Baksos Ke-90:Melakukan dengan Sukarela, Menerima dengan Sukacita
Jurnalis : Ciu Yen (He Qi Pusat), Fotografer : Ciu Yen (He Qi Pusat)
|
| ||
Pukul 04.30 WIB, pagi itu suara alarm membangunkan saya dari tidur yang lelap. Segera saya pun bangkit dari tidur meskipun harus sedikit memaksakan diri karena masih diselimuti oleh rasa kantuk. Bergegas saya pun mempersiapkan diri. Langit kala itu masih gelap dan udara pagi pun terasa sangat segar. Jalanan yang masih sepi oleh hiruk pikuk kendaraan membuat suasana pagi itu terasa sunyi. Hari ini saya beserta beberapa relawan lainnya akan melakukan sebuah perjalanan menuju ke Serang, Banten. Ya, hari ini adalah hari yang mungkin telah dinanti-nantikan oleh para pasien penerima bantuan Tzu Chi, sama halnya seperti saya yang menantikan hari ini untuk mencatat dan mendokumentasikan sejarah insan Tzu Chi di Indonesia.
Keterangan :
Dalam rangka HUT ke-61 Korps Baret Merah, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bekerjasama dengan Group I Kopassus menyelenggarakan operasi katarak dan pengobatan gigi gratis. Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-90 kali ini berlokasi di Mako Group I Kopassus, Jl.Raya Cilegon, Serang. Acara dimulai dengan sambutan yang disampaikan oleh Komandan Group I kopassus M. Saleh Mustofah, dilanjutkan dengan perkenalan singkat tentang Yayasan Buddha Tzu Chi yang disampaikan oleh salah satu dokter TIMA Tzu Chi. Tak lupa pula untuk menghibur pasien yang sedang menunggu, anak-anak dari Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Tangerang juga menampilkan beberapa lagu bahasa isyarat tangan (shou yu). Satu per satu pasien mulai melakukan pendaftaran ulang, kemudian setiap pasien diukur tekanan darahnya dan dilanjutkan dengan gunting bulu mata. Setiap pasien juga diharuskan cuci kaki untuk memastikan pasien cukup steril sebelum memasuki ruang operasi. Saya merasa tersentuh melihat kesungguhan para relawan yang bersedia mencuci kaki para pasien meskipun tidak saling mengenal dan juga tanpa hubungan darah, tak terkecuali adalah Dr. Hengky Ardono. Ia tak segan-segan mencuci kaki para pasien sambil sesekali bertanya kepada para pendamping pasien. “Kamu siapanya Ibu?Apakah mau mencuci kaki Ibunya?” tanyanya. Hal ini semata-mata dilakukannya untuk memberi kesempatan kepada seorang anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Inilah wujud nyata dari semangat Tzu Chi yang berlandaskan cinta kasih universal.
Keterangan :
Hari semakin siang. Cuaca yang tadinya mendung berubah menjadi panas, akhirnya sang mentari pun menunjukkan dirinya. Pepatah mengatakan: “harta yang paling berharga adalah kesehatan”. Melihat para pasien saya pun menyadari betapa pentingnya menjaga kesehatan. Sebanyak 83 pasien katarak, 25 pasien pterygium dan 178 pasien gigi mendapatkan pengobatan pada bakti sosial kesehatan hari itu. Sebanyak 150 relawan yang terdiri dari relawan Tzu Chi Tangerang, He Qi Pusat, He Qi Selatan, guru Sekolah Tzu Chi Indonesia, Tzu Ching (muda-mudi Tzu Chi), Tim dokter TIMA dan anggota Kopassus turut serta mensukseskan kegiatan hari ini. Dengan adanya kerjasama yang harmonis dari banyak pihak maka kegiatan ini pun berjalan dengan baik dan lancar inilah semangat dari bekerja dengan sukacita terima dengan sukarela. Dalam kehidupan selalu saja kita dapat melihat penderitaan, seperti penderitaan akibat dari sakit. Saat kita masih diberkahi dengan kesehatan yang baik hendaknya kita dapat menggenggam berkah dan dan menciptakan kembali berkah dengan bersumbangsih untuk sesama, karena kehidupan yang paling berbahagia adalah pada saat kita dapat “bersumbangsih” sehingga kehidupan menjadi lebih bermakna. |
| ||
Artikel Terkait

Krayon Kehidupan
15 November 2018Krayon Kehidupan diangkat menjadi tema dalam penutupan Kelas Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi Medan, Minggu 11 November 2018. Sebanyak 58 Xiao Pu Sa kelas lanjutan, serta 21 Xiao Pu Sa kelas baru hadir dalam penutupan kelas ini. Tak ketinggalan para orang tua juga hadir menyaksikan anak-anak mereka tampil dalam acara ini.

Bersumbangsih dengan Tulus
02 Desember 2011Menghantarkan Kehangatan untuk Korban Banjir di Tebing Tinggi
08 Desember 2020Meluapnya Sungai Bahilang dan Sungai Padang menyebabkan bencana banjir di Tebing Tinggi. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sekitarnya tidak sempat mengungsi karena cepatnya luapan air yang membanjiri tempat tinggal mereka. Tim Tanggap Darurat Tzu Chi Tebing Tinggi segera membuat dapur umum di Kantor Penghubung Tzu Chi Tebing Tinggi untuk menyediakan nasi hangat vegetaris untuk para korban banjir.