"Menembus Batas" di DAAI TV
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Anand YahyaProf. Irwanto PhD dari Pusat Kajian Disabilitas UI menjelaskan sulitnya meraih fasilitas pendukung bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik. Melalui film dokumenter "Menembus Batas", ia berharap dapat membuka pandangan masyarakat terhadap orang-orang berkebutuhan khusus. |
| ||
Selama di perjalanan, Habibie yang dipenuhi luapan kegembiraan terus mengobrol dengan pengasuhnya. Tiba-tiba di tengah jalan ada seseorang yang berkata, “Sudah besar kok masih dimanja. Dorong saja ke got!” Melawan Keterbatasan Kondisi fisik Habibie yang lemah memang sudah nampak sejak ia berusia 8 bulan. Saat anak-anak lainnya sudah mulai belajar merangkak dan duduk mengikuti nalurinya, Habibie justru belum bisa melakukannya. Hal inilah yang mendorong kecurigaan Endang dan segera memeriksakan Habibie ke dokter. Setelah cukup lama berobat kesana-sini akhirnya Endang menemukan jawaban akan penyakit yang diderita Habibie. Melalui sebuah diagnosis yang mendalam, seorang dokter menjelaskan kalau Habibie menderita Mascular Dhystrophy Progressiva (MDP), yaitu adanya kerusakan di otak kecil yang menyebabkan terganggunya fungsi motorik dan perkembangan. Meskipun demikian, kemauan yang keras dari Habibie dan ibunya dalam melawan keterbatasan membuat ia sukses mengolah sebuah bisnis di internet.
Ket : - Yabin Yap, Manajer Program DAAI TV berharap film dokumenter "Menembus Batas" mampu menembus sekat-sekat psikologis pemirsa dan menjadi refleksi diri. (kiri) Membuka Wawasan Lebih Luas Film dokumenter ini adalah hasil kerja sama antara DAAI TV dengan Pusat Kajian Disabilitas FISIP Universitas Indonesia (UI). Dan tentunya film ini bukan sekadar film yang mendokumentasikan kehidupan orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik, tetapi lebih dari itu film ini diharapkan mampu memberikan pesan: bersyukur, menghormati, dan mencintai. “Tontonan ini diharap akan menjadi tontonan yang membuka cakrawala yang lebih luas. Menembus sekat-sekat fisik, menembus sekat-sekat pemikiran, sehingga bukan saja menjadi tontonan yang membangkitkan semangat rekan-rekan kita, saudara-saudara kita, tetapi juga bagi kita masyarakat kita yang secara fisik lengkap tetapi secara rohani merasa kurang. Mudah-mudahan ini akan menjadi pembangkit semangat hidup mereka. Mereka bisa belajar dari saudara-saudara kita, orang-orang yang cacat,” jelas Yabin Yap, Program Manajer DAAI TV.
Ket: - Mascular dhystrophy progresissiva telah membuat pertumbuhan Habibie menjadi terhambat. Tetapi kondisi ini tidak menghambat semangatnya untuk berkarya dan sukses. (kiri). Menginspirasi Masyarakat Kebijakan ini tentu disambut gembira oleh Profesor Irwanto, Ph.D dari Pusat Kajian Disabilitas UI. Irwanto yang sudah 4 tahun mengepalai Pusat Kajian Disabilitas UI menilai, Indonesia sebagai negara yang besar masih memiliki diskriminasi terhadap para penyandang cacat. Hal ini terlihat dari minimnya fasilitas umum dan fasilitas sosial yang tidak memiliki akses yang sesuai untuk penyandang cacat. Menurutnya masyarakat masih memandang orang-orang cacat dengan sebelah mata; sebagai orang-orang yang tergantung, orang yang tidak produktif atau orang yang perlu dikasihani. Namun pada kenyataannya banyak dari mereka yang mampu menembus semua keterbatasan yang ada di dirinya. Melawan pandangan dan sikap budaya hingga mampu berdiri di tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang mendiri, bebas, dan berguna bagi masyarakat luas. Karena itu melalui tayangan film dokumenter “Menembus Batas”, DAAI TV Indonesia bersama Pusat Kajian Disabilitas UI berusaha mempromosikan kesetaraan hak bagi para penyandang cacat sekaligus menginspirasikan banyak orang agar tahu berucap syukur atas karunia yang dimiliki, menghormati orang lain yang memiliki kekurangan, dan mencintai sesama. “Saya harap sumbangan kecil dari kami (Pusat Kajian Disabilitas UI dan DAAI TV -red) bisa memengaruhi cita rasa media elektronik yang selama ini kalau tidak terlalu pedas oleh politik, terlalu masam dengan hal-hal yang tidak mendidik. Mudah-mudahan program ini menjadi sedikit rasa manis yang bisa kita nikmati karena di dalam episode yang pendek ini orang belajar tentang hidup yang positif,” harap Irwanto. | |||
Artikel Terkait
Mengenang Gempa dengan Rasa Syukur
06 Oktober 2010 Pada tanggal 30 September 2010, pagi hari suasana di Kota Padang sangat sunyi dan sepi. Untuk memperingati gempa yang terjadi tepat satu tahun yang lalu, seluruh masyarakat Kota Padang mengadakan doa bersama di tempat-tempat ibadah seperti di Tempat Pemakaman Umum Bungus Teluk Kabung, pukul 08.30 WIB pagi.Bersama Menghargai Bumi
12 Mei 2015 Memperingati Hari Bumi Sedunia, Sekolah Global Montessori mengundang Yayasan Buddha Tzu Chi untuk melakukan sosialisasi mengenai pelestarian lingkungan yang ditanamkan sejak dini kepada para siswa sekolah.Mengenal Tzu Chi Melalui SMAT
18 Agustus 2016Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi terus dikenalkan kepada masyarakat luas agar bisa bersama-sama bersumbangsih melalui celengan bambu. Hasil yang terkumpul digunakan untuk membantu sesama yang membutuhkan melalui Tzu Chi.