“Cepat Sembuh Adon”

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Juliana Santy

fotoSaat ini kesehatan Romadona berangsur-angsur normal setelah mendapatkan beberapa kali pengobatan.

Langit menjadi semakin gelap saat matahari perlahan meninggalkan singgasananya. Suara Adzan pun berkumandang memecahkan kesunyian di tengah rumah-rumah semi permanen dan padat penduduk yang berada di pinggiran rel kereta api  di Kampung baru, Jakarta Utara. Bersama dua orang relawan Tzu Chi, kami mencari rumah seorang anak yang menjadi pasien kasus Tzu Chi sejak tahun 2008, ia adalah anak berusia 4 tahun.

 

Tempat ini asing bagi kami, sehingga hampir 20 menit kami berkeliling mencari rumah sang anak tersebut. Daerah perumahan padat penduduk tersebut memiliki banyak blok, jalannya pun disangga bambu-bambu dan kayu yang kebanyakan sudah lapuk, sehingga kami harus berhati-hati saat berjalan. Walau daerah tersebut terlihat kejam untuk ditinggali, namun tidak dengan penduduknya, mereka sangat ramah saat kami bertanya arah, hingga akhirnya kami pun menemukan rumah yang kami tuju.

Kami disambut dengan senyuman hangat dari sang ibu, Lena dan suaminya yang bernama Santoso. Saat itu ia tengah menggendong anak keduanya, Romadona. Ternyata anak itu sudah tumbuh lebih besar dibandingkan dengan fotonya yang ada di formulir pengajuan bantuan yang  diajukan ke yayasan pada tahun 2008.  Saat melihatnya kembali, relawan yang dulu melakukan survei pada anak ini pun teringat kembali dengan anak tersebut. “Iya, ini Romadona, yang dulu kalo mao BAB (buang air besar-red) nangis. Dikasihnya makanan yang cair terus sama ibu, nggak dikasih makanan yang keras, karena kalo makan keras susah BAB-nya. Iya ini dia,” ucap Aping Rianto spontan dan gembira saat melihat kembali keluarga tersebut.

Romadona yang biasa dipanggil Adon menderita atresiaani (tidak memiliki lubang anus) sejak lahir. Mungkin bukan hal baru karena kerap kita dengar di media massa kasus seperti ini. Namun yang membuat kita merasa miris adalah karena kebanyakan malaikat kecil yang menderita atresiani ini terlahir dari kalangan keluarga tidak mampu. Jika dilihat dari fisiknya, sebenarnya mereka memiliki lubang anus. Hanya saja, saluran antara anus dan usus tidak tersambung sehingga tak bisa berfungsi dengan normal.

Kisah Empat Tahun Lalu
Saat kelahirannya sang ibu menyambut gembira kehadiran Adon. Namun saat mengetahui hal tersebut, ia pun cemas dan gelisah karena takut dan tak tega melihat buah hatinya merasa sakit terus menerus. Saat itu mereka tak memiliki biaya untuk berobat. Penghasilan sang ayah yang bekerja sebagai petugas kebersihan pun tak dapat menambah biaya untuk berobat, hingga tibalah jodoh baik mereka dengan Yayasan Buddha Tzu Chi.

foto  foto

Keterangan :

  • Romadona saat berusia dua tahun dan belum mendapatkan pengobatan (kiri).
  • Ditengah keterbatasan ekonomi, sang ibu, Lena pun mau ikut bersumbangsih menolong sesama yang membutuhkan dengan menjadi donatur Tzu Chi (kanan).

Saat itu ia pun segera mengajukan bantuan berobat untuk anaknya, dan akhirnya bantuan pun disetujui.  Adon pun dirujuk untuk berobat ke RSCM Jakarta, namun saat itu mereka harus mengantri mendapatkan kamar di rumah sakit. Lama menunggu mereka bertemu dengan orang yang mau membantu mereka untuk berobat sementara di rumah sakit lainnya dan dibuatkan kolostomi sementara (lubang yang dibuat dengan pembedahan diantara kolon dan permukaan abdomen-red).  Setelah memperoleh kamar di RSCM, akhirnya Adon melakukan pengobatan di tempat tersebut.

Setelah dilakukan pembuatan lubang anus dan beberapa kali pemeriksaan berkala, kondisi Adon sudah tampak lebih sehat. Nafsu makannya pun menjadi lebih baik. “Kemarin kontrol kata dokter udah bagus, kalo nggak ada keluhan nggak usah kontrol, diperhatiin aja BAB-ya,” jelas sang ibu mengucapkan apa yang dikatakan dokter. Perawatan yang diberikan kepada Adon haruslah baik dan teliti. Setiap hari Lena bekerja mencuci dan menggosok baju di rumah orang lain, ia pun membawa  anaknya ke tempat kerja agar dapat merawatnya.

Kini Adon sudah dapat bermain lagi. Ia juga tidak menangis terus seperti dahulu. Namun saat bermain terkadang Adon merasa malu dan menghindar dari teman-temannya. “Mama, Adon dikatain  bau,” cerita Lena. Walaupun begitu, sang ibu tetap menghibur dan menyayangi anaknya. Ia memiliki harapan yang terbaik untuk anaknya, “Harapannya cepat sembuh jangan sampai masuk rumah sakit lagi, kasihan ngeliatnya, apalagi kalo dia nggak BAB sehari, saya udah takut, takut dia kenapa-kenapa lagi.” Lena berharap putranya ini juga dapat bersekolah seperti anak-anak lainnya.

Mereka adalah keluarga yang kaya hati dan penuh rasa syukur. Keterbatasan ekonomi tak menghalangi niat mereka untuk ikut bersumbangsih membantu sesama yang membutuhkan dengan cara menjadi donatur Tzu Chi. “Kata Ko Acun (relawan), Ibu kalo mo ikut boleh, saling membantu’. Kata saya iya, tapi saya nggak bisa banyak. ‘Nggak apa apa, Bu. Nggak mandang jumlahnya, yang penting kita tulus membantu’,” ucap Lena menuturkan percakapannya dengan relawan di rumah sakit. “Kalo lagi kontrol sebulan sekali, uang gaji saya sisihin 10 ato 20 (ribu). Kita saling bantu aja, saya kan juga pernah dibantu, apa salahnya saya bantu juga,” ucap Lena.  (Juliana Santy)

  
 

Artikel Terkait

Memotivasi Semangat Belajar Anak-anak di Papua dengan Bantuan Paket Kebutuhan Pendidikan

Memotivasi Semangat Belajar Anak-anak di Papua dengan Bantuan Paket Kebutuhan Pendidikan

25 Mei 2022

Tzu Chi Jayapura memberikan bantuan paket kebutuhan pendidikan bagi anak-anak papua di pedalaman dan pegunungan. Bantuan ini diserahkan melalui Satgas Operasi Damai Cartenz.

Baksos Gigi dan Umum: “Mewujudkan Kepedulian Terhadap Warga Cilincing”

Baksos Gigi dan Umum: “Mewujudkan Kepedulian Terhadap Warga Cilincing”

19 September 2013 Tidak hanya para pasien yang telah menerima pengobatan merasa senang, namun juga membuat semua relawan serta tim medis gembira.
Keharmonisan organisasi tercermin dari tutur kata dan perilaku yang lembut dari setiap anggota.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -