memberikan beras itu.” Maka teman saya langsung mengajak saya untuk mengikuti rapat relawan Tzu Chi. Melalui kesempatan itu saya mulai mengenal Tzu Chi sedikit demi sedikit.
  
Pertama kali saya mengenal Tzu Chi saya melihat ada yang berbeda dengan Tzu Chi saat membagikan bantuan. Sebelumnya saya memang suka beramal, tetapi saya memberikannya begitu saja, dana itu sampai atau tidak ke si penerima bantuan saya pun tidak tahu. Di Tzu Chi sangatlah berbeda, kita yang berdana diusahakan diberikan langsung kepada si penerima dana. Jadi, di Tzu Chi inilah saya melihat langsung kegembiraan orang-orang penerima dana. Selain terkesan dengan budaya Tzu Chi, hal lain yang membuat saya bertekad menjadi relawan Tzu Chi adalah filosofi Tzu Chi yang mau menolong semua orang tanpa memandang perbedaan suku, agama, dan ras. Saya berpikir kalau Tzu Chi merupakan organisasi kemanusiaan yang murni tanpa pamrih.

Melalui Tzu Chi pula saya memahami kalau berbuat baik itu bukan semata-mata milik golongan berada, tetapi berbuat baik itu milik semua orang. Yang punya uang menyumbang uang, yang punya tenaga menyumbang tenaga, dan yang punya pemikiran menyumbangkan pemikiran. Demikianlah prinsip mengajak berbuat baik di Tzu Chi. Sebagai seorang usahawan saya tergolong orang yang suka marah dan banyak emosi. Namun ketika bergabung di Tzu Chi, menjalani berbagai kegiatan Tzu Chi, perlahan-lahan sifat buruk saya mulai berkurang. Sikap saya terhadap para karyawan pun sekarang banyak mengalami perubahan. Sekarang jika ingin marah kepada karyawan saya terlebih dahulu bilang kepada mereka kalau saya akan marah. Setidaknya ini adalah cara menghargai mereka dan membuat mereka menjadi lebih nyaman. Dari sikap saling menyayangi dan menghargai yang diperoleh dari Tzu Chi saya baru tahu kalau bekerja tanpa emosi itu jauh lebih baik. Selain baik untuk saya juga baik untuk orang lain.
 
Bergabung di Tzu Chi memang memberikan banyak manfaat bagi saya. Saya merasa bisa berbuat demi kebahagiaan banyak orang. Memahami Dharma dan mengenal Master Cheng Yen lebih dekat. Saat saya bertemu dengan Master Cheng Yen di Hualien, saya menilai Master Cheng Yen sebagai sosok yang luar biasa. Seorang biksu wanita, bisa melakukan banyak pengorbanan begitu besar demi kebahagiaan masyarakat luas. Jika dibandingkan dengan kita, kita tak ada satu persen pun. Saya menjadi kagum terhadap Master Cheng Yen.
 
Bagi saya Master Cheng Yen adalah sosok yang konsisten dalam berucap dan bertindak. Pemikiran Master Cheng Yen selalu jauh ke depan dengan penuh analisis. Itulah yang saya pelajari dari Master Cheng Yen dan coba saya terapkan.

Menurut saya, kita yang telah bergabung di Tzu Chi dan mengikuti jejak langkah Master Cheng Yen adalah pilihan yang tepat, karena di Tzu Chi kita tak akan pernah salah jalan. Karena menyadari hal ini, saya bertekad di sisa waktu hidup saya akan saya gunakan untuk melakukan perbuatan baik kepada semua makhluk atas dasar cinta kasih.

Sejak Tzu Chi berlabuh di Padang, banyak hal positif yang bisa dibagikan kepada masyarakat Padang, salah satu di antaranya adalah daur ulang. Kegiatan daur ulang Tzu Chi Padang pertama kali dipusatkan di gudang milik saya, namun karena gempa Solok pada tahun 2007 gudang itu menjadi rusak dan tidak layak lagi untuk digunakan.
 
Melihat pentingnya pelestarian lingkungan di Kota Padang dan animo relawan Tzu Chi Padang yang besar pada kegiatan daur ulang maka salah satu rumah saya digunakan untuk depo daur ulang. Saya merasa kegiatan daur ulang ini sangat bermanfaat bagi masyarakat Padang. Selain mengajak para relawan untuk menjalankan prinsip pelestarian lingkungan, saya juga sudah mensosialisasikan daur ulang kepada beberapa lurah di Kota Padang dan hasilnya mereka mulai menjalankan prinsip pemilahan sampah.
 
Rasanya senang bila banyak orang yang kemudian turut menjalankan pelestarian lingkungan. Dan saya tak segan-segan untuk membagikan penjelasan mengenai daur ulang sampah kepada banyak orang. Sebab dahulu saya juga tidak memahami betul tentang proses daur ulang. Tapi setelah bergabung di Tzu Chi saya memahami betul kalau daur ulang itu sangat penting, karena dengan daur ulang kita bisa melakukan pelatihan diri, melestarikan alam, sekaligus menebarkan cinta kasih. Jadi sekarang ini saya melakukan daur ulang dengan sepenuh hati sesuai yang dianjurkan Tzu Chi.

Seperti dituturkan kepada Hadi Pranoto dan Wanda Pratama
Foto: Anand Yahya, Sutar Soemithra, Kurniawan
 
 
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -