Berempati Terhadap Pasien

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

fotoKerendahan hati, bisa merasakan apa yang dirasa oleh pasien adalah sesuatu yang harus bisa dilakukan oleh anggota TIMA dalam menjalankan budaya kemanusiaan. Itulah yang disampaikan oleh Agus Rijanto dalam training TIMA.

 

 

 

 

Cinta kasih itu universal. Lintas budaya, lintas negara, dan lintas agama. Dengan cinta kasih, orang-orang yang berbeda latar belakangnya dapat bersatu dalam ikatan kemanusiaan. Dengan cinta kasih pula, paramedis (dokter, perawat, dan apoteker) dapat berempati terhadap pasien dan melayani dengan sepenuh hati. Hal inilah yang kembali ditegaskan dalam training TIMA (Tzu Chi International Medical Association) pada Minggu, 11 Oktober 2009 di Ground Floor Mangga Dua Square, Jakarta Utara. Training yang dikhususkan bagi calon anggota baru TIMA itu berisi sharing kisah-kisah kemanusiaan dari relawan Tzu Chi dan dokter yang tergabung di TIMA. Tujuannya menanamkan budaya humanis dalam diri para calon anggota baru TIMA.

 

 

 

 

 

Di dalam TIMA seorang dokter atau perawat tidak hanya dituntut profesional dalam bidangnya melainkan lebih dari itu para dokter dan perawat diminta untuk dapat profesional dalam budaya kemanusiaan dengan cara mampu melayani pasien dengan ramah dan berempati terhadap derita pasien. Itulah yang dinamakan melayani dengan hati yang merupakan bagian dari budaya kemanusiaan.

Agus Rijanto relawan Tzu Chi, menerangkan bahwa budaya kemanusiaan pada dasarnya memiliki prinsip saling bersyukur, saling menghargai, dan saling mengasihi. Manusia tidak bisa mengetahui seberapa panjang usianya. Maka dari ketidakpastian ini sesungguhnya manusia bisa memperbesar fungsi kehidupannya di masyarakat dengan membangun image yang lebih baik.

Watak manusia yang selalui diliputi oleh ego membuat manusia selalu merasa benar, sulit menerima kritikan, dan jauh dari kerendahan hati. “Master (Cheng Yen) mengatakan kepada kita lindungilah hati kalian masing-masing. Dampak ini agar kita menjaga perasaan kita, menjaga emosi kita, melatih diri kita. Jadi pelatihan diri yang sebenarnya dalam pelatihan TIMA ini adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada orang lain,” terang Agus. Mencoba merasakan apa yang dirasakan oleh pasien adalah suatu emosi yang harus bisa dilakukan oleh para anggota TIMA. Pelayanan inilah yang memberikan kepuasan bagi para pasien karena dirinya merasa dihargai dan dimanusiakan. “Itulah yang harus bisa dilakukan oleh anggota TIMA,” kata Agus.

foto  foto

Ket: - Dr Tri Agus H yang sedikitnya sudah mengikuti baksos Tzu Chi selama 6 kali merasa telah menemukan             tempat yang cocok untuk menyalurkan kepedulian sosialnya kepada sesama. (kiri).
        - Awaluddin Tanamas seringkali menerangkan kalau apa yang telah para medis kerjakan adalah untuk diri            sendiri dan bukan untuk Tzu Chi. Juga jangan mengharapkan pamrih dari apa yang telah dilakukan. (kanan)

Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa sikap rendah hati sangat sulit dilakukan. Terutama bagi orang yang telah memiliki jenjang pendidikan yang tinggi atau mempunyai strata sosial yang tinggi di masyarakat. Karena itu untuk mencapai pelayanan berbudaya humanis, terlebih dahulu harus bisa menerapkan 4 elemen pelatihan batin, yaitu mengenal rasa puas, tahu bersyukur, pengertian, dan lapang dada.

Kenyataan ini juga disetujui oleh Nasandi, Deputy Operational Manager di salah satu perusahaan farmasi di Jakarta. Menurutnya training pada hari ini sangat membuka wawasan dan  pengertiannya dalam melayani orang lain. “Training TIMA ini memang sangat perlu, sebab bagi orang-orang yang telah berada di level atas memang akan mengalami kesulitan untuk bisa menghormat kepada orang yang di bawahnya. Jadi training ini sangat diperlukan untuk membuka wawasan itu,” katanya.

Nasandi yang telah mengikuti baksos Tzu Chi selama 4 kali sebagai apoteker, merasa tertarik untuk bergabung di TIMA lantaran adanya keteraturan, keramahan, dan lintas agama yang ada Tzu Chi. “Sayang saja kalau background pendidikan saya kurang dipakai secara maksimal. Jadi ada waktu luang saya salurkan untuk bakti sosial,” akunya. Demikian pula dengan Tri Agus H. Dokter spesialis mata ini tertarik untuk bergabung di Tzu Chi karena keinginannya untuk berbuat baik kepada sesama, “Kepada hewan saja kita mau berbuat baik, apalagi kepada manusia. Pada intinya saya ingin berbuat baik untuk kemanusiaan,” terangnya. Tri Agus yang sedikitnya sudah mengikuti baksos Tzu Chi selama 6 kali merasa telah menemukan tempat yang cocok untuk menyalurkan kepedulian sosialnya kepada sesama. “Tzu Chi itu lintas agama, lintas negara, lintas suku. Jadi tidak melihat siapa dia atau latar belakangnya. Jadi saya semakin tertarik untuk bergabung,” katanya.

foto  foto

Ket: - Dr Hengky memperkenalkan anggota inti dari pengurus TIMA. Ia berharap kehadiran para medis di acara itu             dapat memperpanjang barisan TIMA ke depan. (kiri).
        -Isyarat tangan yang ditampilkan dalam acara training ikut memperindah suasana dengan budaya            kemanusiaan Tzu Chi yang lembut, seragam, dan keteraturan.   (kanan) 

Training yang dihadiri oleh 35 peserta yang terdiri dari dokter umum, dokter ahli bedah, dokter mata, dokter gigi, perawat, dan apoteker ini memberikan kesan bagi Awaluddin Tanamas wakil ketua TIMA bahwa sesungguhnya banyak dokter yang  memiliki minat untuk bersumbangsih di kemanusiaan. “Umumnya dokter-dokter yang ikut di sini memiliki jiwa sosial yang tinggi, hanya waktunya saja yang kadang kurang pas,” jelas Awaluddin. Karena itu dengan adanya training ini Awaluddin mengharapkan bagi mereka yang belum mengenal Tzu Chi bisa lebih paham akan budaya humanis dan visi-misi Tzu Chi.

Setelah baksos, biasanya Awaluddin mensosialisasikan Tzu Chi kepada para medis melalui majalah dan buletin. Selain itu ia juga seringkali menerangkan kalau apa yang telah para medis kerjakan adalah untuk diri sendiri dan bukan untuk Tzu Chi. Juga jangan mengharapkan pamrih dari apa yang telah dilakukan. “Dengan filosofi ini mereka merasa senang,” kata Awaluddin.            

 
 

Artikel Terkait

Senja yang Berharga

Senja yang Berharga

12 Juli 2018
Selasa, 10 Juli 2018 relawan Tzu Chi Hu Ai Pluit dan Guru-guru Tzu Chi School PIK mengadakan kunjungan kasih ke Panti Werdha Wisma Mulia di Jalan Hadiah, Grogol, Jakarta Barat. Sejumlah 22 orang relawan dan 29 guru datang memberikan kebahagiaan kepada para oma dan opa. 
Mengenang Kisah Tzu Chi

Mengenang Kisah Tzu Chi

31 Juli 2012 Hok Lay Shixiong juga mendapatkan berkah untuk membawakan materi yang sangat bagus, yaitu ”Kisah Perjalanan Hidup Master Cheng Yen” mulai dari awal Master dilahirkan pada 14 Mei 1937 di Ching Sui, Taiwan sampai ketika Yayasan Buddha Tzu Chi didirikan pada tanggal 14 Mei 1966.
Pendaftaran Kelas Budi Pekerti Medan untuk tahun 2022 telah dibuka

Pendaftaran Kelas Budi Pekerti Medan untuk tahun 2022 telah dibuka

15 Desember 2021

Seiring berakhirnya kelas bimbingan budi pekerti Tzu Chi Medan yang jatuh pada 14 November 2021. Kelas bimbingan budi pekerti Tzu Chi Medan membuat acara Gathering.

Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -