Penuangan celengan Tzu Chi di Vihara Metta Manggala Payak pada 14 September 2025 diikuti perwakilan umat dari berbagai wihara di Kabupaten Pati dan sebagian Vihara di Kabupaten Jepara.
“Daripada melewati satu hari dengan sia-sia, lebih baik menggunakan satu detik untuk hal yang bermanfat”
(Kata Perenungan Master Cheng Yen)
Ada yang berbeda dalam penuangan celengan bambu di Pati pada Minggu (14/9/25) lalu. Kali ini relawan mengawalinya dengan penyuluhan dan pelatihan pembuatan pupuk organik. Kegiatan yang digelar di Vihara Metta Manggala, Desa Payak, Kecamatan Cluwak ini diikuti 50 peserta dari berbagai wihara di Kabupaten Pati dan sebagian Kabupaten Jepara.
Ini adalah kali pertama relawan Tzu Chi Cabang Sinar Mas, tepatnya Xie Li Pati menggelar penyuluhan pertanian. Para peserta antusias mengikutinya. “Sebagian besar umat tinggal di desa dan bermata pencaharian sebagai petani. Saya sangat berterima kasih atas partisipasi umat semua, pelatihan pembuatan pupuk ini diterima dengan sangat baik,” ucap Suwardi, salah satu relawan yang menjadi koordinator kegiatan kali ini. “Jadi kegiatan seperti ini sangat penting dan bermanfaat bagi para petani baik yang bertani di sawah maupun di kebun,” imbuhnya.
Detrihend Febrinaldi, S.TP memberikan penyuluhan pertanian dan pelatihan pembuatan pupuk organik.
Wakil Ketua Xie Li Pati ini juga menambahkan dengan mempraktikkan pembuatan pupuk organik ini bisa memanfaatkan bahan-bahan limbah dapur. Seperti kulit bawang merah, bawang putih, kulit sayur, kulit buah, dan lain sebagainya. “Selain itu juga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia,” ujar Suwardi.
Pupuk Trico Compos Ramah Lingkungan
Pembuatan pupuk organik ini selain memanfaatkan kotoran ternak seperti kambing, sapi, kelinci juga menggunakan sampah organik dari rumah tangga untuk pembuatan pupuk trico kompos. “Kompos merupakan pupuk organik yang dapat diperoleh dengan melalui proses pelapukan dari bahan-bahan tanaman atau limbah organik seperti rumput-rumputan, daun-daunan, jerami, sekam, serbuk gergaji dan sampah organik dari rumah tangga serta kotoran hewan,” ujar Detrihend Febrinaldi, S.TP, Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan Kecamatan Cluwak.
Ia menambahkan jika pupuk trico kompos juga memberikan banyak manfaat bagi pertanian baik itu lahan basah maupun kering. “Manfaat trico kompos bisa meningkatkan kesuburan tanah secara biologis, meningkatkan pertumbuhan dan meningkatkan produksi, bisa menekan serangan penyakit terutama penyakit pathogen tular tanah, dan aktivitas mikroba dalam tanah akan meningkat juga,” tambahnya.

Praktek pembuatan pupuk trico kompos dan pupuk organic cair (POC) disampaikan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan, Nurmiatun, S.TP.
Pembuatan pupuk trico kompos menggunakan bahan berupa kotoran kambing, kulit kopi, bekatul, dolomit, isolate tricoderma, sampah organik, jerami, dan daun-daun hijau. “Daun hijau apa saja bisa, di sini ada daun kelor boleh dimasukkan,” ujar Nurmiatun, S.TP yang saat itu memandu praktek pembuatan pupuk trico kompos di halaman sebelah vihara.
Bahan dicampur di atas terpal kemudian ditutup rapat. “Tidak boleh sampai terkena sinar matahari langsung nggeh bapak ibu, kita tunggu hingga 21 hari,” ucap wanita yang akrab disapa Bu Nur ini.
Sementara itu untuk bahan pembuatan pupuk organik cair (POC) berupa campuran urin sapi, air cucian beras, probiotik yang sudah jadi (EM4), tetes tebu, air kelapa, terasi, bekatul, sampah organik dapur, mpon-mpon, dan daun hijau (kelor).
“Semua bahan dimasukkan ke dalam tong, diaduk dan ditutup rapat, perlu dilapisi plastik agar benar-benar tertutup rapat,” ujar salah satu Penyuluh Pertanian Kecamatan Cluwak ini. POC pun juga tidak dibolehkan terkena panas agar berhasil pembuatan pupuknya.
Besarnya manfaat pupuk organik untuk pertanian dan perkebunan serta mudahnya cara pembuatan pupuk tersebut, ternyata bisa mengundang antusias para peserta. “Saya melihat bagi peserta dengan background pertanian mereka sangat antusias bahkan ada yang pingin praktek sendiri,” ujar Nurmiatun. Ia berharap para peserta bisa praktik mandiri di rumah atau komunitas masing-masing. “Sehingga nanti bisa melaksanakan kegiatan pertanian berkelanjutan yang ramah lingkungan,” sambungnya.
Membawa Manfaat

Salah satu peserta, Rukati selalu hadir dalam kegiatan penuangan celengan bambu. Ia juga antusias mengikuti pelatihan pembuatan pupuk trico kompos yang nantikan akan dipraktekan di rumah untuk lahan pertaniannya.
Rukati, salah satu peserta yang hadir sangat antusias mengikuti kegiatan ini. Setiap ada kegiatan penuangan pasti turut hadir untuk menuangkan celengan. Ia juga yang mengkoordinir celengan di Vihara Saddhaguna, tempat tinggalnya. “Vihara Ngluwuk umate namun kedik, nak mboten ngalahi terus sinten malih (Umat Vihara Ngluwuk hanya sedikit, kalau tidak ada yang mau ngurus lalu siapa lagi),” ucapnya tersenyum. Ia juga sangat rajin nyelengi (menabung-red) meski hasil celengan tersebut bukan untuk digunakan pribadi. “Setidaknya celengan ini untuk melatih diri berbuat baik kepada orang lain,” aku Rukati senang.
Ketika pelatihan pembuatan pupuk organik pun, wanita 65 tahun ini sangat bersemangat. Setelah selesai kegiatan pun ia segera bergegas menemui Penyuluh Pertanian yang memberikan pelatihan untuk konsultasi lebih lanjut. “Nggeh, kanggene kulo pupuk organik niku penting. Lahane kulo sawah kalih kebon. Nak sawah biasane telas pupuk (kimia) 6 sak kagem pari (Iya, buat saya pupuk organik itu penting. Lahan saya sawah dan kebun. Kalau sawah biasannya habis pupuk kimia 6 karung untuk padi sekali panen),” ungkap Rukati.
Ia mengaku untuk kebunnya ditanami buah papaya California, durian, matoa, alpukat, dan petai. Maka menurutnya jika bisa membuat pupuk organik cukup membantu mengurangi anggaran untuk pembelian pupuk kimia. “Kulo nderek kelompok tani mbak angsal jatah 30 sak setahun. Tumbase sradi murah per sak niku hargane 135.000 nak wonten (Saya ikut kelompok tani dapat jatah pupuk 30 karung setahun. Belinya lebih murah per karung seharga 135.000 jika ada),” kata ibu satu anak ini. “Makane nggeh kulo pengen praktek damel pupuk organik (makanya saya ingin praktik bikin pupuk organik,” sambungnya.
Tarlan (kiri) dengan cekatan turut mengaduk mencampurkan bahan-bahan pembuatan pupuk trico kompos di atas terpal.
Adapula Tarlan, umat Vihara Metta Menggala. Tanpa diminta, ia segera mengambil cangkul dan membantu mencampurkan kotoran kambing, dolomit, bekatul dan bahan lain untuk membuat pupuk trico kompos padat. Dengan lincahnya ia mengayunkan cangkulnya di atas terpal mencampurkan bahan-bahan yang sudah disiapkan. “Nggeh pengen saget ndamel (pupuk) supados mupuk kopi (Iya, ingin bisa membuat (pupuk) untuk memupuk kopi),” ujar Tarlan tersenyum. “Biasane kulo mupuk kopi nggeh ngagem kotoran kambing (langsung) mboten ngeteniki (biasanya saya memupuk kopi ya pakai kotoran kambing (langsung) tidak seperti ini (fermentasi),” sambungnya.
Setelah celengan dituang, peserta yang hadir juga membantu menghitung koin cinta kasih yang terkumpul.
Selain datang untuk praktek pembuatan pupuk trico kompos, Tarlan juga turut hadir dengan membawa celengannya dari rumah, dengan antusias menuangkan celengannya bersama-sama umat Metta Manggala lainnya. “Untuk belajar berbagi kepada sesama,” katanya penuh semangat. Semoga kegiatan pelatihan di bidang pertanian ini dapat memberikan pengalaman baru, manfaat bagi para petani dan bisa dipraktikkan untuk lahan pertaniannya.
Editor: Khusnul Khotimah