“Saya Bangga Mereka Punya Cita-cita” (Bag.1)

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana
 
 

fotoHari pertama pembukaan Sekolah Cinta Kasih, ratusan anak dari SD sampai SMP mengikuti upacara bendera di lapangan sekolah..

“Saya tidak akan pernah lupa hari pertama ngajar di sini,” kenang Zaenah Mawardy, Kepala SD Cinta Kasih Tzu Chi. Tanggal 28 Juli 2003, Zainah melangkah menuju Gedung Sekolah Cinta Kasih yang baru saja dibuka tahun ajaran itu. Ia sudah mendengar, bahwa murid-muridnya nanti adalah anak-anak dari warga yang tadinya tinggal di perumahan kumuh bantaran Kali Angke. Di Jakarta sini, ada banyak perumahan ilegal di sepanjang sungai yang dibangun orang-orang pendatang.

Sebagai dataran rendah yang sangat luas, sejak masa penjajahan kolonial, Sunda Kelapa dilalui 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Hal ini pula yang menyebabkan Belanda memilih Sunda Kelapa menjadi pusat pemerintahan kolonial dengan nama Batavia, sebab kontur sungai-sungainya membuat Batavia mengingatkan pada negeri asal mereka, negeri Belanda. Pada masa itu, banjir sudah jadi masalah yang umum. Maka Belanda mewariskan sistem drainase pintu air yang masih digunakan untuk mengelola aliran air sungai Jakarta hingga hari ini.

Ketika Batavia berubah menjadi ibukota Jakarta pascakemerdekaan, pengambilalihan infrastruktur belum sepenuhnya siap dilakukan. Pengelolaan Jakarta dan sungai-sungainya pindah tangan. Sebagai ibukota, Jakarta seperti permata cemerlang yang menjanjikan kesejahteraan hidup sehingga menyedot ribuan pendatang setiap tahunnya. Batas wilayah terus meluas, mengubah hutan rawa yang semula mengepung Jakarta berganti wajah menjadi perumahan, perindustrian, juga perkantoran. Semakin lama, tanah semakin mahal dan jadi rebutan, hingga pendatang yang tipis kantongnya dan datang dengan harapan mengadu nasib, memilih tanah “sisa” untuk tinggal. Salah satunya adalah di tepi-tepi sungai.

foto  foto

Ket : - Sewaktu mengikuti pelatihan calon guru Sekolah Cinta Kasih, Zainah baru mengenal Tzu Chi dan misi             pendidikannya. (kiri)
          - Zainah saat mengikuti pelatihan isyarat tangan Tzu Chi di Sekolah Cinta Kasih. (kanan)

Pertama yang Tak Terlupakan
Hari itu, Zainah menatap wajah anak-anak yang hidup dan tumbuh, atau bahkan mungkin lahir di rumah-rumah papan rapat di pinggir kali sepanjang hidup mereka. Kebetulan ia mengajar kelas 1 SD dan anak-anak ini begitu mengesankan sebagai calon muridnya. Ada anak yang rambutnya seperti tidak pernah disisir, lengket menyatu, dan tampak kutu rambut merayap ke sana-sini. Anak yang lain telinganya penuh congek, dan banyak ingus meleleh dari hidung-hidung kecil itu. Betapapun Zainah telah disiapkan dengan pelatihan guru untuk pembukaan Sekolah Cinta Kasih sebelumnya, pemandangan hari pertama ini membuatnya tertegun.

Tahun 2002, banjir yang terjadi di Jakarta jauh lebih hebat dari tahun-tahun sebelumnya. Hampir separuh wilayah terendam. Ini membuat pemerintah dituntut untuk melakukan pembenahan. Salah satu sasarannya adalah mengembalikan sungai pada fungsinya. Kebijakan ini menuding pada ratusan ribu warga penghuni bantaran kali untuk pindah. Pada saat itu, kebetulan Yayasan Buddha Tzu Chi melakukan bantuan korban banjir di wilayah Kapuk Muara, Jakarta Utara. Relawan membagikan makanan dan air minum pada para warga dan mengadakan baksos kesehatan berkala. Persoalan hidup bantaran kali terbawa hingga saat laporan bantuan banjir ke Master Cheng Yen, pendiri Tzu Chi di Taiwan. Master yang dikenal welas asih dan bijaksana mengarahkan langkah penanggulangan yang salah satunya mencakup pembangunan perumahan. Maka, dari sekian ratus ribu warga bantaran kali yang dipindahkan dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta saat itu, 5.500 KK diserap oleh Tzu Chi di Perumahan Cinta Kasih yang dibangun di Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam kompleks perumahan dibangun pula sekolah dan poliklinik, keduanya menyandang nama “Cinta Kasih”.

foto  foto

Ket: - Sikap dan perilaku murid-muridnya yang selama ini tumbuh dan tinggal di pinggir kali sempat membuat             Zainah tertegun. (kiri).
         - Tahun-tahun awal lebih banyak diisi dengan mengarahkan para murid untuk menjadi seorang murid             pada umumnya dan berbudi pekerti. (kanan)

Tadinya Zainah adalah kepala sekolah di sebuah SD di Bekasi. Ia tinggal di rumah peninggalan orang tua bersama suami dan dua saudaranya. Ia mencintai pekerjaan dan juga murid-muridnya. Hanya saja, 9 tahun mengajar sekolah yang sama membuatnya mulai jenuh. Saat itu seorang guru meminta surat keterangan kerja darinya selaku Kepala Sekolah untuk melamar ke Sekolah Cinta Kasih yang baru membuka lowongan. Akhirnya Zainah ikut melamar dan dua minggu kemudian mendapat kabar bahwa ia diterima. “Awalnya saya belum tahu apapun tentang Tzu Chi. Setelah diterima, baru kami dikenalkan apa itu Tzu Chi. Karena tidak terlalu beda dengan sekolah tempat saya ngajar sebelumnya, saya merasa cocok dengan visi Tzu Chi,” kata Zainah.

Ia dan belasan guru pertama yang mengajar di Sekolah Cinta Kasih harus menghadapi tantangan berat yang bernama lingkungan. Hari-hari pertama sekolah lebih banyak diisi Zainah dengan membuat murid-muridnya lebih menyerupai penampilan seorang murid yang seharusnya. Usaha itu mencakup, membersihkan tubuh mereka, mengajari cara berpakaian, dan bersikap di dalam kelas. “Karena itulah, 3 tahun pertama para guru di sini belum bisa fokus pada materi pelajaran. Kami lebih banyak mengajar tentang ‘di sekolah itu bagaimana, di rumah seperti apa’. Sedangkan pemberian materi pelajaran sesungguhnya belum mencapai target pemerintah,” terangnya. Dengan mudah, Zainah dan para guru menyadari bahwa masalah murid-murid mereka ini berawal dari rumah. Maka mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan dengan orang tua murid. Pertemuan itu sendiri tak kalah mengesankan, para orang tua yang tinggal di kompleks rumah susun di belakang sekolah –cukup 5 menit jalan kaki ke sekolah- datang dengan penampilan yang menakjubkan. “Ada yang pakai daster, pakai sandal, pokoknya mereka ‘natural’ sekali,” kenang Zainah. Jadi, pembenahan harus dimulai dari mana?

 

Bersambung ke Bagian 2.

  
 
 

Artikel Terkait

Bersyukur Menanam Di Ladang Berkah

Bersyukur Menanam Di Ladang Berkah

08 Maret 2009 Program Bebenah Kampung di wilayah Kelapa Gading Timur dan Pegangsaan Dua yang berjalan sukses dilanjutkan ke wilayah Cilincing yang masih termasuk dalam lingkup Hu Ai Kelapa Gading.
Mengembangkan Layar Cinta Kasih ke Tebing Tinggi Okura

Mengembangkan Layar Cinta Kasih ke Tebing Tinggi Okura

29 Maret 2018
Relawan Tzu Chi kembali mempererat jalinan jodoh ini dengan mengadakan bakti sosial pengobatan umum dan gigi di Kantor Kelurahan Tebing Tinggi Okura yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai buruh tani di kebun sawit dan menderes karet (25/3/2018).
Gempa Palu: Semangat Tak Boleh Terkubur Bersama Gempa

Gempa Palu: Semangat Tak Boleh Terkubur Bersama Gempa

02 November 2018

“Nah… di sana, di dekat rumah walet itu,” kata Sofian menunjuk satu-satunya bangunan yang ia ingat dan masih tersisa. “Dulu rumah saya ada di samping rumah walet itu. Tapi sudah tak ada itu sisanya,” ucapnya ringan dengan wajah tersenyum. Rumah Sofian dulu ada di Perumnas Balaroa yang terdampak likuifaksi, yang kata warga Palu, tanah di perumahan itu sudah lebur seperti diblender. Namun berbeda dengan semangat Sofian yang tetap kuat dan tak goyah.

Mengonsumsi minuman keras, dapat melukai orang lain dan mengganggu kesehatan, juga merusak citra diri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -