“Jangan Bosan Ya, Sering Kunjungi Saya”

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto
 
 

foto
Relawan Tzu Chi menyerahkan kunci rumah kepada warga penerima bantuan bedah rumah di Lautze, Jakarta.

“Meringankan penderitaan dan menenangkan batin manusia“, inilah misi yang terus diemban oleh relawan Tzu Chi dalam membantu orang-orang yang tertimpa bencana. Selama bantuan berlangsung, relawan Tzu Chi kerap mengunjungi dan memberikan perhatian pada yang membutuhkan. Hal inilah yang terjadi pada warga di RW07/RT 12 Jalan Lau Tze dalam. Bencana kebakaran sendiri telah terjadi satu tahun lalu, tetapi perhatian dan bantuan dari relawan Tzu Chi terus berjalan.

 

Bantuan yang dimaksud ialah bantuan untuk mendirikan kembali rumah warga yang rubuh akibat terkena musibah kebakaran. Secara bertahap, relawan Tzu Chi membangun rumah warga hingga saat ini. Tanggal 15 Mei 2013, sebanyak 35 orang relawan Tzu Chi He Qi Pusat datang dan berkumpul di acara ini. Sekitar pukul  14.30 WIB, relawan datang dan memperkenalkan diri serta mengajak para warga untuk bisa bersama-sama membangun lingkungan menjadi lebih baik dan mengimbau untuk dapat ikut serta menjadi relawan membantu lebih banyak orang yang membutuhkan. “Pada hari ini, relawan Tzu Chi yang datang merasa sangat gembira melihat wajah-wajah bahagia para warga yang telah dibantu oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Tentunya kami berharap para warga tidak hanya menjadi orang yang dibantu saja, tetapi mereka  juga dapat membantu orang lain yang membutuhkan bantuan,” terang Like Hermansyah, Ketua He Qi Pusat.

Jalinan Jodoh Baik
Setelah acara perkenalan selesai, relawan dan para pemilik rumah bersiap untuk memulai prosesi serah terima kunci rumah yang telah selesai dibangun. Kunci rumah pertama yang diberikan ialah rumah Lie Kim Foek, tetapi yang bersangkutan tidak dapat datang karena sedang sakit. Widianto, putranya datang mewakili ibunya untuk menerima kunci rumah. “Kemarin mama salah minum obat dan pingsan, karena itu tidak dapat hadir di acara ini,” terang Widianto.

Widianto sendiri sebenarnya telah mengenal Tzu Chi jauh sebelum bencana kebakaran terjadi. Pada tahun 2011 lalu, Widianto sempat mengikuti kegiatan sosialisasi Tzu Chi di Gedung ITC Mangga dua. Beberapa bulan kemudian, Widianto pun meluangkan waktu sesudah berdagang untuk ikut kegiatan bakti sosial kesehatan Tzu Chi di daerah Cibinong. Widianto adalah seorang pedagang Cakwe yang mengharuskan dirinya untuk meracik bahan-bahan dari malam hari untuk dijual kembali pada keesokan pagi harinya.

foto  foto

Keterangan :

  • Ketua RW 07 (jilbab) membuka acara dengan menyampaikan beberapa patah kata antara warga dengan relawan Tzu Chi (kiri).
  • Sebagai ucapan selamat, relawan Tzu Chi juga memberikan sebuah nasi tumpeng dan hiasan bertuliskan "Fu" yang berarti keberkahan untuk penghuni rumah (kanan).

Pada bulan Februari 2012 lalu ketika Widianto dan keluarga pulang mudik ke Riau untuk berkumpul dengan saudara di sana. Rumah orang tuanya yang terletak di jalan Lautze Dalam 2 No. 27 ini ludes dilalap kobaran api yang melanda pemukiman warga Lautze Dalam kala itu. Beruntung beberapa saat setelah kejadian, relawan Tzu Chi yang kerap mengunjungi Widianto memberitahukannya untuk mencoba mengajukan permohonan bantuan renovasi rumah, karena rumah orang tuanya hanya lantai dua saja yang habis terbakar.

Selama proses pembangunan berjalan, orang tua dan saudaranya tinggal di rumah Widianto. Widianto pun berujar jika dirinya dan keluarga merasa sangat bersyukur dengan adanya bantuan pembangunan rumah dari Tzu Chi ini. Sejak rumah orang tuanya terbakar, mereka tinggal di rumah Widianto yang berada di depan jalan raya (500 meter dari rumah orang tuanya).  Rumah Widianto yang kecil memiliki dua buah kamar tidur yang harus dihuni oleh 11 orang. Selama beberapa bulan mereka hidup berdesak-desakan.  Kini, keluarganya dapat lebih leluasa dalam beraktivitas, karena rumah orang tuanya yang memiliki luas lebih kurang 43 meter persegi  dan memiliki sebuah loteng  yang cukup untuk  11 orang telah selesai dibangun. “ Saya merasa bersyukur karena sudah dibantu oleh Tzu Chi, mungkin ini jalinan jodoh kali ya,” ujar Widianto sembari tersenyum bahagia. Widianto pun kini berusaha untuk dapat meluangkan waktunya untuk bersumbangsih bagi orang banyak di Tzu Chi.” Saya memang punya rencana ke arah (menjadi relawan) itu. Sekarang saya juga mulai sisihkan uang untuk disimpan ke celengan buat disumbangkan ke Tzu Chi,” terang Widianto yakin.

Hidup dengan Layak
Setelah berkunjung ke beberapa rumah yang menerima kunci untuk masuk, saya pun bertemu dengan Mbah Suwarni yang kebetulan sedang berjalan keluar rumah untuk menghilangkan rasa sepi dan bosannnya.  Sang cucu, Sri Rejeki yang akrab dipanggil Kiki sedang bekerja di daerah Juanda guna menafkahi dirinya dan sang nenek. Para relawan dan saya pun langsung menyapanya. “Nanti mampir ya, jangan lupa ya,” pesan Mbah Suwarni kepada saya dan para relawan yang hadir di acara bedah kampung hari itu. Setelah melakukan beberapa kunjungan ke rumah warga yang menerima kunci, saya dan beberapa relawan berpisah. Para relawan ada yang pergi menuju rumah terakhir dan saya yang ditemani oleh Noni Shijie berangkat menuju rumah Mbah Suwarni.

foto  foto

Keterangan :

  • Noni Shijie yang sedang menemani dan mengajak Mbah Suwarni berbincang-bincang dan menghiburnya (kiri).
  • Foto rumah Mbah Suwarni setelah diperluas oleh relawan Tzu Chi (kanan).

Sesampainya di sana, ternyata kami telah ditunggu oleh Mbah Suwarni. Nenek berusia 96 tahun tersebut sedang duduk di depan rumahnya, menunggu kedatangan kami. Ketika tiba di depan rumahnya, saya pun terperanjat karena beberapa bulan yang lalu saya pernah mampir ke rumahnya yang masih dalam tahap pembangunan. Pada saat itu rumahnya begitu kecil (hanya berukuran 0,8 x 1,2 Meter, satu lantai) tetapi kini telah bertambah menjadi 1,8 x 3,2 Meter.

Ternyata, relawan Tzu Chi yang menggambarkan denah bangunan rumah untuk Mbah Suwarni merasa tidak tega melihat rumah Mbah Suwarni yang begitu kecil. Apalagi ketika mendengar  jika dulu Mbah Suwarni dan cucunya ingin mandi, mereka harus mandi di depan rumah mereka yang berupa gang buntu seluas 70 cm dengan ditutup dua buah bilik. Dengan dibalut sebuah handuk, mereka mandi secara bergiliran.

Relawan pun mencoba  meminta tetangga Mbah Suwarni untuk menjual 0.8 x 2,4 Meter tanah rumahnya untuk diberikan ke Mbah Suwarni sehingga rumah Mbah Suwarni dapat memiliki sebuah dapur untuk masak dan WC untuk mandi dan buang air kecil. Kini, setelah luas rumah mereka bertambah mereka tidak perlu lagi mandi di luar rumah mereka.

Relawan pun menambahkan sebuah loteng untuk Mbah Suwarni dan Kiki tidur dan bersantai. Melihat kepedulian relawan terhadap dirinya, Mbah Suwarni pun kini semakin senang karena ia dan cucunya dapat hidup dengan layak seperti tetangga lainnya. Ketika hari menjelang sore, kami pun berpamitan. “Kalian jangan bosan-bosan ya datang jenguk saya,” ujar Mbah Suwarni kepada saya dan Noni Shijie yang hendak pamit. Mendengar permintaannya yang sangat sedehana, tetapi sangat berarti baginya, membuat saya sangat terharu dan sedih. Tetapi mengingat jika  para tetangga sekitar selalu menjaga dan menemaninya setiap hari, saya pun merasa tenang dan yakin Mbah Suwarni akan baik-baik saja.

  
 

Artikel Terkait

Langkah Awal Tzu Chi di Kota Apel

Langkah Awal Tzu Chi di Kota Apel

12 Maret 2012 Sungguh merupakan jalinan jodoh yang begitu indah bahwa benih-benih cinta kasih Tzu Chi juga bertunas di sebuah kota kecil yang damai di Jawa Timur, yaitu Malang. Berawal dari sekelompok pengusaha yang ingin sekali berbuat kebajikan dan pernah mendengar tentang Tzu Chi.
Bersama Menghimpun Cinta Kasih dalam Perayaan Imlek 2023

Bersama Menghimpun Cinta Kasih dalam Perayaan Imlek 2023

27 Januari 2023

Cuaca di Minggu siang itu sangat terik, tapi tak menjadi penghalang bagi 34 insan Tzu Chi menuju Vihara Dharma Ratna di Jalan Husein Sastranegara, Kec. Benda, Kota Tangerang, Banten. 

<em>Mind Spa</em>

Mind Spa

30 Juli 2009 Sambil mereferensikan buku My Stroke of Insight yang menjadi sumber inspirasinya, Ji Shou mengawali penjelasannya mengenai kondisi fisiologis otak manusia yang terdiri dari otak kanan dan otak kiri serta proses kerja otak. Otak kiri identik dengan pengalaman yang bersifat analitis, logika, ilmu pengetahuan, bahasa, dan matematika. Sedangkan fungsi berpikir holistik, kreatif, intuitif, dan seni menjadi keunggulan otak kanan.
Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -