"Dua Celengan Bambu"

Jurnalis : Feranika Husodo (He Qi Utara), Fotografer : Feranika Husodo (He Qi Utara)
 
 

fotoDengan penuh rasa hormat relawan memberikan bantuan kepada para pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi dan keluarganya.

Pada tanggal 18 Juli 2010, bertempat di Jing Si Books & Café Pluit, Jakarta Utara, Yayasan Buddha Tzu Chi mengadakan Acara Pembagian Bantuan Sembako Jangka Panjang. Acara ini rencananya akan diadakan setiap bulannya.

Berawal dari Celengan Bambu
“Siapakah pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi?” ujar Liwan Shixiong, relawan yang menjadi pembawa acara siang itu. Rupanya masih banyak penerima bantuan yang belum mengetahui tentang Yayasan Buddha Tzu Chi. Pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi adalah Master Cheng Yen, didirikan di Hualien Taiwan 44 tahun yang lalu. Yayasan Buddha Tzu Chi merupakan sebuah yayasan kemanusiaan yang universal: lintas agama, ras dan bangsa. Selain itu dijelaskan pula panggilan “Shixiong” dan “Shijie” yang sering diucapkan oleh relawan Tzu Chi. “Shixiong merupakan panggilan untuk pria dan Shijie merupakan panggilan untuk wanita,” terang Liwan.

Yayasan Buddha Tzu Chi berawal dari 30 ibu rumah tangga yang setiap hari, masing-masing individu, merajut sepasang sepatu bayi. Selain itu, masing-masing juga diberi celengan bambu oleh Master Cheng Yen, agar mereka setiap hari dapat menghemat uang belanjaannya sebesar 50 (lima puluh) sen untuk ditabung ke dalam celengan bambu. Hasil dari dana tersebut digunakan untuk membantu kaum fakir miskin.

              foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi memperagakan bahasa isyarat tangan "Satu Keluarga" sebagai bentuk cinta kasih             universal. (kiri)
         - Yang Pit Lu, relawan Tzu Chi di bagian pendampingan pasien pengobatan tengah memberikan             penjelasan tentang perlunya turut bersumbangsih untuk membantu sesama kepada para pasien             penerima bantuan dan keluarganya. (kanan)

Isi Celengan Bambu
Meskipun Yayasan Buddha Tzu Chi telah berkembang pesat, tetapi Master Cheng Yen tetap berpegang teguh pada prinsip kemandirian, yaitu dengan cara bercocok tanam dan menjalankan industri rumah tangga. Seluruh pengeluaran di tempat tinggal beliau yang disebut dengan Griya Perenungan ditanggung dari usaha kemandiriannya beserta murid- muridnya. “Beliau sama sekali tidak menggunakan uang sumbangan dari para pengikutnya. Seluruh sumbangan digunakan untuk membantu kaum fakir miskin,“ kata Chandra Shixiong menjelaskan. 

“Mengapa kita perlu menabung setiap hari, kenapa tidak sebulan sekali saja dengan jumlah yang sama?” tanya Yang Pit Lu kepada para hadirin. Relawan yang aktif di bagian pendampingan pasien ini kemudian menjelaskan, “Dengan menabung setiap hari maka setiap hari kita telah berbuat satu kebajikan. Berbeda dengan langsung menabung satu bulan dengan jumlah yang sama, kebajikan yang dilakukan hanya satu kali sebulan, bukan tiga puluh kali sebulan.” Selain itu isi dari celengan bambu adalah doanya bukan jumlahnya. “Doanya semoga semua orang hidup bahagia, dunia terhindar dari bencana, semoga dengan doa banyak orang, dunia menjadi lebih damai, lebih tenteram dan aman,” tambah Yang Pit Lu.

foto  foto

Ket: - Relawan dan para keluarga para penerima bantuan pengiobatan Tzu Chi melakukan shou yu (isyarat             tangan) "Satu Keluarga".  (kiri).
         - Hubungan yang terjalin antara pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi dan relawan yang             "mendampinginya memang sangat erat, layaknya sebuah keluarga. (kanan)

Dulu Dibantu Sekarang Membantu
Budi Salim adalah salah satu penerima bantuan pengobatan dari Yayasan Buddha Tzu Chi. Saat berobat ke rumah sakit, hatinya tergerak untuk ikut membantu orang lain yang lebih membutuhkan dari dirinya. Dia kemudian berjualan kue setiap hari dan menabung sebagian dari keuntungan hasil penjualannya ke dalam celengan bambu. Melalui kisah ini, ibu dari Calista, pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi merasa tergerak hatinya untuk membantu orang lain juga. “Selama ini saya ingin sekali membantu tetapi tidak tahu harus bagaimana memulainya. Akhirnya sekarang saya tahu bagaimana cara ikut membantu sehingga saya mengambil dua celengan bambu. Satu untuk kakak saya, dan satu lagi untuk saya,” ujarnya dengan gembira.

Acara ini kemudian ditutup dengan peragaan isyarat tangan “Satu Keluarga” oleh para relawan dan seluruh penerima bantuan. Suasana menjadi sangat akrab dan penuh rasa kekeluargaan. Seluruh peserta penerima bantuan maupun relawan merasa sangat senang dengan kegiatan ini.

  
 
 

Artikel Terkait

Bulan Tujuh Penuh Berkah: Membawa Kesejukan dan Sukacita

Bulan Tujuh Penuh Berkah: Membawa Kesejukan dan Sukacita

05 September 2017

Agar warga setempat semakin mengerti dan bisa menerima tentang makna bulan tujuh, relawan Tzu Chi Batam kembali menggelar sebuah sosialisasi singkat di Minggu pagi (27/08). Sosialisasi kali ini berlangsung di lokasi pembangunan Aula Jing Si Batam dengan total 261 orang peserta. 

Camp 10 Tahun Tzu Ching Indonesia

Camp 10 Tahun Tzu Ching Indonesia

13 September 2013 Perjalanan generasi muda Tzu Chi, Tzu Ching tahun ini genap menginjak usia yang ke 10 tahun. Tzu Ching Indonesia sendiri diresmikan tanggal 7 September 2003.
Hari Bahagia Bagi Madi dan Keluarga

Hari Bahagia Bagi Madi dan Keluarga

18 Oktober 2019

Baksos kesehatan Tzu Chi ke-128 (13 dan 15 Oktober 2019) di Kota Serang, Banten membawa kebahagiaan bagi para pasien. Salah satunya adalah  Madi (44), seorang buruh angkut padi yang tinggal di pinggiran sebelah timur Kota Serang.

Luangkan sedikit ruang bagi diri sendiri dan orang lain, jangan selalu bersikukuh pada pendapat diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -