Yekti Utami: Anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia
Mengasah Jiwa Sosial Melalui TIMA


Jauh sebelum menjadi staf sekaligus anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia, saya sudah terlebih dulu mengenal Tzu Chi. Pada tahun 2003, untuk pertama kalinya saya menjadi relawan rompi di wilayah Klaten, Jawa Tengah. Jadi, bersama teman-teman yang kerja di Wisma Dhammaguna dan Vihara Bodhivamsa Klaten, kami menerima tawaran atasan kami untuk menjadi relawan pembagian beras.

Persiapan pembagian beras itu lumayan serius, menurut saya berbeda dari pembagian beras biasa. Saya dan teman-teman sampai ikut training di Solo. Di sana kami mendapat sosialisasi dan arahan tentang sistem pembagian beras, juga mendapat satu brosur tentang Tzu Chi. Yang tersisa dari menjadi relawan singkat itu adalah memori di kepala dan brosur Tzu Chi di tangan. Dan ternyata setelah sempat membaca-baca kembali sejarah Tzu Chi di brosur itu, saya langsung terpikir, ‘kapan ya bisa gabung sama grup (Yayasan Tzu Chi) ini?’

Waktu berlalu begitu saja setelah selesai pembagian beras Tzu Chi. Setelah tahun 2003 itu saya kesana kemari mencari kerja. Pernah bekerja di Jakarta, di Depok, dan pernah juga di Taiwan pada tahun 2005. Ketika di Taiwan, karena saya bekerja di panti jompo penderita alzheimer, saya sering bertemu dengan relawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih.

Pulang ke Indonesia tahun 2006, saya disibukkan dengan mengajar pendidikan tambahan di rumah (guru les). Hingga pada satu waktu ada kawan yang mengajak baksos Tzu Chi, namun saya belum bisa karena kesibukan saya mengajar.

Saya merasa, hati saya berlabuh di Tzu Chi karena ada jalinan jodoh yang baik. Pada 22 Agustus 2011, saya mulai bekerja menjadi sekretaris TIMA. Di satu sisi Adik saya sudah terlebih dulu menjadi perawat di Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng.

Mengemban tugas sebagai sekretaris TIMA, saya masih harus banyak belajar karena belum ada pengalaman sebagai administrasi baksos Tzu Chi. Mengurus transportasi, akomodasi, dan harus selau komunikasi dengan relawan daerah sebelum dan ketika baksos berlangsung. Beruntung tim saya dan lingkungan kerja saya selalu mendampingi saya. Berawal dari hanya menemani tim dokter, saya akhirnya sedikit demi sedikit mengurus bagian screening dan menyiapkan status pasien hingga saat ini.

Saya merasa di tim TIMA jiwa sosial saya semakin terasah karena sejak masih di Klaten pun saya dan teman-teman sering mengadakan kegiatan sosial kecil-kecilan. Nah di TIMA saya bisa bekerja sekaligus menolong banyak orang.

Pernah baksos di Tasikmalaya, yang mayoritas pekerjaan masyarakatnya adalah perajin bordir. Mata sangatlah penting untuk mereka. Ketika mata tak dapat melihat jelas pastilah tidak bisa bekerja. Dengan adanya baksos Tzu Chi, mereka sangat terbantu. Mereka datang dari daerah yang jauh, sulit dijangkau, tapi tetap sabar menunggu antrean masuk ruang operasi. Mereka juga datang sejak pagi sekali. Melihat keinginan sembuh mereka yang sangat kuat, saya terpacu untuk melayani mereka dengan sebaik-baiknya. Banyak lagi kisah pasien lainnya yang membuat saya pribadi bisa belajar menjadi lebih baik.

Bisa Membantu para pasien yang kembali sehat membuat saya merasa senang dan merasa bersyukur di beri lading berkah untuk saya berbuat kebajikan. Semua itu saya lakukan demi pasien. Dengan kesembuhan pasien, keluarganya pasti bahagia, kami juga bahagia, kerja keras saya dan kita (TIMA dan relawan) terbayarkan.

Saya tetap harus merendahkan hati, berterima kasih kepada setiap pasien yang sudah memberikan ladang berkah berbuat kebajikan di jalan Tzu Chi. Kalau kata Pak Athiam, nggak perlu harus masuk berita dulu baru kerja. Intinya semakin banyak mengikuti kegiatan Tzu Chi di lapangan, semakin banyak pengalaman.

 

Seperti dituturkan kepada Metta Wulandari

Orang yang mau mengaku salah dan memperbaikinya dengan rendah hati, akan mampu meningkatkan kebijaksanaannya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -